Pengertian dari konstitusi adalah hukum dasar baik yang tertulis, biasa disebut undang-undang maupun yang tidak tertulis, biasa disebut konvensi. Karena perkembangan jaman, aturan-aturan dasar yang timbul dalam praktek kenegaraan, jarang sekali semua diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar.
Hukum dasar dianggap sebagai konstitusi apabila memenuhi sifat-sifat sebagai konstitusi, yang menurut Profesor K.C. Wheare, sifat dari konstitusi dapat dibagi menjadi :
1. Tertulis dan tidak tertulis.
Dalam dunia modern, paham yang membedakan tertulis dan tidak tertulis suatu konstitusi sudah hampir tidak ada. Kalau masih ada konstitusi yang tidak tertulis hanya di Inggris. Di Indonesia sendiri banyak hal-hal yang hidup, yang pada suatu waktu menyingkirkan Undang-Undang Dasar sendiri karena lebih hidup dan diterima masyarakat. Undang-Undang Dasar 1945 waktu berlaku pertama kalinya tidak pernah dijalankan sesuai dengan sistem pemerintahannya. Misalkan, kabinet Sjahril yang parlementer dalam masa Undang-Undang Dasar 1945 yang presidensiil. Hal itulah yang disebut konvesi (convention).
Baca juga : Definisi Konstitusi Menurut Para Ahli
2. Fleksibel atau Rigid.
Fleksibel atau rigidnya suatu konstitusi tergantung dari tiga hal, yaitu :
- Mudah atau tidak mudah diubah. Mudah atau tidak mudah diubah, tergantung dari pasal-pasal konstitusi itu sendiri (yuridis formal).
- Mudah dan tidak dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat. Hal ini tergantung dari isi dan banyaknya pasal-pasal dari konstitusi itu sendiri. Isi dari konstitusi adalah mengenai garis-garis besar atau yang pokok atau yang dasar tentang kehidupan negara dan masyarakat. Konstitusi yang mudah menyesuaikan dengan perkembangan jaman biasanya terdiri dari sedikit pasal dan konstitusi yang tidak mudah menyesuaikan dengan perkembangan jaman biasanya terdiri dari banyak pasal.
- Tergantung kekuatan yang nyata, yang ada dalam masyarakat. Ini adalah pengertian politis. Kalau kekuatan-kekuatan dalam masyarakat itu tidak sering berubah, maka Undang-Undang Dasar bisa bertahan lama dan ini disebut rigid. Atau sebaliknya kalau sering berubah, maka Undang-Undang Dasar tersebut disebut fleksibel.
Idealnya, konstitusi suatu negara seharusnya tidak sering berubah, sebab kalau sering berubah mengakibatkan kemerosotan dari kewibawaan konstitusi itu sendiri. Mengubah Undang-Undang Dasar bisa berarti :
- Secara artifisial dipaksa dibuat. Ini dilakukan melalui revolusi, perebutan kekuasaan, dan lain sebagainya.
- Karena kehidupan sosial masyarakat itu sudah berubah (sudah jauh dari yang tertulis).
Jellinek membedakan perubahan Undang-Undang Dasar dalam dua hal, yaitu :
- Verfassungsanderung, adalah perubahan Undang-Undang Dasar yang dilakukan dengan sengaja sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Dasar yang bersangkutan.
- Verfassungwandlung, adalah perubahan Undang-Undang Dasar dengan cara yang tidak disebutkan dalam Undang-undang Dasar tersebut, tetapi melalui cara istimewa, seperti revolusi, coup d'etat, konvensi, dan lain-lain.
Demikian penjelasan berkaitan dengan sifat dari konstitusi. Tulisan tersebut bersumber dari buku Ilmu Negara, karangan Moh. Kusnardi, SH dan Bintan R. Saragih, SH.
Semoga bermanfaat.