Disintegrasi : Pengertian, Gejala, Bentuk, Dan Dampak Disintegrasi, Serta Faktor Penyebab Disintegrasi (Teori Terjadinya Konflik)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Disintegrasi. Disintegrasi merupakan salah satu contoh dari fenomena sosial. Disintegrasi merupakan lawan dari integrasi yang berarti penyatuan untuk menjadi satu kebulatan atau menjadi utuh, disintegrasi justru akan menimbulkan gejolak sebagai akibat adanya serangkaian perpecahan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Secara umum, disintegrasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan tidak bersatu padu yang menghilangkan keutuhan dalam persatuan serta menyebabkan perpecahan. Disintegrasi juga dapat diartikan dengan suatu bentuk perilaku setiap individu atau masyarakat yang hidup dalam keadaan ketidak-teraturan, yang salah satu penyebabnya dapat dikarenakan adanya perubahan sosial yang terus menerus terjadi di setiap sisi kehidupan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disintegrasi diartikan dengan keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; dan perpecahan. Sedangkan Soerjono Soekanto, dalam “Sosiologi Suatu Pengantar”, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan disintegrasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam masyarakat dalam situasi ketidak-aturan, yang didasari pada memudarnya norma dan juga nilai yang sudah ada.


Gejala Disintegrasi. Terdapat beberapa hal yang dapat dideteksi sebagai gejala adanya disintegarasi dalam masyarakat, diantaranya adalah :
  • tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) antara anggota masyarakat mengenai tujuan yang semula dijadikan patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.
  • perilaku para warga masyarakat cenderung melawan atau melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.
  • sering kali terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di dalam masyarakat.
  • nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan baik dan maksimal sebagaimana mestinya.
  • tidak adanya konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat.
  • kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun kelompok, perang urat saraf, dan seterusnya.

Baca juga : Pranata Sosial

Bentuk Disintegrasi. Disintegrasi dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu :

1. Disintegrasi Sosial.
Disintegrasi sosial merupakan ketidak-adanya fungsi dan norma yang berjalan. Kondisi tersebut bisa dikarenakan adanya masyarakat yang kurang merasa puas dengan kondisinya, sehingga ia ingin melakukan perubahan-perubahan secara fundamental.

2. Disintegrasi Bangsa.
Disintegrasi bangsa atau disintegrasi nasional merupakan perpecahan hidup dalam masyarakat yang disebabkan karena adanya pengaruh negara lain atau negara sendiri. Salah satu penyebab adanya disintegrasi bangsa adalah tidak dapat menerima suatu perbedaan (kemajemukkan), sehingga tidak timbul sikap toleransi.

3. Disintegrasi Keluarga.
Disintegrasi keluarga merupakan disorganisasi keluarga yang disebabkan karena adanya kekurang- pahaman antar anggota keluarga. Fakta ini dapat dilihat seperti adanya kasus perceraian, broken home, pisah ranjang, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya.


Dampak Disintegrasi. Dampak yang timbul sebagai akibat adanya disintegrasi, diantaranya adalah :
  • perpecahan. Disintegrasi akan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat bahkan perpecahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak contoh yang terjadi di dunia, disintegrasi mengakibatkan suatu negara pecah menjadi beberapa negara, seperti : Uni Sovyet yang sekarang pecah menjadi banyak negara, demikian juga dengan Yugoslovakia, Cekoslovakia, Korea, dan Indonesia yang harus melepaskan salah satu propinsi (Timor Timur) menjadi negara sendiri yaitu Timor Leste.
  • munculnya masalah sosial. Disintegrasi yang terjadi dalam masyarakat dapat mendorong timbulnya berbagai masalah sosial, seperti pertikaian antar masyarakat, pembangkangan sipil hingga pemberontakan atau kudeta, dan lain sebagainya.


Faktor Penyebab Disintegrasi (Teori Terjadinya Konflik). Pada umumnya disintegrasi terjadi karena adanya konflik atau pertikaian (dalam rumah tangga atau masyarakat) yang disebabkan karena adanya kesenjangan atau perbedaan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama, maupun karena adanya serangan atau agresi dari pihak luar (peperangan). Atau gampangnya, konflik terjadi karena adanya motif untuk mencapai, merebut, dan mempertahankan keinginan dan kepentingan seseorang atau kelompok orang yang dilakukan dengan berbagai cara yang terkadang merugikan orang atau kelompok lain.

