Pelaksanaan Acara Perdata Dan Sumber Hukum Dari Hukum Acara Perdata

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Hukum Acara Perdata di Indonesia bersumber pada tiga kodifikasi hukum, yaitu :
  1. Reglemen Hukum Acara Perdata, yang berlaku bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura (Reglement op de burgerlijke rechtsvordering).
  2. Reglemen Indonesia yang dibaharui (RIB), yang berlaku bagi golongan Indonesia di Jawa dan Madura (Herziene Inlandsch Reglement atau H.I.R).
  3. Reglemen hukum untuk daerah seberang, yang berlaku bagi peradilan Eropa dan Indonesia di daerah luar Jawa dan Madura (Recht-reglement Buitengewesten).
Dalam kenyataannya, pelaksanaan hukum oleh pengadilan dewasa ini, sebagian besar digunakan RIB bagi seluruh Indonesia. Apabila ada hal-hal yang tidak diatur dalam RIB, maka pengadilan mempergunakan aturan-aturan dari Reglemen Hukum Acara Perdata.

Baca juga : Penulisan Daftar Pustaka

Secara  garis  besar pelaksanaan acara perdata dapat dijelaskan sebagai berikut  :
  • Pihak penggugat (yang dirugikan) mengajukan surat gugatan kepada Kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat.
  • Pengajuan permohonan gugatan oleh penggugat dilakukan secara tertulis di atas kertas yang bermeterai, ataupun disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Pada waktu mengajukan surat gugatan, pihak penggugat diharuskan membayar sejumlah uang yang telah ditentukan kepada panitera Pengadilan Negeri untuk ongkos perkara yang bersangkutan. Tata cara mengajukan gugatan haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, karena jika tidak, gugatan yang diajukan itu akan menjadi tidak sah.
  • Berdasarkan surat gugatan tersebut, Juru Sita menyampaikan sebuah surat pemberitahuan kepada pihak tergugat (yang menimbulkan kerugian), yang isi pokoknya menyatakan, bahwa pihak tergugat harus datang menghadap ke Kantor Pengadilan untuk diperiksa oleh hakim dalam suatu perkara keperdataan seperti yang disebutkan dalam surat pemberitahuan tersebut.
  • Pada sidang pertama, mula-mula hakim membuka sidang pengadilan. Ketua pengadilan berusaha untuk mendamaikan kedua pihak yang bersengketa. Jika tercapai perdamaian, maka dibuatlah akta perdamaian yang isinya harus dilaksanakan oleh kedua pihak tersebut. Namun, bila kedua pihak tidak bisa didamaikan lagi,  maka hakim akan membacakan surat gugatan yang telah diajukan oleh penggugat.
  • Selama pemeriksaan perkara masih berlangsung, masing-masing pihak diperkenankan mengajukan saksi-saksi untuk menguatkan kebenarannya. Sebelum memberikan kesaksiannya, para saksi terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.
  • Ketua pengadilan setelah mendengarkan  dan mempertimbangkan segala sesuatu berkenaan dengan perkara tersebut (keterangan kedua pihak yang berperkara, keterangan saksi-saksi, dan bukti-bukti yang dikemukakan dalam sidang pengadilan), maka ketua pengadilan akan memutuskan, siapa yang benar, yang sifatnya menerima gugatan dan berarti penggugat yang menang, ataupun menolak gugatan, yang berarti pihak penggugat dikalahkan. Pihak yang dikalahkan wajib membayar ongkos-ongkos perkara.
  • Putusan hakim Pengadilan Negeri  itu masih dapat dimintakan banding kepada Pengadilan Tinggi.
  • Dalam hal pihak tergugat atau yang mewakilinya (pengacara) menganggap Pengadilan Negeri itu tidak berwenang untuk memeriksa perkaranya, ia dapat mengajukan perlawanan (eksepsi).
  • Hakim pengadilan dapat mengadili dan memutuskan suatu perkara tanpa hadirnya pihak tergugat, dalam hal pihak tergugat tidak hadir pada hari pemeriksaan walaupun ia telah dipanggil dengan sepatutnya.
  • Pihak tergugat dapat pula mengajukan perlawanan (verset) terhadap putusan hakim pengadilan tanpa hadirnya tergugat. Putusan yang dijatuhkan hakim tanpa hadirnya pihak tergugat disebut verstek vonnis).
Keputusan hakim pengadilan dalam bidang keperdataan dapat merupakan :
  1. Keputusan deklarator, yaitu keputusan yang menguatkan terhadap hak seseorang.
  2. Keputusan konstitutif, yaitu keputusan yang menimbulkan hukum baru.
  3. Keputusan kondemnator, yaitu keputusan penetapan hukuman terhadap salah satu pihak.

Demikian penjelasan berkaitan dengan pelaksanaan acara perdata dan sumber hukum dari hukum acara perdata. Tulisan tersebut bersumber dari buku  Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, karangan Drs. C.S.T. Kansil, SH.

Semoga bermanfaat.