Hukum Tata Usaha Negara : Pengertian, Asas, Dan Sumber Hukum Tata Usaha Negara

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Hukum Tata Usaha Negara. Hingga sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat mengenai istilah untuk “Tata Usaha Negara”. Sebagian ahli hukum menggunakan istilah “Hukum Tata Usaha” (tanpa mencantumkan Negara), sebagian ahli hukum yang lain menggunakan istilah “Hukum Administrasi”, “Hukum Administrasi Negara”, atau “Hukum Tata Pemerintahan”.

Sedangkan di berbagai negara juga dikenal istilah yang berbeda untuk menyebut Hukum Tata Usaha Negara, diantara adalah :
  • administrative law di Inggris.
  • droit administrative di Perancis.
  • verwaltungsrecht di Jerman.
  • administratiefrecht atau bestuursrecht di Belanda.

Di Indonesia, penggunaan istilah “Hukum Tata Usaha Negara” berbeda-beda. Hal tersebut dapat terlihat dalam beberapa ketentuan peraturan yang ada di negara Republik Indonesia, seperti dalam :
  • Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor : 0198/U/1972, dipakai istilah Hukum Tata Pemerintahan.
  • Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor : 31/DJ/Kep/1983, dipakai istilah Hukum Administrasi Negara
  • Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dipakai istilah “Hukum Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tata Usaha Negara”.

Dalam Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana tercantum dalam Bab VII mengenai Ketentuan Penutup Pasal 144 disebutkan bahwa:

Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Peradilan Administrasi Negara.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, istilah Hukum Tata Usaha Negara di Indonesia dapat disamakan dengan “Hukum Administrasi Negara”. Hal tersebut dikarenakan lapangan Hukum Tata Usaha Negara sama dengan lapangan “Hukum Tata Pemerintahan” atau “Hukum Administrasi Negara”.


Secara umum, Hukum Tata Usaha Negara dapat diartikan sebagai serangkaian peraturan yang mengatur dan menentukan cara-cara pemerintah atau aparat administrasi negara menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. E. Utrecht, dalam “Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia”, menyebutkan bahwa Hukum Tata Usaha Negara adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur perhubungan antara alat-alat pemerintah (bestuur organen) dengan individu dalam masyarakat, yang oleh pemerintah diberi sanksi dalam hal pelanggaran.

Sedangkan De La Bassecour Caan berpendapat, sebagaimana dijelaskan oleh E. Utrecht dalam bukunya tersebut di atas, bahwa yang dimaksud dengan Hukum Tata Usaha Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi (beraksi), peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahnya. Atau dengan kata lain, menurut De La Bassecour Caan :
  • Hukum Tata Usaha Negara menjadi sebab maka negara berfungsi dan beraksi. Hukum Tata Usaha Negara ini menjadi dasar dari segala perbuatan pemerintah atau badan administrasi negara.
  • Hukum Tata Usaha Negara mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah. Hukum Tata Usaha Negara itu termasuk hukum publik, karena mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintahnya.

Hubungan yang diatur oleh Hukum Tata Usaha Negara adalah hubungan yang bersifat “publiek Rechtelijk”, yaitu suatu hubungan hukum, di mana yang diutamakan adalah kepentingan umum (publik) dan hubungan ini berbeda dengan hubungan perdata.


Asas Hukum Tata Usaha Negara. Hukum Tata Usaha Negara merupakan kaidah atau norma yang menentukan bagaimana seharusnya alat perlengkapan tata usaha negara bertingkah laku dalam melaksanakan tugas-tugas. Kaidah atau norma berkaitan erat dengan asas atau “beginsel”, yaitu mengawali atau menjadi permulaan sesuatu (kaidah). Yang dimaksud dengan asas hukum adalah asas-asas yang menjadi dasar suatu kaidah hukum. Bachsan Mustafa, dalam “Sistem Hukum Administrasi Negara”, menjelaskan bahwa asas Hukum Tata Usaha Negara adalah :
  • asas legalitas, bahwa setiap perbuatan administrasi berdasarkan hukum.
  • asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan, atau dengan istilah lain disebut asas tidak boleh melakukan detournement de pouvoir.
  • asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu oleh yang lainnya, atau dengan istilah lain disebut dengan asas exes de pouvoiur.
  • asas kesamaan hak bagi setiap penduduk negara, atau dengan istilah lain disebut asas non diskriminatif.
  • asas upaya pemaksa atau bersanksi sebagai jaminan penaatan kepada hukum administrasi negara.

Selain asas-asas tersebut, dalam Hukum Tata Usaha Negara juga berlaku asas umum dalam peraturan perundang-undangan, yaitu :
  • undang-undang tidak berlaku surut.
  • undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum jika pembuatnya sama (lex specialis derogat lex generalis).
  • undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriore derogat lex periore).
  • undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
  • undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu melalui pembaharuan atau pelestarian.

Fungsi dari asas Hukum Tata Usaha Negara adalah sebagai :
  • dasar dalam pembentukan Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara.
  • pedoman bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugas-tugasnya.
  • memulihkan suatu kerja sama dan koordinasi rasional di antara para pejabat administrasi negara tersebut.
  • memelihara kewibawaan dari administrasi negara dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap administrasi negara.

