Setiap undang-undang dasar mempunyai maksud dan tujuan, yaitu untuk memelihara dan mengembangkan kesejahteraan serta keselamatan warga negaranya. Misalnya saja Undang-Undang Dasar 1945, dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan tujuan dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu :
Karl Laewenstein memberikan tiga tingkatan nilai pada konstitusi, yaitu :
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan tujuan dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu :
- "Kemudian dari itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Karl Laewenstein memberikan tiga tingkatan nilai pada konstitusi, yaitu :
1. Nilai yang bersifat Normatif (keharusan - ein sollen).
Dalam setiap undang-undang dasar ada dua masalah, yakni :
- Sifat ideal dari undang-undang dasar itu (teori).
- Bagaimana melaksanakan undang-undang dasar itu.
Peraturan hukum yang bersifat normatif ialah kalau peraturan hukum itu masih dipatuhi oleh masyarakat, kalau tidak ia merupakan peraturan yang mati (ideal), tidak pernah terujud. Jadi konstitusi yang bersifat normatif, jika konstitusi itu resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga merupakan kenyataan dalam arti sepenuhnya.
2. Nilai yang bersifat Nominal.
Nilai konstitusi yang bersifat nominal ialah kalau konstitusi itu kenyataannya tidak dilaksanakan dan hanya disebutkan namanya saja. Dengan kata lain konstitusi tersebut menurut hukum berlaku, tetapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya yaitu tidak memiliki kenyataan yang sempurna.
3. Nilai yang bersifat Semantik.
Nilai konstitusi yang bersifat semantik ialah suatu konstitusi yang dilaksanakan dan diperlakukan dengan penuh, tetapi hanyalah sekedar memberi bentuk (formalization) dari tempat yang telah ada untuk melaksanakan kekuatan politik. Maksud ensensil dari suatu konstitusi adalah mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur, tetapi dalam hal ini dibekukan demi untuk kepentingan pemegang kekuasaan yang sebenarnya. Contohnya adalah Konstitusi Weimar (Jerman) yang demokratis, tetapi dalam kenyataannya yang diperlukan adalah sistem otoriter. (dari buku Ilmu Negara, Moh. Kusnardi, SH dan Bintan R. Saragih, SH)
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.