Augustinus : Kebahagiaan Dan Transendensi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Augustinus lahir tahun 354 Masehi di Tagaste, Afrika Utara. Augustinus seorang Kristiani, ia merupakan salah satu dari guru besar umat Kristiani. Pemikirannya sampai dengan abad ketigabelas benar-benar menguasai teologi di gereja barat. Augustinus meninggal dunia pada tahun 430 Masehi  di kota Hippo, Afrika. Sampai dengan hari ini Augustinus tetap termasuk pemikir paling berpengaruh dalam budaya Kristiani Barat, terutama dalam berbagai aliran Protestantisme. Oleh umatnya Augustinus dianggap sebagai orang suci, karena itulah ia disebut Santo Augustinus.

sumber : wikipedia.com
Augustinus merupakan seorang guru ilmu bicara atau rhetor. Semasa muda Augustinus tertarik pada aliran Manikeisme, yaitu suatu aliran yang berasal dari Persia yang ajarannya dualistik. Aliran Manikeisme menyatakan bahwa realitas terdiri atas dua prinsip dasar yaitu : yang baik (cahaya, Allah, atau roh) dan yang jahat (kegelapan atau materi). Setelah dewasa Augustinus pindah ke Roma, saat itu ia meninggalkan ajaran Manikeisme untuk menjadi penganut Skeptisisme sebelum akhirnya ia bergabung dengan ajaran Neoplatoisme

Augustinus merupakan seorang filsuf dan teolog. Ia mencari sistesis antara rasionalitas Yunani dan iman Kristiani. Buah tulisannya yang terkenal adalah Confessiones (Pengakuan), yang merupakan otobiografi pertama yang dikenal dalam sejarah sastra, dan De Civitate Dei (Tentang Komunitas Allah). Apa yang ditulisnya tersebut tidak hanya penting bagi teologi Kristiani, melainkan juga merupakan sumbangan besar kepada pemikiran murni filosofis. Etika Augustinus yang mengangkat kembali intuisi dasar Plato amat menentukan seluruh pemikiran teologi moral di dunia Barat selanjutnya.

Menurut Augustinus hidup yang baik dalam arti moral adalah hidup menuju kebahagiaan. Kebahagiaan itulah tujuan manusia dan etika mengajarkan jalan ke tujuan tersebut. Etika dalam pengertian Augustinus adalah ajaran tentang hidup yang bahagia. Meskipun titik tolak etika Augustinus sama dengan etika Yunani sebelumnya, pada Augustinus terdapat dimensi baru yang secara radikal mengubah seluruh sepak terjang dan warna etika yaitu kesadaran akan transendensi. Perspektif etika Yunani adalah kehidupan di dunia ini, tidak membahas tentang keadaan sesudah kematian. Sedangkan bagi Augustinus, manusia mencapai identitas definitifnya justru apabila ia berhadapan dengan Penciptanya, Allah. Transendensi manusia berakar dalam tansendensi Allah. Karena itu, yang membedakan etika Augustinus dari etika filsafat Barat sebelumnya adalah dimensi transenden. 


Allah yang diyakini Augustinus bukan sebuah prinsip abstrak atau semacam daya kosmis, melainkan Allah yang personal dalam arti Allah yang menyapa manusia, yang mengarahkan kehidupannya, yang turut campur dalam sejarah manusia melalui para nabi, melalui wahyu yang semuanya peristiwa historis dan bukan mitos. Menurut Augustinus, kebahagiaan manusia tidak dapat dicari di luar Allah. Hanya dalam Allah manusia dapat mencapai kebahagiaannya.

Allah merupakan kebahagiaan manusia, dapat dipandang dari dua sudut, yaitu sudut objektif dan sudut subjektif. Secara objektif, Allah adalah nilai tertinggi. Tak ada yang baik kecuali karena kaitannya dengan Allah. Apapun yang baik mendapat kebaikannya dari Allah, apapun yang bernilai, bernilai karena berpartisipasi dalam nilai mutlak, yaitu Allah adalah prinsip terakhir segala nilai moral. Karena manusia diciptakan oleh Allah, hakikat manusia senantiasa sudah mengarah kepada Allah. Allah adalah rahasia hakekat manusia. Karena itu, menurut Augustinus manusia secara batin selalu sudah tertarik kepada Allah. Itu juga berarti bahwa ia tertarik kepada yang baik. 

Kebahagian yang sebenarnya terletak dalam menyatunya nilai objektif dan nilai subjektif itu, dalam menyatunya dorongan hati, yaitu cinta kasih, dengan sumber dan tujuan objektifnya yaitu Allah. Dalam tujuan kita, Allah, keberhasilan hidup menyatu dengan idea Yang Baik, pencapaian identitas kita sepenuhnya dengan nilai tertinggi objektif. Makin kuat hati orang diresapi oleh cinta kepada Allah, makin lurus dan betul arah kehidupannya. Karena itu tujuan hidup manusia adalah persatuan dengan Allah. Persatuan itulah kebahagiaannya. Augustinus mendefinisikan kebahagiaan sebagai ketenteraman. Manusia akan selalu merindukan ketenteraman.

Demikian penjelasan berkaitan dengan kebahagiaan dan transendensi Augustinus.

Semoga bermanfaat.