Terjadinya suatu konflik dapat dianalisa dengan menggunakan beberapa teori. Simon Fisher, et.al., dalam “Working with Conflict”, menyebutkan bahwa beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisa sebab timbulnya konflik, adalah :

1. Community Relations Theory.
Community relations theory atau teori relasi masyarakat. Menurut teori ini, konflik terjadi karena adanya polarisasi yang terus-menerus, kecurigaan, ketidak-percayaan dan pertentangan antara kelompok yang berbeda dalam masyarakat.

2. Principled Negotiation Theory.
Principled negotiation theory atau teori negosiasi berprinsip. Menurut teori ini, konflik terjadi karena adanya posisi yang bertentangan dan pandangan konflik zero-sum yang diadopsi oleh pihak berkonflik.

3. Human Needs Theory.
Human needs theory atau teori kebutuhan manusia. Menurut teori ini, Menurut teori ini, konflik terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, kebutuhan primer, psiko-sosial, termasuk pula di dalamnya keamanan, identitas, perhatian, partisipasi, dan otonomi.

4. Identity Theory.
Identity theory atau teori identitas. Menurut teori ini, konflik terjadi karena merasa adanya ancaman terhadap identitas yang dimiliki, baik pribadi atau kelompok. Konflik seperti ini seringkali berakar dari tidak terselesaikannya permasalahan atau penderitaan di masa lampau.

5. Intercultural Miscommunication Theory.
Intercultural miscommunication theory atau teori miskomunikasi antar budaya. Menurut teori ini, konflik terjadi karena adanya tipe komunikasi kultural yang bertentangan atau berbeda.

6. Conflict Transformation Theory.
Conflict transformation theory atau teori tranformasi konflik. Menurut teori ini, konflik terjadi karena adanya masalah nyata, yaitu ketidak-sertaan dan ketidak-adilan yang diekspresikan dalam persaingan dalam kerangka kerja sosial, budaya, dan ekonomi.

Sedangkan konflik yang timbul karena adanya agresi, dapat dianalisa dengan beberapa teori, sebagai berikut :

1. Teori Pembelajaran Sosial.
Menurut teori ini, agresi terbentuk karena pembelajaran dari lingkungan sekitarnya, baik melalui pengalaman langsung maupun mengamati perilaku orang lain. Albert Bandura, dalam “Aggresion : A Social Learning Analysis”, menyebutkan bahwa orang agresif dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :
  • pengalaman masa lalunya.
  • penguatan atau hukuman terhadap agresifnya.
  • persepsi orang yang bersangkutan terhadap tepat tidaknya agresi yang dilakukan.
  • antisipasinya terhadap potensi akibat yang ditimbulkan oleh tindakan agresinya.

2. Teori Dorongan.
Menurut teori ini, agresi terbentuk karena adanya kondisi-kondisi eksternal, misalnya : putus asa, kehilangan muka atau malu yang membuat orang bermotif kuat melakukan tindakan menyakitkan orang lain. N.E. Miller dan J. Dollard, dalam “Social Learning and Imitation”, menyebutkan bahwa hipotesis frustasi-agresi, yaitu bahwa frustasi adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang menimbulkan tindakan agresi. Ada hubungan erat antara perasaan negatif akibat frustasi dengan perilaku agresif.

3. Teori Insting.
Menurut teori ini, agresi terbentuk karena dorongan atau fitrah biologis manusia untuk bertindak merusak dan destruktif. Sigmund Freud, dalam “A General Introduction to Psychoanalysis”, menyebutkan bahwa agresi berasal dari insting thanatos atau keinginan untuk mati yang dimanifestasikan dengan menyerang atau menyakiti orang lain maupun diri sendiri.

4. Teori Neo-Asosiasi Kognitif.
Menurut teori ini, agresi terbentuk karena reaksi negatif terhadap pengalaman, kognisi, dan ingatan yang tidak menyenangkan. L. Berkowitz, dalam “Some Effects of Thoughts on Anti and Prosocial Influence of Media Events. A Cognitive Neo-associationist Analysis”, yang dimuat dalam Psychological Bulletin, 95, menyebutkan bahwa jika seseorang mengalami perasaan yang tidak menyenangkan, orang cenderung akan melakukan tindakan agresif atau eskapis (melarikan diri) dari keadaan tidak menyenangkan tersebut.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian disintegrasi, gejala, bentuk, dan dampak disintegrasi, serta faktor penyebab disintegrasi (teori terjadinya konflik).

Semoga bermanfaat.