Pengertian Deponering (Seponering)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Konsekuensi yang muncul dari diterapkannya konsep negara hukum adalah semua aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah harus ditaati oleh seluruh warga negara-nya tanpa kecuali, karena hukum mengikat bagi setiap orang.

Unsur utama dari negara hukum adalah :
  • persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law), dan ;
  • supremasi hukum (supremacy of law).
Oleh karena hukum negara Indonesia dijadikan suatu kaidah atau norma yang telah disepakti bersama, maka hukum harus dipertahankan dan ditaati bersama, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Pada hakekatnya, tujuan dari negara yang menganut sistem negara hukum adalah untuk mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya yang berdasarkan ketuhanan. Sedangkan salah satu usaha untuk mencapai tujuan tersebut adalah menempatkan masalah hukum pada kedudukan yang sesungguhnya sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam negara. 

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah terhadap suatu perbuatan yang nyata-nyata merupakan suatu perbuatan pidana dapat tidak dikenai sanksi pidana ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama kali yang harus diketahui bahwa dalam penegakan hukum dikenal suatu asas yang disebut asas oportunitas. Asas oportunitas dapat diartikan bahwa dalam penegakan hukum harus mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan bangsa dan negara. Asas oportunitas inilah yang menjadi dasar munculnya istilah yang sekarang dikenal dengan deponering.

Deponering merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Jaksa Agung untuk mengesampingkan suatu perkara demi kepentingan umum, setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang berhubungan dengan masalah tertentu. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 huruf (c) Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang menyebutkan bahwa "Jaksa Agung mempunyai tugas dan kewenangan  mengesampingkan perkara demi kepentingan umum". Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.

Jadi, perlu ditegaskan ulang bahwa :
  • mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 35 huruf (c) Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2004 tersebut merupakan pelaksanaan dari asas oportunitas, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
Sehingga jawaban dari pertanyaan tersebut di atas adalah selama menyangkut kepentingan bangsa dan negara, suatu perbuatan yang nyata-nyata merupakan suatu tindak pidana dapat tidak dikenai sanksi pidana.

Deponering atau Seponering ?

Penggunaan suatu istilah seringkali menimbulkan perdebatan. Dalam kaitannya dengan kewenangan untuk mengesampingkan suatu perkara pidana, penggunaan kedua istilah tersebut (deponering dan seponering) seringkali menimbulkan perdebatan di antara para ahli hukum. Mana yang benar, deponering atau seponering ? Karena kedua istilah tersebut berasal dari bahasa Belanda, maka dapat ditelusuri dari beberapa kamus Belanda - Indonesia yang memuat kedua istilah tersebut.

1. dalam Kamus Umum Belanda - Indonesia yang disusun oleh S. Wojowasito disebutkan bahwa :
  • deponering, diartikan sebagai (i) menyimpan, (ii) menaruh untuk diperiksa, (iii) menitipkan.
  • seponering, diartikan sebagai menyisihkan.

2. dalam Kamus Hukum Belanda - Indonesia yang disusun oleh Marjanne Termorshuizen disebutkan bahwa :
  • deponeren, diartikan sebagai (i) mendaftarkan, menitipkan, menyimpan, (ii) mengesampingkan perkara, memetieskan, mendeponir.
  • seponeren, berkaitan dengan zie ook, sepot, straft yang berarti mengesampingkan, mendeponir, memetieskan.

Mana di antara kedua istilah tersebut yang benar ? Pada prakteknya kedua istilah tersebut sama-sama telah digunakan. 
  • dalam buku yang berjudul "Het Recht in Indonesia" karangan W.L.G. Lemaire, menggunakan istilah seponeren dalam membahas bab tentang 'straftprocesrecht'.
  • Prof. Andi Hamzah, seorang Guru Besar Hukum Acara Pidana, menyebutkan bahwa hukum acara di Belanda menggunakan istilah seponering. Beliau menyampaikan hal tersebut setelah melakukan studi banding ke Belanda dalam rangka penyusunan Rencana Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP). 
  • dalam buku yang berjudul "Hukum Acara Pidana di Indonesia" karangan Wirjono Prodjodikoro, digunakan istilah deponeer sebagai sebutan untuk mengesampingkan perkara.
  • dalam buku yang berjudul "Hukum Acara Pidana" karangan M. Yahya Harahap seorang mantan Hakim Agung, menyebutkan istilah deponeer untuk menggambarkan situasi di mana Jaksa Agung tidak menuntut seseorang ke pengadilan dengan mengesampingkan perkaranya demi kepentingan umum.

Dalam perkembangannya sekarang, Kejaksaan Agung, para praktisi baik praktisi hukum maupun insan pers lebih sering menggunakan istilah deponering dari pada seponering.

Semoga bermanfaat.