Pertanyaan yang sering muncul dalam kaitannya dengan masalah tempat kejadian tindak pidana adalah bagaimna cara penyelesaian, apabila terjadi suatu tindak kejahatan yang dilakukan di atas sebuah kapal yang sedang berlayar di perairan internasional ?
Salah asas dalam hukum pidana adalah asas teritorial, suatu asas pemberlakuan hukum pidana berdasarkan tempat kejadian. Karena tindak kejahatan tersebut terjadi di atas sebuah kapal yang sedang berlayar di perairan internasional, untuk dapat memberlakukan asas teritorial, harus dilihat kapal tersebut berbendera mana. Misalkan berbendera Indonesia, maka untuk menyelesaikan tindak kejahatan tersebut dengan menggunakan hukum pidana Indonesia.
Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), menyebutkan bahwa :
Salah asas dalam hukum pidana adalah asas teritorial, suatu asas pemberlakuan hukum pidana berdasarkan tempat kejadian. Karena tindak kejahatan tersebut terjadi di atas sebuah kapal yang sedang berlayar di perairan internasional, untuk dapat memberlakukan asas teritorial, harus dilihat kapal tersebut berbendera mana. Misalkan berbendera Indonesia, maka untuk menyelesaikan tindak kejahatan tersebut dengan menggunakan hukum pidana Indonesia.
Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), menyebutkan bahwa :
"Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam wilayah Indonesia."
Pasal 2 KUH Pidana tersebut berkaitan dengan wilayah, yaitu di mana undang-undang pidana Indonesia berlaku di wilayah Indonesia, pelaku tindak pidana berada di wilayah Indonesia, dan tindak pidana tersebut terjadi di wilayah Indonesia. Demikian itu, Pasal 2 KUH Pidana mengutamakan asas teritorialitas.
Yang terpenting dalam asas teritorialitas adalah tentang wilayah dalam hubungannya dengan berlakunya undang-undang hukum pidana. Yang diutamakan adalah batas-batas wilayah di mana undang-undang hukum pidana tersebut berlaku. Jika hukum pidana tersebut dikaitkan dengan pelakunya, yang menjadi pertimbangan adalah batas-batas wilayah tempat pelaku melakukan tindakannya, atau batas-batas wilayah di mana tindak pidana terjadi.
Penerapan asas teritorialitas dalam hukum pidana di Indonesia adalah berpangkal dari pemikiran bahwa hukum pidana mengikat bagi siapa saja, baik penduduk ataupun bukan. Hal tersebut didasarkan pada bahwa setiap negara yang berdaulat wajib memelihara sendiri ketertiban hukum dalam wilayahnya.
Batas wilayah Negara Republik Indonesia dalam hubungannya dengan daerah berlakunya undang-undang hukum pidana Indonesia, pada umumnya ditentukan dengan perjanjian-perjanjian perbatasan antara negara-negara yang berbatasan. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa wilayah Negara Republik Indonesia adalah bekas wilayah Hindia Belanda dulu, dari Sabang sampai Merauke, dengan batas-batas wilayah negara sebagaimana yang kita ketahui saat ini, termasuk perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia berdasarkan landas kontinen wilayah Indonesia. Sehingga apabila :
- terjadi perbuatan atau peristiwa di atas atau di bawah landas kontinen wilayah Indonesia, berlaku hukum dan segala peraturan perundang-undangan Indonesia.
- istalasi-instalasi dan alat-alat di landas kontinen Indonesia yang dipergunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam dinyatakan sebagai daerah pabean Indonesia (daerah maritim Indonesia).
Sedangkan batas-batas udara wilayah Republik Indonesia adalah udara yang berada di atas daratan dan lautan wilayah Republik Indonesia.
Selain itu, yang termasuk wilayah Negara Republik Indonesia di mana hukum pidana Indonesia diberlakukan adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3 KUH Pidana, menyebutkan bahwa :
"Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia".
Yang dimaksud dengan kendaraan air atau pesawat udara Indonesia adalah kendaraan air atau pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia. Termasuk juga kendaraan air atau pesawat udara asing yang disewa tanpa awak dan dioperasikan oleh perusahaan Indonesia.
Ditinjau dari sudut penggunaan asas teritorialitas tersebut, dapat dikatakan bahwa apabila seseorang melakukan kejahatan dalam bentuk apapun (tindak pidana) di atas alat kendaraan air atau di atas pesawat udara yang terdaftar di Indonesia, maka terhadap pelaku tindak pidana tersebut akan dikenakan ketentuan pidana Indonesia.
Dalam hukum internasional dikenal suatu asas yang berbunyi "kapal adalah teritoir". Asas tersebut berlaku mutlak untuk kapal perang, baik kapal laut maupun kapal udara. Kapal perang, baik laut maupun udara, adalah setiap angkutan laut atau udara yang digunakan untuk keperluan Angkatan Laut atau Angkatan udara, dan dipimpin oleh seorang militer Angkatan Laut atau Angkatan Udara.
Demikian penjelasan berkaitan dengan berlakunya hukum pidana berdasarkan tempat kejadian (asas teritorialitas).
Semoga bermanfaat.