Beberapa Harta Kekayaan Desa Menurut Hukum Adat

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Sebagai suatu daerah yang mempuyai teritorial dan mengurus rumah tangganya sendiri, tentunya sebuah desa mempunyai harta kekayaan, baik itu berupa benda tetap maupun benda bergerak, yang semua dalam penguasaan dan dikelola oleh desa melalui anggota perangkat desa.

gambar : direktori-wisata.com
Harta kekayaan desa menurut hukum adat yang di berbagai daerah masih dianggap berlaku menurut hukum adat setempat, di antaranya adalah :

Baca juga : Hukum Adat Ketatanegaraan

1. Tanah Hak Ulayat.
Semua bidang tanah yang termasuk dalam tanah hak ulayat desa adalah berupa tanah hutan yang berada dalam wilayah batas desa bersangkutan, yang dikuasai oleh desa yang bukan milik kerabat, milik perseorangan, perusahaan, dan lain sebagainya. Di beberapa daerah tanah hak ulayat ini mempunyai penyebutan yang berbeda-beda, misalnya di Jawa disebut Wewengkon, di Minangkabau disebut Ulayat, di Lampung disebut Tanah Marga, di Kalimantan disebut Panyampeto atau Pawatasan, di Sulawesi Selatan disebut Limpo, di Ambon disebut Patuanan, di Lombok disebut Paer, di Bali disebut Prabumian atau Payar, dan di daerah Bolang Mangondow disebut Tatabuan.

Bidang-bidang tanah tersebut apabila tidak dimanfaatkan untuk sumber kehidupan penduduk desa bersangkutan, dan/atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah/nasional, maka sepenuhnya akan dikuasai oleh negara.

Baca juga : Beberapa Susunan Masyarakat Adat Di Indonesia

2. Tanah Desa.
Tanah desa atau tanah milik desa adalah semua bidang tanah yang berada di dalam atau di sekitar desa atau kampung, yang bukan milik kerabat, milik perseorangan, milik yayasan atau lembaga atau perusahaan. Yang termasuk dalam tanah desa sebagai mana  dimaksud dia atas di antaranya adalah tanah pekuburan, tanah-tanah tempat ibadah, tanah balai desa, tanah lapangan desa, tanah pasa desa, dan lain sebagainya.

Bidang-bidang tanah yang disediakan desa untuk kebutuhan hidup dari keluarga Kepala Desa dan Perangkat Desa selama memangku jabatan, misalnya tanah bengkok atau tanah pekulen merupakan tanah desa. Tetapi bidang-bidang tanah seperti kebun buah-buahan, tempat penangkapan ikan, dan lain-lain yang disediakan atau bersal dari cikal bakal keturunan para keluarga penghulu adat yang dipusakai turun temurun sebagai milik bersama bukan tanah desa, tetapi tanah kerabat atau tanah suku. Tanah-tanah serupa itu biasanya ada di perkampungan-perkampungan di luar pulau Jawa.
3. Bangunan Desa dan lainnya.
Semua bangunan seperti balai desa, kantor desa, tempat-tempat ibadah, tempat pemandian umum, bangunan pasar, gapura desa, pakaian maupun perlengkapan dan peralatan adat kesenian seperti gamelan, tabuhan, dan lain-lain yang bukan milik perseorangan, yayasan, lembaga, atau perusahaan dan bukan dapat meminjam atau menyewa dari pihak lain, adalah milik desa.

Sedangkan bangunan yang berupa balai adat, rumah kerabat, atau pakaian kesenian adat di pedesaan yang bersifat kekerabatan (genealogis) bukan milik desa tetapi milik kerabat seketurunan bersangkutan (persekutuan hukum adat), kecuali telah diserahkan kepada desa.

Baca juga : Hukum Adat Waris

Selanjutnya termasuk harta kekayaan adat selain meubeler, alat-alat kantor, hutang piutang desa (sewa pasar, inventaris yang belum lunas), mesin-mesin alat-alat pertanian, bibit pertanian, pupuk, lumbung desa, yang tidak ada sangkut pautnya dengan milik perseorangan, yayasan, perkumpulan, perusahaan, koperasi, dan lain-lainnya, kesemuanya adalah harta kekayaan desa.

Demikian penjelasan berkaitan dengan harta kekayaan desa menurut hukum adat.

Semoga bermanfaat.