Najis : Pengertian, Jenis Dan Cara Menyucikan Najis, Serta Perbedaan Antara Najis Dan Hadats

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Najis. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

"Sesungguhnya Allah swt itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu." (HR. Tirmidzi)

Secara etimologi, kata najis berasal dari bahasa Arab, yang artinya sesuatu yang kotor. Sedangkan, secara terminologi, najis dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah tertentu. Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang dimaksud dengan najis adalah sesuatu yang dianggap kotor dan bisa menjadi penyebab terhalangnya ibadah seseorang. Sedangkan Imam Maliki, berpendapat bahwa najis adalah sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan shalat bila terkena atau berada di dalamnya.


Jenis Najis dan Cara Menyucikannya. Najis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut beberapa jenis najis dan cara menyucikannya :

1. Najis Mughallazhah.
Najis mughallazhah adalah najis berat. Yang termasuk najis mughallazhah adalah air liur serta kotoran anjing dan babi. Cara menyucikan najis mughallazhah adalah dengan :
  • dibasuh sebanyak 7 kali dan salah satunya dicampur dengan tanah.

Cara seperti itu disebut ta’abud (bentuk ibadah), yang artinya sesuatu yang tidak boleh ditawar dan diganti dengan cara lain seperti dengan deterjen atau lainnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya :

"Dari Abi Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Cara mensucikan bejana salah satu dari kalian adalah dengan apabila dijilat anjing maka hendaklah dibasuh sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan tanah”." (HR Muslim).


2. Najis Mutawasithah.
Najis mutawasithah adalah najis sedang. Yang termasuk dalam najis mutawasithah adalah :
  • air kencing, yang dimaksud adalah air kencing yang bukan termasuk najis mukhoffafah
  • tinja, yaitu kotoran manusia dan kotoran binatang waluapun kotoran binatang yang bangkainya halal dimakan seperti ikan dan belalang.
  • darah, yaitu darah yang mengalir walupun ia membeku dengan sebab cuaca atau darah yang dimaaf untuk dikonsumsi seperti darah yang masih nempel pada tulang atau daging.
  • nanah, yaitu cairan yang keluar dari sebab luka dan berbau busuk.
  • muntah, yaitu makanan yang keluar dari perut besar (maidah). Maidah adalah tempat segala najis dalam badan manusia (lambung). Apabila yang dimuntahkan itu belum sampai pada maidah, maka itu tidak dihukumi najis.
  • madzi, yaitu cairan yang berwarna putih kekuning-kuningan encer yang biasanya keluar dari kemaluan tatkala syahwat kuat bergejolak. Sedangkan wadi, yaitu cairan yang berwarna putih seperti bekas cucian beras, keruh yang biasanya keluar dari kemaluan setelah buang air kecil atau setelah mengangkat beban yang berat, dan air mani tidaklah termasuk ke dalam cairan yang najis.
  • bangkai, yaitu keseluruhan tubuh hewan yang mati tidak dengan aturan syara’, kecuali bangkai ikan, belalang, janin yang ikut mati karena disembelih induknya.
  • arak atau minuman yang memabukan lainnya.
  • cairan luka, atau yang sering dinamakan darah putih.
  • air liur, yaitu cairan yang keluar dari mulut orang yang sedang tidur, jika diyakini keluarnya dari maidah (lambung), jika tidak demikian, maka dianggap suci.
  • air susu dari hewan yang tidak dimakan dagingnya, kecuali air susu manusia.

Secara umum, cara menyucikan najis mutawasithah adalah dengan :
  • dibasuh sekali asal sifat najis atau warna, bau dan rasanya itu hilang. Selain itu dapat juga dengan cara dicuci sebanyak tiga kali atau disiram lebih baik. Sedangkan untuk najis karena madzi, cara menyucikannya adalah dengan membasuh kemaluan dan berwudhu.

