Salah satu dari asas hukum pidana adalah ne bis in idem, yaitu tidak melakukan pemeriksaan untuk yang kedua kalinya mengenai tindakan yang sama, yang telah diputus oleh hakim dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Perumusan ketentuan asas ne bis in idem tercantum dalam ketentuan pasal 76 KUH Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yang menyebutkan bahwa :
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi (herziening), orang tidak boleh dituntut dua kali karena tindakan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
(2) Jika putusan yang menjadi tetap berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindakan pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal :
- putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau pelepasan dari tuntutan hukum.
- putusan berupa pemidanaan dan pidananya telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
Asas ne bis in idem muncul didasarkan atas pertimbangan harus adanya kepastian hukum dalam masyarakat, dalam arti bahwa dalam suatu kasus yang diduga merupakan tindakan pidana yang dilakukan oleh seseorang, harus ada akhir dari pemeriksaan atau penuntutannya, serta ada akhir dari berlakunya ketentuan pidana terhadap suatu delik tertentu. Dengan kata lain, asas dimunculkan untuk menghindari dua putusan terhadap pelaku dan tindakan yang sama.
Selain dari apa yang disebut di atas, tujuan dari asas ne bis in idem adalah untuk menjaga agar kewibawaan negara tetap dijunjung tinggi, yang berarti juga menjamin kewibawaan hakim, serta agar terpeliharanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Asas ne bis in idem berlaku jika suatu putusan hakim dikatakan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maksudnya adalah apabila upaya hukum yang biasa, yaitu perlawanan, banding, dan kasasi, tidak dapat lagi digunakan, baik karena telah lewatnya waktu ataupun karena tidak dimanfaatkan (putusan diterima oleh para pihak). Putusan hakim dapat berupa :
- Pemidanaan, apabila terbukti bahwa pelaku telah melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan, dan hakim mempunyai keyakinan akan hal tersebut.
- Pembebasan dari dakwaan, apabila kesalahan dari terdakwa tidak terbukti, atau apabila ada peniadaan kesalahan dari pelaku.
- Pelepasan dari segala tuntutan hukum, apabila tindakan yang didakwakan itu memang terbukti, akan tetapi ternyata tidak merupakan suatu tindak pidana, atau apabila ada peniadaan sifat melawan hukum dari tindakan tersebut.
Jika keputusan hakim tidak berisikan salah satu dari yang tersebut di atas, maka masih dimungkinkan untuk mengajukan penuntutan yang kedua. Contoh keputusan hakim yang yang berisikan selain ketiga hal tersebut di atas, adalah :
- Putusan hakim yang berisi ketidakwenangan hakim,
- Putusan hakim yang berisi pembatalan surat dakwaan atau hapusnya hak penuntutan,
- Putusan hakim yang berisi pernyataan tidak dapat diterimanya penuntutan.
Jadi, agar suatu perkara pidana tidak dapat diperiksa untuk kedua kali (ne bis in idem), diperlukan adanya syarat-syarat, yaitu :
- Perbuatan yang didakwakan, untuk kedua kalinya, adalah sama dengan yang didakwakan terdahulu.
- Pelaku yang didakwa, untu yang kedua kalinya, adalah sama.
- Putusan yang pertama terhadap tindakan yang sama tersebut, telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Demikian penjelasan berkaitan dengan Ne Bis In Idem.
Semoga bermanfaat.