Sedangkan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berlaku beberapa asas sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut :

1. Asas praduga rechtmatig.
Asas praduga rechtmatig atau “vermoeden van rechtmatigheid” atau “praesumptio iustae causa” mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap rechtmatig sampai ada pembatalannya. Dengan adanya asas praduga rechtmatig maka setiap tindakan pemerintahan selalu dianggap rechtmatigheid sampai ada pembatalan.

2. Asas gugatan.
Asas gugatan mengandung makna bahwa adanya gugatantidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara yang dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat.

3. Asas para pihak harus didengar.
Asas para pihak harus didengar atau “audi et alteram partem” mengandung makna bahwa para pihak yang berperkara mempunyai kedudukan yang sama dan harus diperlakukan dan diperhatikan secara adil. Dengan kata lain, hakim tidak dibenarkan hanya memperhatikan alat bukti, keterangan, atau penjelasan salah satu pihak saja.

4. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis.
Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis, baik dalam pemeriksaan di peradilan maupun kasasi dengan Mahkamah Agung, mengandung makna bahwa tidak diperbolehkan adanya dualisme hukum acara dalam wilayah Indonesia (adanya satu kesatuan hukum berdasarkan Wawasan Nusantara).

5. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas.
Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas, yaitu merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan yang lain, baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang bermaksud untuk mempengaruhi keobjektifan putusan pengadilan.

6. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Asas perasilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan mengandung makna bahwa hukum acara yang digunakan mudah dipahami dan tidak berbelit-belit serta dapat berjalan dalam waktu yang relatif cepat, sehingga biaya berperkara akan menjadi ringan.

7. Asas hakim aktif.
Asas hakim aktif mengandung makna bahwa sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa, hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan, serta pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya. Asas hakim aktif memberikan peran kepada hakim dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materiil.

8. Asas sidang terbuka untuk umum.
Asas sidang terbuka untuk umum mengandung makna bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

9. Asas peradilan berjenjang.
Asas peradilan berjenjang mengandung makna bahwa jenjang peradilan di mulai dari tingkat yang terbawah, yaitu :Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA). Dengan dianutnya asas peradilan berjang, maka kesalahan dalam putusan pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh pengadilan yang lebih tinggi. Terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum banding kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan puncaknya adalah Mahkamah Agung (MA).

10. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan.
Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan mengandung makna bahwa pengadilan sebagai ultimum remedium. Sengketa Tata Usaha Negara sedapat mungkin diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak tercapai mufakat, barulah diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

11. Asas objektivitas.
Asas objektivitas mengandung makna bahwa untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan kekeluargaan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat, atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang disebutkan di atas, atau hakim atau panitera tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.


Sumber Hukum Tata Usaha Negara. Dalam pandangan para ahli hukum, sumber hukum dapat dibedakan dalam dua pengertian, yaitu :
  • dalam arti formal, merupakan sumber hukum yang dikenal dari bentuknya, yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati.
  • dalam arti materiil, merupakan sumber hukum yang menentukan isi hukum.

E. Utrecht menjelaskan bahwa sumber-sumber faktual Hukum Tata Usaha Negara terdiri dari :

1. Undang-Undang.
Undang-undang merupakan sumber Hukum Tata Usaha Negara yang hingga sampai sekarang belum mempunyai kodifikasi, sehingga Hukum Tata Usaha Negara tersebut tersebar dalam berbagai ragam peraturan perundang-undangan.

2. Praktik administrasi negara.
Praktik administrasi negara merupakan sumber Hukum Tata Usaha Negara yang berasal dari hukum kebiasaan. Tugas dari alat administrasi negara adalah melaksanakan apa yang menjadi tujuan dari undang-undang. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, maka alat administrasi memprodusir keputusan-keputusan guna menyelesaikan suatu masalah konkret yang terjadi berdasarkan peraturan hukum yang abstrak sifatnya.

3. Yurisprudensi.
Yurisprudensi merupakan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Keputusan hakim tersebut merupakan sumber hukum yang faktual, oleh karena mengikat para pihak yang bersengketa. Dengan adanya keputusan hakim tersebut dapat menimbulkan hukum positif pada mereka yang bersangkutan, yakni timbulnya, berubahnya atau hapusnya hak dan kewajiban baru bagi masing-masing pihak. Keputusan hakim yang dapat dianggap sebagai yurisprudensi adalah keputusan hakim administrasi ataupun hakim umum yang memutus dalam perkara administrasi negara.

4. Anggapan para ahli hukum.
Anggapan atau pendapat para ahli hukum, khususnya para ahli Hukum Tata Usana Negara atau Hukum Administrasi Negara merupakan sumber faktual dari Hukum Tata Usaha Negara. Hal tersebut dikarenakan anggapan dari para ahli hukum tersebut dapat melahirkan teori-teori baru dalam Hukum Tata Usaha Negara yang menimbulkan kaidah Hukum Tata Usaha Negara. Berbeda dengan yurisprudensi yang langsung mengikat terhadap pihak-pihak yang bersangkutan, anggapan atau pendapat para ahli memerlukan proses yang cukup lama untuk bisa menjadi sumber Hukum Tata Usaha Negara.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian Hukum Tata Usaha Negara, asas dan sumber Hukum Tata Usaha Negara.

Semoga bermanfaat.