Plato Dan Ajaran Tentang Idea

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Plato lahir pada tahun 427 SM dari keluarga bangsawan Athena, di tengah-tengah kekacauan perang Pelopones. Plato merupakan murid dari Sokrates. Setelah Sokrates dihukum mati, Plato pindah ke daerah Megara untuk meneruskan ajaran dari Sokrates. Saat usianya menginjak 40 tahun, Plato pindah ke istana Dionysios I di kota Sirakatus, Sisilia. Melalui istana inilah, Plato ingin merealisasikan cita-citanya tentang penguasa yang adil.

gambar : coursera.org
Namun, apa yang diinginkan dan dicita-citakannya gagal total, bahkan Plato hampir saja dijual  sebagai budak di pasar kota Aegina oleh sang raja, andaikata tidak kebetulan dilihat dan ditebus oleh seorang temannya. Plato akhirnya kembali ke Athena. Di kota Athena ini, Plato mendirikan Akademia, sekolah yang terkenal tempat ia mengajar. Akademia didirikan Plato dengan menggunakan uang yang seharusnya ia pakai sebagai pengganti uang tebusannya sebagai budak. Jadi dapat dikatakan bahwa universitas Eropa pertama didirikan dengan uang harga penjualan seorang filsuf.

Selama hidupnya, banyak tulisan-tulisan yang telah dihasilkan oleh Plato, hampir semua tulisan Plato berupa dialog. Dan pada umumnya Plato memakai Sokrates untuk mengemukakan pandangan-pandangannya. Tulisan Plato yang paling terkenal adalah 10 buku (atau bab) Politeia ('Negara'), yang memuat ajaran Plato tentang negara. Di kemudian hari, tulisan-tulisan Plato ini amat berpengaruh terhadap pemikiran Eropa selanjutnya, sehingga pernyataan dari Alfred N. Whitehead, bahwa seluruh filsafat pasca Plato hanyalah sekedar catatan kaki terhadap karya Plato, memang ada benarnya.

Untuk memahami pikiran Plato tentang kehidupan yang baik, terlebih dahulu harus memahami bagaimana Plato mengerti realitas. Pengertian ini terungkap dalam ajarannya tentang idea-idea. Untuk bisa memahami filsafat tentang idea itu, kita dapat mempergunakan sebuah perumpamaan yang bisa ditemukan dalam buku ketujuh Politeia, yaitu 'perumpamaan tentang gua" :
  • Bayangkan sebuah gua, di dalamnya ada sekelompok tahanan yag tidak dapat memutarkan badan, duduk, menghadap tembok belakang gua. Di belakang para tahanan itu, di antara mereka dan pintu masuk, ada api besar. Di antara api dan para tahanan, ada budak-budak yag membawa berbagai benda, patung, dan lain-lain. Yang dapat dilihat oleh para tahanan hanyalah bayang-bayang dari benda-benda itu. Karena itu mereka berpendapat bahwa bayang-bayag itulah seluruh realitas. Namun, ada satu dari tahanan tersebut yang dapat lepas. Ia berpaling dan melihat benda-benda yang dibawa oleh para budak dan api tersebut. Setelah ia bisa keluar dari gua dan matanya membiasakan dengan cahaya, ia dapat melihat pohon, rumah, dan dunia nyata di luar gua. Terakhir ia memandang ke atas, dan memandang matahari yang menyinari semuanya. Akhirnya ia mengerti bahwa apa yang dulunya dianggap realitas bukanlah realitas yang sebenarnya, melainkan hanyalah bayang-bayang dari benda-benda yang hanya tiruan dari realitas sebenarnya di luar gua. Namun, waktu ia kembali ke dalam gua dan mengajak para tahanan lainnya untuk ikut keluar, mereka malah marah dan tidak mau meninggalkan gua.

Dengan perumpaan tersebut, Plato hendak memperlihatkan bahwa apa yang pada umumnya dianggap kebenaran, masih jauh sekali dari kenyataan yang sebenarnya. Dan bahwa hanya kalau manusia berani membebaskan diri dari belenggu-belenggunya dan keluar dari gua, ia dapat sampai pada kenyataan yang sesungguhnya. Bayang-bayang yang dilihat oleh para tahanan tersebut adalah anggapan-anggapan biasa manusia tentang dunia atau lebih tepat kata-kata yang mengungkapkannya, patung dan benda-benda yang dibawa oleh para budak adalah alam indrawi (yang tercermin dalam kata-kata). Tapi, dunia inipun belum merupakan realitas yang sebenarnya. Untuk sampai pada realitas yang sebenarnya, kita harus keluar dari gua tersebut.

Apa realitas yang sebenarnya itu ? Realitas yang sebenarnya bukan realitas indrawi. Realitas indrawi hanya cerminan realitas yang sebenarnya dalam medium materi (benda-benda yang meniru apa yang nyata-nyata ada). Realitas yang sebenarnya bersifat rohani dan oleh Plato disebut Idea. Idea itu abadi dan tidak berubah. 

Dunia jasmani seakan-akan meniru dunia rohani, dunia idea. Karena itu, kalau kita mau memahami kenyataan, kita harus mengatasi dunia jasmani dan menjadi sanggup melihat idea-idea sendiri. Manusia mulai menangkap idea-idea itu apabila ia berpikir melalui konsep-konsep karena konsep-konsep menunjuk kepada idea-idea yang abadi dan mendasari segala realitas itu.

Manusia terdiri dari jiwa dan badan. Dengan mengikuti ajaran Pytagoras, Plato berpendapat, bahwa badan adalah wadah atau makam jiwa.Realitas kita yang sebenarnya adalah jiwa. Badan hanya bersifat sementara, tetapi jiwa adalah abadi.

Plato melukiskan, puncak kesadaran filosofis itulah kesadaran bahwa idea-idea sendiri terarah kepada satu idea baru yag membuat semua idea itu diminati, yaitu idea yang baik. Idea yang baik adalah sang baik sendiri, realitas yang tertinggi. Sang baik itu adalah tujuan (telos) dari segala yang ada. Segala yang ada mempunyai dinamika batin, dinamika hakiki mereka, menuju sang baik. Memandang idea idea yang baik adalah kebahagiaannya yang tertinggi.

Plato meninggal dunia di Athena pada tahun 348 SM. plato tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama ditulis oleh Aristoteles. Namun, dalam banyak dialog Plato terdapat uraian-uraian bernada etika. Itulah sebabnya kita dapat merekonstruksikan pikiran-pikiran Plato tentang hidup yang baik. (dari buku : 13 Tokoh Etika, Franz Magnis Suseno)