Seringkali kita merasa berat kalau harus menjual, memberikan, atau bahkan membuang barang-barang yang kita punya. Apalagi barang-barang tersebut mempunyai nilai historis atau merupakan kesayangan kita. Berbagai macam cara akan kita lakukan untuk mengupayakan tetap menyimpan barang-barang tersebut. Kalau jumlahnya sedikit, tidaklah menjadi masalah, kalau jumlahnya banyak ?
Saat rumah kita sudah mulai sesak dengan tumpukan barang-barang, dan kita tetap merasa berat untuk mengurangi barang-barang tersebut, maka bertanyalah pada diri kita... apakah kita seorang hoarder ?
Apakah hoarder itu ? Istilah hoarder berasal dari bahasa Inggris yang berarti penimbun. Sedangkan kegiatan menimbun barang disebut hoarding. Hoarding atau suka menimbun barang-barang yang tidak ada nilainya termasuk gangguan kejiwaan kompulsif. Hoarding terjadi karena adanya rasa kesulitan untuk membuang atau sulit untuk berpisah dengan barang-barang karena merasa perlu untuk menyelamatkannya. Hoarding juga bisa diartikan sebagai sebuah kegiatan menimbun barang yang tidak ada nilainya dalam jumlah besar. Oleh karena itu, orang dengan gangguan hoarding biasanya menyimpan barang-barang karena :
- Penderita hoarding percaya bahwa barang-barang tersebut akan dibutuhkan atau memiliki nilai di masa depan.
- Barang-barang tersebut memiliki makna emosional yang penting,
- Penderita hoarding merasa lebih aman saat dikelilingi oleh hal-hal yang mereka simpan.
- Penderita hoarding menilai suatu barang terlalu tinggi dari yang seharusnya.
International Obsessive Compulsive Disorder Foundation, menyebutkan bahwa orang yang berkarakter hoarder adalah mereka yang merasa kesulitan membuang, mendaur ulang, menjual, atau menyumbangkan barang-barangnya sehingga mempengaruhi kondisi hidup hingga tempat tinggal mereka.
Penyebab Gangguan Hoarding. Banyak faktor yang bisa menyebabkan seseorang menjadi hoarder, diantaranya adalah faktor lingkungan keluarga termasuk genetika, depresi, isolasi sosial dan kurang perhatian. Usia juga merupakan faktor penyebab seseorang menjadi hoarder. Seseorang yang berusia lanjut lebih rentan menjadi hoarder karena barang-barang yang dimilikinya mempunyai kenangan di hidup mereka. Hal tersebut yang membuat orang-orang berusia lanjut merasa sayang kalau harus membuang barang-barang yang dimilikinya tersebut.
Gejala Gangguan Hoarding. Gangguan hoarding mempengaruhi emosi, pikiran, dan perilaku penderitanya. Kesulitan membuang barang-barang biasanya merupakan gejala gangguan hoarding. Gejala gangguan hoarding tersebut biasanya di mulai sejak usia remaja. Semakin orang tersebut tumbuh dewasa, maka gejala biasanya di mulai dengan menyimpan barang-barang yang tidak perlu, semakin usianya bertambah maka gejala hoarder akan semakin parah dan semakin susah untuk diobati. Gejala orang dengan gangguan hoarding, diantaranya adalah :
- Marah jika barang dirapikan. Gejala ini terlihat sejak usia remaja, penderita hoarder akan merasa kesal apabila ada orang yang membersikan dan merapikan barang-barangnya.
- Banyak menyimpan barang. Seorang hoarder akan menyimpan barang-barang yang tidak dibutuhkan, ia cuma berpendapat barang yang disimpannya akan berguna suatu hari nanti.
- Mudah tersinggung dan marah jika diajak ngomong masalah barang. Seorang hoarder akan marah apabila kita mempertanyakan barang-barang yang disimpannya, sementara barang-barang itu jelas barang yang tidak penting.
- Ketidak-mampuan untuk berpisah dengan barang-barang apapun yang dimilikinya, terlepas dari masalah harga barang tersebut.
- Kesulitan mengelola kegiatan sehari-hari. Seorang dengan gangguan hoarding cenderung untuk selalu menunda-nunda aktivitasnya, hal ini salah satunya karena ia kesulitan untuk mengambil keputusan.
Apakah penderita hoarding dapat disembuhkan ? Yang harus diketahui pertama kali adalah bahwa penderita hoarding memiliki sifat labil, susah mengambil keputusan, dan mempunyai kesulitan dalam mengorganisir. Kalau kecenderungan hoarding tersebut belum parah, akan relatif lebih mudah untuk mengatasinya. Kita bisa membantu penderita hoarding untuk membereskan dan merapikan barang-barangnya. Membuang atau menyumbangkan barang-barang yang tidak diperlukannya. Untuk penderita hoarding yang tergolong berat, dibutuhkan kesabaran lebih untuk mengatasinya. Kalau dirasa perlu, bawa penderita hoarding ke psikolog atau psikiater. Beberapa cara yang bisa diusahakan untuk mengatasi gangguan hoarding adalah sebagai berikut :
- Memberi pengertian bahwa kebiasaan menimbun barang yang tidak penting atau tidak terpakai merupakan suatu penyakit atau gangguan kejiwaan. Hal ini perlu dilakukan karena seorang penderita hoarding tidak merasa kalau kebiasaannya menimbun barang tersebut sudah tergolong suatu gangguan kejiwaan.
- Memberikan pemahaman tentang akibat atau bahaya dari kebiasaannya (perilaku) menimbun barang. Kita jelaskan bahwa menimbun barang-barang yang tidak penting dan tidak terpakai akan membahayakan diri sendiri. Timbunan barang-barang tersebut dapat menjadi sumber berbagai macam penyakit.
- Membantu mengatur dan merapikan barang-barang penderita hoarding. Setelah hoarder paham dan menyadari kebiasaan buruk dari menimbun barang, maka pelan-pelan kita ajak dan bantu hoarder untuk memisahkan barang-barangnya. Barang-barang yang berguna kita bantu untuk membereskan dan merapikannya. Sedangkan barang-barang yang tidak bernilai (sampah) kita minta untuk hoarder membuangnya.
Lantas apa bedanya hoarder dan kolektor ? Perbedaaan antara hoarder dan kolektor adalah sebagai berikut :
*Hoarder :
- dorongan rasa untuk memiliki dan menyimpan barang terlalu besar.
- barang yang disimpan merupakan barang-barang yang tidak bermanfaat, bahkan bisa disebut sampah.
- tidak membatasi diri untuk menimbun barang apapun.
*Kolektor
:
- barang yang disimpan merupakan barang yang memiliki nilai, memberikan identitas diri dan personal history.
- kolektor membatasi dirinya terhdap barang-barang yang dikoleksi, apabila sudah dirasa berlebihan ia akan mengurang atau menjual barang-barang tersebut.
Kebiasaan menimbun barang dapat membahayakan keselamatan hoarder. Barang-barang yang tidak terpakai dan tidak ada nilainya tersebut berpotensi menjadi sumber kebakaran, sumber penyakit, atau akan menjadi habitat dari binatang-binatang pembawa bibit penyakit, seperti tikus, nyamuk, dan lain-lain. Tidak hanya beresiko pada diri penderita hoarding sendiri, tetapi juga beresiko buat orang-orang di sekitarnya.
Demikian penjelasan berkaitan dengn hoarder dan perbedaannya denga kolektor.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.