Sanksi-Sanksi Penataan Hukum Internasional

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Suatu persoalan dalam hukum internasional adalah sejauh mana sanksi-sanksi, termasuk sanksi-sanksi dengan kekuatan ekstern, dapat dikenakan menurut hukum internasional, untuk menjamin penaatan kaidah-kaidah tersebut. Suatu pendapat ekstrim adalah bahwa hukum internasional merupakan suatu sistem tanpa sanksi-sanksi. Walaupun tidak sepenuhnya benar bahwa tidak ada sarana pemaksa suatu negara untuk mematuhi hukum internasional. Sebagai suatu contoh bentuk sanksi klolektif untuk menegakkan hukum internasional adalah sebagaimana tercantum dalam : 
  • Bab VII Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 26 Juni 1945, yang menyatakan bahwa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam hal terjadi suatu ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian, atau tindakan agresi, dapat menetapkan tindakan pemaksaan terhadap negara tertentu untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional, sejauh negara yang bersangkutan melanggar hukum internasional.
  • Pasal 94 ayat 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyatakan bahwa apabila suatu negara yang menjadi pihak dalam perkara yang diajukan ke muka International Court of Justice, tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya berdasarkan keputusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah, maka Dewan Keamanan atas permohonan negara lain, yang menjadi pihak lawan dalam perkara yang sama, dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi atau memutuskan mengenai tindakan yang harus diambil untuk terlaksananya putusan tersebut.

Hanya saja yang perlu diketahui bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak memperkenankan penggunaan kekerasan dalam bentuk apapun, baik secara kolektif atau secara individual, untuk menegakkan hukum internasional pada umumnya.

Apabila kata sanksi dipakai dalam pengertian luas mencakup langkah-langkah, prosedur-prosedur, dan sarana-sarana untuk memaksa suatu negara mematuhi kewajiban-kewajibannya menurut hukum internasional, maka Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak selengkapnya memuat sanksi-sanksi yang dapat dijalankan di bidang hukum internasional yang berbeda. 

Meskipun sanksi-sanksi dimungkinkan menurut Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, bersama-sama dengan tekanannya yang dapat diterapkan untuk memaksa suatu negara mematuhi hukum internasional, namun masih tetap merupakan kenyataan bahwa masyarakat internasional belum memberikan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa suatu kekuasaan tetap untuk menjamin kepatuhan kepada hukum, sama dengan yang ada dalam suatu negara modern.

Persoalannya kemudian adalah apakah dengan tidak adanya sama sekali kekuatan eksternal yang terorganisasi berarti mengurangi karakter hukum dari hukum internasional ? Dalam kaitannya dengan hal tersebut, mungkin ada manfaatnya memperbandingkan hukum internasional dengan hukum kanonik (canon law), yaitu hukum Gereja Katolik. Perbandingan tersebut lebih tampak jelas dalam awal sejarah hukum bangsa-bangsa pada saat mana kekuatan mengikat kedua sistem hukum tersebut dilandaskan sedemikian jauh kepada konsep hukum alam. Hukum kanonik seperti juga hukum internasional tidak didukung oleh kekuasaan ekstern yang terorganisasi, meskipun terdapat penghukuman-penghukuman tertentu bagi para pelanggar kaidah-kaidahnya. 

Namun begitu, bahwa ada sanksi-sanksi yang nyata bagi kaidah-kaidah hukum internasional, sedikitnya yang membebankan kewajiban-kewajiban terhadap individu-individu. Sebagai contoh adalah :
  • Orang-orang yang secara bertentangan dengan hukum internasional, melakukan kejahatan perang, paling tidak tunduk pada penghukuman sebagai bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan hukum nasional. 
  • Kejahatan internasional perompakan jure gentium, setiap negara berhak menangkap, mengadili, dan menghukum apabila terbukti bersalah orang-orang yang dinyatakan bersalah melakukan kejahatan tersebut.

Suatu kekuatan mengikat hukum internasional yang mencakup semua hal dan keadaan sangatlah sulit dilakukan. Memang ada yang sifatnya menonjolkan keilmuan dan pikiran bahwa [enjelasan yang komprehensif perlu atau diharapkan adanya.

Di samping sanksi-sanksi dan tekanan-tekanan sebagaimana dikemukakan di atas, unsur-unsur pokok yang memperkuat karakter mewajibkan kaidah-kaidah hukum internasional adalah fakta bahwa negara-negara akan mempertahankan hak-hak berdasarkan kaidah-kaidah tersebut terhadap negara-negara lain yang mereka pandang sudah seharusnya menaati kaidah-kaidah tersebut, dan bahwa negara-negara mengakui hukum internasional sebagai kaidah yang mengikat terhadap mereka. Apabila negara-negara tidak menghormati kaidah-kaidah ini, hukum internasional tidak pernah akan ada. Permasalahan tentang kekuatan mengikat dari hukum internasional pada akhirnya mengubah diri menjadi suatu persoalan yang tidak ada bedanya dengan sifat mewajibkan dari hukum pada umumnya.

Demikian penjelasan berkaitan dengan sanksi-sanksi penataan Hukum Internasional.

Semoga bermanfaat.