Najis mutawasithah dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
  • Najis ‘ainiyah, adalah najis mutawasithah yang masih kelihatan wujud, warna, dan baunya. Cara menyucikan najis 'ainiyah adalah dengan menghilangkan najis tersebut dan membasuhnya dengan air sampai hilang warna, rasa, dan baunya.
  • Najis hukmiyah, adalah najis mutawasithah yang diyakini ada, tetapi sudah tidak kelihatan wujudnya, warna dan baunya. Misalnya air kencing yang sudah kering yang terdapat pada pakaian. Cara menyucikan najis hukmiyah adalah cukup dengan memercikkan air.

3. Najis Mukhaffafah.
Najis mukhaffafah adalah najis ringan. Yang termasuk najis mukhaffafah adalah kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibunya. Cara menyucikan najis mukhaffafah adalah dengan :
  • menyiramkan air di atas benda yang kena najis itu, atau memercikkan air secara merata ke tempat yang terkena najis tersebut.

Sedangkan apabila bayi tersebut perempuan atau sudah lebih 2 tahun atau sudah mengkonsumsi selain ASI, maka air kencing tersebut masuk ke dalam golongan najis mutawasithah (najis sedang) yang harus dibasuh dengan air. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

"Dari Umi Qoes r.a : “Sesungguhnya ia pernah membawa seorang anaknya yang laki-laki yang belum makan makanan (kecuali ASI). Lalu anak itu dipangku oleh Rasulullah SAW lalu anak itu kencing di pangkuannya. Kemudian Beliau meminta air lalu memercikan air itu ke bagian yang terkena air kencing dan beliau tidak membasuhnya”." (HR. Bukari dan Muslim).

Dalam riwayat yang lain, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

"Kencing anak perempuan itu dibasuh, sedangkan kencing anak laki-laki itu diperciki." (HR. Abu Dawud)



Najis Ma’fu.
Selain ketiga najis tersebut di atas, dikenal juga yang disebut dengan najis ma’fu, yaitu najis yang dimaafkan. Contoh dari najis ma’fu adalah :
  • tidak sengaja menyentuh bangkai binatang yang tidak mengeluarkan darah mengalir.
  • keluar darah atau nanah dari kulit dengan jumlah yang sedikit.
  • terkena debu.

Cara membersihkan najis ma’fu :
  • Jika terkena najis ma’fu, tidak perlu mencucinya. Namun, jika merasa ragu-ragu, dapat membasuhnya dengan air dan berwudhu.


Perbedaan Antara Najis dan Hadats. Sebagian orang menganggap bahwa najis dan hadats merupakan hal yang serupa, padahal keduanya memiliki perbedaan. Islam mengajarkan cara-cara bersuci atau thaharah. Secara umum thaharah dibagi menjadi dua hal, yaitu bersuci dari najis dan hadats. Perbedaan antara najis dan hadats adalah sebagai berikut :

1. Najis :
  • Berdasarkan pengertiannya, najis merupakan perkara yang bisa dilihat. Najis adalah kotor, yaitu segala kotoran yang wajib dihindari karena menyebabkan seseorang terhalang untuk beribadah kepada Allah.
  • Untuk menghilangkan najis tidak perlu disertai niat selama wujudnya telah hilang.

2. Hadats :
  • Hadats adalah kondisi tidak suci yang mengenai pribadi seorang Muslim, menyebabkan terhalangnya orang tersebut untuk melakukan sholat atau tawaf. Hadas merupakan perkara maknawi yang ada di dalam jasad dan tidak dapat dilihat oleh panca indra. Dengan kata lain, hadas merujuk pada keadaan diri seseorang.
  • Untuk menghilangkan hadas, diperlukan niat sebagai syaratnya. Terdapat dua macam hadats, yaitu : 1. hadats kecil, adalah hadas yang dapat disucikan dengan melakukan wudhu atau tayammum. Misalnya : bersentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim serta mengeluarkan sesuatu dari lubang qubul maupun lubang dubur berupa kencing, tinja, dan kentut. 2. hadats besar, adalah hadas yang bisa disucikan dengan mandi wajib. Misalnya : haid, nifas, dan terjadinya hubungan badan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian najis, jenis dan cara menyucikan najis, serta perbedaan antara najis dan hadats.

Semoga bermanfaat.