Teori Dan Terapi Phobia

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Kartini Kartono mengartikan phobia sebagai ketakutan atau kecemasan yang abnormal, tidak rasional, tidak dapat dikontrol terhadap suatu situasi atas obyek tertentu. Menurut pendapat Kartini Kartono, phobia dapat disebabkan karena :
  • pernah mengalami ketakutan yang hebat.
  • pengalaman asli ini dibarengi dengan rasa malu dan rasa bersalah kemudian semua ditekan untuk melupakan kejadian-kejadian tersebut.
  • jika mengalami stimulus yang sama akan timbul respon yang bersyarat kembali, sungguhpun peristiwa pengalaman yang asli sudah dilupakan.

Teori Phobia. Selain itu, phobia juga dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa hal seperti faktor genetik, lingkungan, trauma terhadap benda tertentu, dan lain sebagainya. Terdapat beberapa teori yang bisa digunakan untuk menjelaskan sebab terjadinya phobia pada diri seseorang. Beberapa teori tentang phobia adalah sebagai berikut :

1. Teori Psikoanalisa. Phobia adalah cara ego untuk menghindari konfrontasi dengan masalah sebenarnya. Phobia merupakan pertahanan terhadap kecemasan yang disebabkan oleh impuls-impuls id yang ditekan. Kecemasan tersebut dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan berpindah ke suatu obyek atau situasi yang memiliki koneksi simbolik dengannya. Teori psikoanalisa ini pertama kali dikemukakan oleh Freud.

2. Teori Behaviorial.
Teori behaviorial memfokuskan dirinya pada pembelajaran sebagai cara berkembangnya phobia, salah satunya adalah apa yang dikenal dengan Avoidence Conditioning. Teori ini menjelaskan bahwa behaviorial tentang phobia merupakan respons avoidence yang dipelajari. Formulasi avoidence conditioning didasarkan pada teori dua faktor yang dikemukakan oleh Mowrer, yang juga menyatakan bahwa phobia berkembang dari dua rangkaian pembelajaran yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut :
  • Classical conditioning, yaitu seseorang dapat belajar untuk takut pada suatu stimulus (CS) jika stimulus tersebut dipasangkan dengan kejadian yang secara intrinsik menyakitkan atau menakutkan (UCS).
  • Operant conditioning, yaitu seseorang dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut dengan menghindari suatu stimulus (CS). Respons dipertahankan oleh konsekuensi mengurangi ketakutan yang menguatkan.

Forsyth dan Eilert berpendapat bahwa mungkin ketiadaan suatu kejadian yang secara instrinsik menyakitkan atau menakutkan (UCS) tersebut bukanlah merupakan hal yang penting, karena kunci  atas ketakutan yang dikondisikan adalah berupa ketegangan fisiologis yang mendalam (UCR). Oleh karena beberapa alasan yang tidak disadarinya, dapat secara salah menyimpulkan bahwa situasi yang tidak berbahaya telah menyebabkan ketegangan dan ketakutan tersebut sehingga dapat menimbulkan phobia. Tetapi jika situasi yang dihadapi seseorang tidak bersifat traumatis, maka tidak terdapat  suatu kejadian yang secara instrinsik menyakitkan atau menakutkan (UCS) yang jelas.

Selain dari dua rangkaian pembelajaran tersebut (classical conditioning dan operant conditioning), phobia juga dapat terjadi melalui mekanisme : Modelling. Beberapa phobia dapat terjadi tanpa adanya paparan  kejadian yang secara intrinsik menyakitkan atau menakutkan (UCS). Ketakutan dapat terjadi dengan cara meniru reaksi orang lain (modelling) bukan melalui pengalaman yang tidak menyenangkan terhadap obyek atau situasi yang ditakuti. Jadi respons-respons emosional dapat dipelajari dengan menyaksikan suatu model. Pembelajaran phobia melalui modelling ini diantaranya meliputi :
  • Vicarious Learning. Vicarious learning merupakan pembelajaran terhadap rasa takut dengan mengamati orang lain secara umum. Vicarious learning juga dapat terjadi melalui instruksi verbal, yaitu melalui deskripsi yang diberikan orang lain tentang apa yang mungkin terjadi selain melalui observasi terhadap ketakutan orang lain.
  • Prepared Learning. Prepared learning merupakan pembelajaran yang dipersiapkan. Pada umumnya orang-orang hanya takut pada obyek atau stimulus tertentu. Fakta bahwa stimulus yang netral, yang disebut stimulus yang dipersiapkan, lebih mungkin dibanding stimulus lain untuk menjadi stimulus lain yang dikondisikan secara klasik yang mungkin berperan terhadap kecenderungan ini. Prepared learning juga relevan dengan mempelajari ketakutan melalui modelling.

3. Teori Kognitif.
Sudut pandang kognitif terhadap phobia berfokus pada bagaimana proses berpikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana pikiran dapat membuat phobia menetap. Kecemasan dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih besar untuk menanggapi stimulus negatif, menginterpretasi informasi yang tidak jelas sebagai informasi yang mengancam, dan mempercayai bahwa kejadian negatif memiliki kemungkinan lebih beasar untuk terjadi di masa mendatang.

Terapi Phobia. Ada beberapa terapi yang berupa teknik pendekatan tertentu yang bisa dilakukan untuk mengobati penderita phobia. Beberapa pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
  • Pendekatan Psikoanalis. Secara umum semua penanganan psikoanalis terhadap phobia berupaya mengungkapkan konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan dalam tradisi psikoanalis untuk membantu mengangkat depresi.
  • Pendekatan Behavioral. Desensitisasi sistematik merupakan terapi behavioral utama yang pertama kali digunakan secara luas untuk menangani phobia. Selain itu, pendekatan behavioral juga dapat dilakukan dengan teknik flooding, yaitu teknik terapi di mana klien dipaparkan dengan sumber phobia dengan intensitas penuh. Rasa tidak nyaman ekstrem menjadi bagian yang tidak terhindarkan dalam prosedur ini. Teknik flooding biasa akan dipakai sebagai jalan terakhir apabila teknik pemaparan secara bertingkat tidak membuahkan hasil. Teknik yang lain yang biasa digunakan adalah teknik modeling, yaitu teknik yang menggunakan pemaparan terhadap berbagai situasi yang ditakuti. Dalam terapi modeling, klien yang ketakutan  melihat orang lain yang berinteraksi dengan obyek melalui film atau secara langsung penderita phobia tanpa rasa takut.
  • Pendekatan Kognitif. Terapi kognitif bagi phobia spesifik dipandang dengan skeptis karena karakteristik utama penentu phobia yaitu rasa takut penderita phobia,  diakui oleh penderitanya sebagai rasa takut yang berlebihan dan tidak beralasan. Jadi jika penderita phobia mengakui hal seperti itu, lantas apa yang bisa dilakukan oleh terapi kognitif.
  • Pendekatan Biologis. Dengan menggunakan obat-obatan untuk mengurangi kecamasan. Biasanya untuk mengurangi kecemasan tersebut digunakan obat jenis propanediol dan benzodiazepine. Obat-obatan yang pada awalnya dikembangkan untuk menangani depresi, dewasa ini biasa digunakan untuk menangani gangguan phobia.

Semoga bermanfaat.