Penafsiran Perjanjian Dan Paksaan Serta Penipuan Dalam Perjanjian

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
1. Penafsiran Perjanjian.
Bisa terjadi, suatu perikatan dirasakan jelas bagi pihak yang lain, tetapi belum tentu jelas bagi pihak yang satunya. Kata jelas tersebut, tidak dapat memberikan pengertian yang umum, akan tetapi kata jelas tersebut harus diartikan sebagai kata-kata yang sedikit sekali memberikan kemungkinan untuk terjadinya penafsiran yang berbeda.

Pasal 1343 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
  • Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya menyelidiki maksud keduabelah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.

Ketentuan pasal 1343 KUH Perdata tersebut dapat diartikan, bahwa jika kata-kata suatu perjanjian tidak jelas, maka kita harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian. Dalam menafsirkan maksud para pihak haruslah diperhatikan itikad baik. Hal ini adalah jelas, karena menafsirkan suatu perjanjian, berarti menentukan isi perjanjian dan mengakui akibat-akibat dari perjanjian. Pasal 1344 sampai dengan pasal 1351 KUH Perdata mengatur ketentuan-ketentuan untuk dipergunakan dalam menafsirkan perjanjian.

Menafsirkan isi dari petrjanjian hanya diperkenankan apabila kata demi kata dalam perjanjian tersebut tidaklah jelas. Jika kata-kata dalam suatu perjanjian telah jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang daripadanya, dengan jalan penafsiran. Jadi jika kata-katanya telah jelas, maka tidak boleh menyelidiki maksud para pihak. 


2. Paksaan serta Penipuan dalam Perjanjian.
Pasal 1324 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
  • Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam degan suatu kerugian yang terang dan nyata

Jadi menurut ketentuan pasal 1324 KUH Perdata tersebut, yang dimaksud dengan paksaan adalah keadaan di mana seseorang melakukan perbuatan karena takut dengan ancaman, baik diancam dengan paksaan fisik, maupun dengan cara-cara seperti misalnya akan dibocorkan rahasianya. Tidak merupakan persoalan dari mana datangnya ancaman tersebut. Ancaman harus berupa sesuatu yang dilarang. Barang siapa mengancam debiturnya dengan upaya-upaya hukum yang diperkenankan, ia melakukan perbuatan menurut hukum.

Sebagai akibat adanya paksaan tersebut, dijelaskan dalam ketentuan pasal 1325 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Paksaan mengakibatkan batalnya suatu perjanjian tidak saja apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat perjanjian, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau istri atau sanak keluarga dalam garis ke atas maupun ke bawah.


Sedangkan mengenai pembatalan perjanjian, karena adanya suatu paksaan diatur dalam ketentuan pasal 1327 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Pembatalan suatu perjanjian berdasarkan paksaan tak lagi dapat dituntutnya, apabila setelah paksaan berhenti, perjanjian tersebut dikuatkan, baik secara dinyatakan dengan tegas, maupun secara diam-diam atau apabila seorang melampaukan waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dipulihkan seluruhnya.

Pasal 1328 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
  1. Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. 
  2. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan


Jadi menurut ketentuan pasal 1328 KUH Perdata tersebut, untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan haruslah mensyaratkan adanya tipu muslihat. Tidak cukup jika hanya kebohongan saja. Misalnya, setiap penjual selalu memuji-muji barangnya, sekalipun barangnya kurang baik.
  • Sebagai contoh : seseorang yang menjual mobilnya dengan mengatakan bahwa mobilnya adalah baru dan ternyata tidak, maka dalam hal ini hanya ada kebohongan. Berlainan halnya jika si penjual merubah kilometernya, menggosok mengkilat mobilnya sehingga menimbulkan kesan bahwa mobil tersebut adalah baru.

Demikian penjelasan berkaitan dengan perjanjian dan paksaan serta penipuan dalam perjanjian.

Semoga bermanfaat.