Pulo Geulis, Bukti Adanya Pluralisme Dan Toleransi Di Indonesia

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pulo Geulis merupakan sebuah perkampungan yang terletak di dalam wilayah Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Salah satu keunikan dari Pulo Geulis ini karena letaknya yang berada di percabangan aliran sungai Ciliwung, yang membuat wilayah, atau tepatnya disebut daratan, ini berada di tengah-tengah aliran sungai Ciliwung.

Kehidupan masyarakat Pulo Geulis merupakan bukti nyata dari adanya pluralisme dan toleransi beragama yang ada di Indonesia. Pulo Geulis dihuni  oleh penduduk lokal dan etnis Tionghoa yang hidup berdampingan. Agama yang dianutpun beraneka ragam dari Islam, Nasrani, Budha, dan Konghucu. Mereka hidup rukun dan saling menghargai antara etnis satu dengan etnis yang lain, antara umat beragama yang satu dengan umat beragama yang lain. 

Adanya pluralisme dan toleransi beragama di daratan seluas lebih kurang 1,7 hektar ini, dapat dilihat di Klenteng Pan Kho Bio atau sering juga disebut Vihara Mahabrahma. Vihara yang terletak di tengah pemukiman padat penduduk ini, pluralisme dan toleransi terlihat jelas.  Di Vihara Mahabrahma ini tidak hanya warga Budha atau  Konghucu saja yang beribadah di sana, tapi umat beragama lain yang berkunjung ke vihara tersebut juga melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Sebagai contoh bentuk toleransi, pengurus vihara menyediakan mushola sebagai tempat sholat bagi umat beragama Islam, lengkap dengan sajadah dan mukena untuk muslimah yang hendak melakukan sholat di situ. Biasanya setiap malam jumat, banyak warga yang datang untuk melakukan tawasulan di vihara. Bahkan sejak tahun 2012 yang lalu, saat bulan Ramadhan, pihak vihara mengadakan acara buka puasa dengan mengundang masyarakat muslim di sekitar vihara. Tidak hanya itu, di saat perayaan hari besar umat Konghucu seperti Imlek, masyarakat sekitar juga turut berpartisipasi dengan membantu menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar vihara secara suka rela tanpa imbalan apapun.   


Sebagai wilayah yang unik, tentunya juga akan ada banyak cerita tentang Pulo Geulis ini. Tidak ada yang tahu dengan pasti sejak kapan dan bagaimana daratan di tengah aliran sungai Ciliwung itu terbentuk. Sejak pertama kali ditemukan, sekitar tahun 1700-an, daratan itu memang sudah seperti itu. Masyarakat sekitar percaya, bahwa Pulo Geulis sudah ada dan dihuni sejak jaman Kerajaan Padjajaran. Bahkan tempat yang sekarang menjadi Vihara Mahabrahma, diyakini sudah ada sejak jaman Kerajaan Padjajaran. Tempat tersebut diyakini sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan saat mereka melangsungkan acara kerajaan, seperti moro (berburu) dan parakan (menangkap ikan tanpa alat) di Pulo Geulis. Keyakinan masyarakat tersebut diperkuat dengan fakta bahwa pada saat vihara ini ditemukan, beberapa tempat di Pulo Geulis masih dalam kondisi hutan belantara, dan hanya tempat itulah yang sudah memiliki penduduk. Selain itu, di sekitar vihara juga banyak ditemukan batu-batu jaman megalitikum yang kemungkinan dijadikan batu monolite oleh keluarga Kerajaan Padjajaran

Satu lagi cerita unik dari Pulo Geulis adalah penamaan dari daratan tersebut. Sebelum bernama Pulo Geulis, daratan tersebut bernama Pulo Parakan Baranangsiang, nama yang mengacu pada acara yang dilangsungkan oleh Kerajaan Padjajaran. Pada saat ditemukan, daratan ini memang sudah dihuni oleh beberapa kelurga. Kepadatan penduduk di Pulo Geulis ini mulai terjadi sekitar tahun 1950-an. Wilayah ini dijadikan tempat pemindahan satu kampung di dekat Kebun Raya Bogor. Menurut cerita, sejak saat itu menjelang sore hari sering terlihat penampakan gadis cantik (dalam bahasa Sunda, cantik adalah geulis) di sebelah selatan Pulo Parakan Baranangsiang. Dari cerita itulah asal mula daratan ini kemudian bernama Pulo Geulis. Terlepas dari cerita tersebut, melihat kehidupan masyarakat Pulo Geulis ini, lebih tepat kalau kata cantik (geulis) yang melekat pada nama Pulo Geulis sekarang, merujuk pada adanya kerukunan hidup, pluralisme, dan toleransi beragama masyarakat Pulo Geulis.

Adanya perbedaan bukan berarti masyarakat tidak bisa menyatu. Kehidupan masyarakat Pulo Geulis yang menganut nilai pluralisme adalah potret harmonis bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk dapat hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain.  

Semoga bermanfaat.