Ajaran/Teori Kedaulatan Rakyat

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Kedaulatan merupakan hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri. Kedaulatan juga dapat berarti kekuasaan tertinggi yang terdapat dalam suatu negara. Terdapat beberapa macam kedaulatan dalam suatu negara, salah satunya adalah kedaulatan rakyat.

Ajaran kedaulatan rakyat adalah ajaran yang memberi kekuasaan tertinggi kepada rakyat, atau juga disebut pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tokoh dari ajaran kedaulatan rakyat ini
adalah J.J. Rousseau, yang mengemukakan bahwa ada dua kehendak dari rakyat, yaitu :
  • Kendak rakyat seluruhnya (Volente de Tous). Volente de Tous ini hanya dipergunakan oleh rakyat seluruhnya sekali saja, yaitu waktu negara hendak dibentuk melalui perjanjian masyarakat. Maksud dari Volente de Tous ini adalah untuk memberi sandaran agar supaya mereka dapat berdiri sendiri dengan abadi., karena seluruh rakyat telah menyetujuinya. Keputusan ini merupakan suatu kebulatan kehendak dan jika negara itu sudah berdiri pernyataan setuju itu tidak dapat ditarik kembali. Untuk selanjutnya Volente de Tous ini tidak dapat dipakai lagi karena jika setiap keputusan harus dilakukan dengan suara bulat, maka negara tidak dapat berjalan. 
  • Kehendak sebagian dari rakyat (Volente Generale). Volente Generale dinyatakan sesudah negara ada sebab dengan ketusan suara terbanyak kini negara bisa berjalan. Sistem suara terbanyak ini dipakai oleh negara-negara demokrasi barat.

Apa yang dimaksud oleh Rousseau dengan kedaulatan  rakyat tersebut adalah sama dengan keputusan suara terbanyak  (meederheids besluit). Ajaran dari Rousseau ini sebenarnya tidak konsekuen, karena keputusan dengan suara terbanyak (meederheids besluit) tersebut harus ditaati, maka keputusan suara terbanyak tersebut sama halnya dengan diktator dari suara terbanyak (meederheids dictatuur). Sebagai alasan yang dikemukakan oleh Rousseau, bahwa karena suara minoritas itu membawakan kehendak yag tidak sesuai dengan kepentingan umum. Jadi suara minoritas dianggap sebagai penyelewengan. Meskipun dalam praktek kenegaraan, kadang-kadang terlihat sebaluknya.

Ajaran Rousseau terlalu murni, sedangkan apa yang dikatakan oleh Rousseau bahwa keputusan dengan suara terbanyak (mayoritas) membawakan kepentingan umum, tidaklah selalu benar. Apa yang didukung oleh suara terbanyak tersebut tidak lagi mempersoalkan tentang kebenaran yang hendak dikejar melainkan mempersoalkan tentang menang atau kalah. Di sinilah letak penyelewengan dari sistem mayoritas yang tidak mengejar kebenaran lagi, melainkan kemenangan.

Di Indonesia, ajaran Rousseau ini sulit untuk dipraktikkan. Hal ini disebabkan karena ajaran ini tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Indonesia telah mengenal dan memiliki suatu sistem yang sesuai dengan kepribadian dan budaya nasional bangsa Indonesia sendiri, yaitu apa yang disebut dengan sistem mufakat. Sistem mufakat ini diperoleh dari musyawarah dengan kata sepakat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dengan sistem ini dicari kesamaan pendapat yang merupakan kepentingan bersama untuk diabdikan bersama karena hal ini dianggap yang benar. Pendapat-pendapat yang berbeda harus diyakinkan dan inilah tugas yang memimpin dengan hikmat kebijaksanaan. 

Karena perbedaan pendapat itu orang mengadakan debat, yang akhirnya bukan kebenaran lagi yang dikejarnya melainkan kemenangan. Yang kalah akan bersikap oposisi terhadap yang menang yang kemudian bisa merugikan kepentingan umum. Selain itu dalam sistem mayoritas terdapat suatu hal yang kurang meyakinkan, apakah keputusan dengan suara terbanyak dalam arti lebih dari separuh itu benar-benar mencerminkan kepentingan umum ? Kurang meyakinkan karena suara terbanyak tersebut pada hakekatnya tergantung pada kelebihan satu suara. Itulah sebabnya mengapa sistem mayoritas dengan cara berhitung kurang memuaskan. Karena itu muncul variasi-variasi dalam suara terbanyak dengan jumlah suara 2/3 atau 3/4 dari anggota yang hadir atau absolut mayority. 

Demikian penjelasan berkaitan dengan ajaran/teori kedaulatan rakyat. Tulisan tersebut bersumber dari buku Ilmu Negara, Moh, Kusnardi, SH dan Bintan R. Saragih, SH.

Semoga bermanfaat.