Perikatan Sebagai Isi Perjanjian

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pada umumnya suatu perjanjian berisikan ketentuan-ketentuan mengenai hak dan kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut akan menimbulkan suatu perikatan di antara para pihak yang bersangkutan.

Pasal 1233 KUH Perdata, menyebutkan :
  • Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-undang.
Dari ketentuan pasal 1233 KUH Perdata tersebut, dapat disimpulkan bahwa perikatan lebih luas pengertiannya dibandingkan dengan perjanjian. Suatu perikatan bisa terjadi dengan tanpa adanya suatu janji atau bisa juga terjadi dengan tanpa adanya perjanjian dari pihak-pihak yang bersangkutan. Misalkan terjadi karena adanya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi : 
  • Tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.


Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan suatu perikatan, karena pada umumnya perikatan memang dilahirkan dari suatu perjanjian. Suatu perjanjian yang dibuat akan selalu mempunyai tujuan. Dan tujuan itu biasanya berbentuk prestasi. Oleh karena itu, dengan dipenuhinya tujuan dari suatu perjanjian, yaitu prestasi, baik melalui pembayaran, kompensasi, ataupun karena pembebasan hutang, maka perjanjian tersebut telah mencapai tujuannya, dan dengan demikian hapuslah perjanjian tersebut. Artinya, bahwa perjanjian tersebut tidak lagi melahirkan perikatan-perikatan baru dan perikatan yang lamapun hapus.


Namun demikian, bisa juga terjadi jika :

1. Pada perjanjian-perjanjian yang batal demi hukum
Perjanjian yang batal demi hukum, terdapat dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu :
  • perjanjian tersebut absolut batal, maka sejak awal dianggap tidak ada perikatan yang lahir daripadanya.
  • perjanjian hanya relatif saja, maka hanya terhadap orang-orang tertentu saja perjanjian itu tidak melahirkan perikatan, sehingga bagi mereka seakan-akan tidak pernah mengadakan perjanjian, sedangkan terhadap pihak-pihak lain, terhadap siapa pembatalan tersebut tidak dikenakan (tidak mempunyai akibat hukum), perjanjian tersebut tetap mengikat, dalam arti perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tetap berlaku sebagaimana biasa.

2. Pada perjanjian yang dibatalkan pada saat masih berlangsung masa berlakunya.
Perjanjian yang dibatalkan pada saat masih berlangsung masa berlakunya, maka ada kemungkinan, bahwa semua perikatan-perikannya yang sudah lahir, berakhir semua dan tidak mungkin ada perikatan yang lahir lagi daripadanya, atau ada kemungkinan juga perikatan yang sudah lahir sebelum pembatalan perjanjian tetap berlaku, namun bergantung dari apakah pembatalan perjanjian tersebut berlaku surut ataukah hanya untuk waktu yang akan datang saja.


Sebagai contoh dari perikatan sebagai isi dari perjanjian adalah terjadinya perjanjian jual beli atas sebuah barang dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Dari perjanjian jual beli barang tersebut, lahirlah hubungan hukum sebagai berikut :
  • Penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli. Dengan begitu penjual berkedudukan sebagai debitur (adanya kewajiban), sedang pembeli berkedudukan sebagai kreditur (adanya hak).
  • Pembeli berkewajiban untuk membayar tunai kepada penjual sejumlah harga barang yang telah disepakati keduabelah pihak. Dengan demikian, penjual berkedudukan sebagai kreditur (adanya hak) sedangkan pembeli berkedudukan sebagai debitur (adanya kewajiban).
  • Terhadap barang yang digunakan sebagai obyek jual beli, penjual berkewajiban untuk menjamin pembeli terhadap pemilikan yang aman dan tenteram, terhadap cacat tersembunyi dan lain hal yang dapat mengakibatkan batalnya jual beli. Pembeli mempunyai hak untuk menuntut jaminan seperti tersebut dari penjual, sehingga lahir juga perikatan.


Dengan demikiaan dapat dilihat bahwa dalam satu perjanjian dapat menimbulkan lebih dari satu perikatan. Di samping perikatan yang memang dituju oleh para pihak pada waktu terjadinya perjanjian, yaitu jual beli barang dengan harga tentuntu tesebut, ada pula perikatan-perikatan lain yang dinyatakan berlaku terhadap mereka berdasarkan hukum, atau yang oleh hukum dianggap dikehendaki oleh para pihak, seperti jaminan dari pihak penjual.

Perikatan tersebut merupakan isi dari perjanjian. Perjanjian adalah sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan. Keseluruah perikatan tersebut mempunyai kaitan satu sama lain sehingga dinamakan perjanjian.

Perikatan-perikatan tersebut memberikan ciri yang membedakan perjanjian tersebut dari perjanjian yang lain. Kesepakatan para pihak menimbulkan perjanjian, yang tidak lain merupakan sekelompok perikatan-perikatan. Perjanjian tersebut baru diketahui merupakan perjanjian jenis tertentu, setelah melihat perikatan-perikatan yang dilahirkan oleh perjanjian tersebut, di samping juga perikatan-perikatan tersebut juga membedakannya dari perjanjian lain dari jenis perjanjian yang sama.


Atara perjanjian dan perikatan haruslah dapat dibedakan, sekalipun yang satu mempunyai hubungan erat dengan yang lainnya. Yang perlu diingat adalah bahwa perikatan merupakan suatu pengertian hukum, dan karenanya tidak ada wujudnya, sedangkan yang nampak adalah perjanjiannya, kalau ia berupa suatu perjanjian tertulis.

Demikian penjelasan berkaitan dengan perikatan sebagai isi perjanjian.

Semoga bermanfaat.