Hukum Adat Menurut Pendapat Para Sarjana Indonesia

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Seperti halnya para sarjana barat, para sarjana Indonesia-pun juga ikut mengemukakan pendapatnya tentang apa yang dimaksud dengan  hukum adat. Berikut ini beberapa  pendapat para sarjana Indonesia tentang hukum adat :

gambar : contohproposal.com
1. Prof. Dr. R. Soepomo.
Beliau adalah ahli hukum adat Indonesia yang pertama, mengemukakan tentang pengertian hukum adat, antara lain sebagai berikut :
  • Hukum Non Statutair. Hukum adat adalah kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum adat berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia penjelmaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.
  • Hukum adat tidak tertulis. Dalam Tata Hukum Indonesia, istilah 'hukum adat' dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif (unstatutory law). Hukum yang hidup sebagai konvensi di lembaga-lembaga negara, hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim (judgemade law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup masyarakat (customary law) semua merupakan 'hukum adat'.

Jadi yang dimaksud hukum adat tidak tertulis menurut Soepomo meliputi peraturan legislatif yang tidak tertulis (unstatutory law), yang hidup dalam hukum kenegaraan (konvensi), keputusan-keputusan hakim (judge made law), hukum kebiasaan (customary law), termasuk pula tentunya aturan-aturan pedesaan dan aturan-aturan keagamaan.

2. Prof. Dr. Soekanto.
Di dalam bukunya yang berjudul Meninjau Hukum Adat Indonesia, antar lain menyatakan tentang hukum adat sebagai berikut :
  • Hukum keseluruhan di Indonesia tidak teratur, tidak sempurna, tidak tegas, akan tetapi apabila mereka sungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya mengenai hukum adat, tidak hanya dengan pikiran tetapi dengan penuh perasaan, mereka akan melihat suatu sumber yang mengagumkan, adat istiadat dahulu dan sekarang, adat istiadat yang hidup, adat istiadat yang dapat berkembang, adat istiadat yang berirama.
  • Jika kita menyelidiki adat istiadat ini terdapat peraturan-peraturan yang bersanksi, kaidah-kaidah yang apabila dilanggar ada akibatnya dan mereka yang melanggar dapat dituntut kemudian dihukum. Peraturan adat  yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasi dan bersifat paksaan (dwang), mempunyai akibat hukum (rechtsgevolg), peraturan ini disebut hukum adat (adatrecht).

3. Prof. Dr. Mr. Hazairin.
Beliau lebih banyak mendekatkan hukum adat dengan hukum Islam. Pendapatnya tentang hukum adat, antara lain sebagai berikut :
  • Adat adalah renapan kesusilaan dalam masyarakat, yaitu bahwa kaidah-kaidah adat itu berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
  • Perbedaan sifat atau corak antar kaidah kesusilaan dengan kaidah hukum dapat dilihat dari bentuk perkuatannya (sanksinya). Di dalam ajaran Islam ada lima jenis kaidah atau hukum, yaitu Fard (wajib), Haram (larangan), Sunnah (anjuran), Makruh (celaan), dan Jaiz atau mudah (kebolehan).
  • Sampai sekarang di Indonesia masih ada tiga macam hukum perdata, yaitu Hukum Eropa, Hukum Adat, dan Hukum Agama.

4. Prof. Mr. M. M. Djojodigoeno.
Beliau mengemukakan pengertian tentang hukum adat yang berpangkal tolak dari konsepsi hukum yang umum, bahwa hukum itu adalah rangkaian ugeran (norma) yang mengatur hubungan kemasyarakatan. Hukum itu adalah rangkaian ugeran (norma) yang mengatur hubungan pamrih (kepentingan). Dalam hal itu ia mengemukakan sebagai berikut :
  • Sesungguhnya hukum itu bukanlah suatu fenomena yang statis seperti halnya rangkaian norma, melainkan karya manusia. Suatu hal yang hidup, dalam arti ia dapat berkembang dan dapat bervariasi. Tegasnya dapat menyelesaikan hal yang berbeda di antara hak dan kewajiban dalam peristiwa yang serupa. Jadi hukum adat sebagai hukum yang hidup yang pelaksanaannya tidak terikat pada norma-norma hukum yang telah ada.
  • Hukum adat apabila dilawankan dengan hukum perundangan (hukum kodifikasi) maka hukum adat itu adalah hukum yang tidak bersumber pada peraturan. Jadi hukum adat itu tidak meliputi peraturan-peraturan desa dan peraturan-peraturan raja-raja, karena peraturan desa dan peraturan raja itu bukan hukum adat.
  • Ada dua kategori sumber hukum itu, yaitu yang bersumber dari kekuasaan negara dan yang bersumber pada kekuasaan rakyat. Yang bersumber pada kekuasaan negara adalah perundang-undangan, yurisprudensi, dan lain-lain. Sedang yang bersumber dari kekuasaan rakyat adalah adat kebiasaan, keputusan kelembagaan dalam masyarakat (RT, RW, Rukun Tani, dan lain-lain), semua itu merupakan sumber hukum yang berupa pernyataan rasa keadilan dan hubungan pamrih. Sisamping itu masih ada sumber hukum lain, yaitu sumber hukum agama, terutama agama Islam.
  • Dalam rangka pembinaan hukum nasional, haruslah bahannya bahan nasional yaitu hukum adat.  

5. Prof. Mr. Soediman Kartohadiprodjo.
Beliau  mengemukakan  pendapatnya  tentang hukum adat sebagai berikut :
  • Perbedaan Hukum Adat dan Hukum Tidak Tertulis. istilah hukum adat tidak tertulis lebih luas artinya dari hukum adat, oleh karena hukum adat adalah suatu jenis hukum tidak tertulis yang tertentu, yang mempunyai dasar pemikiran yang khas, yang prinsipiil berbeda dari hukum tertulis lainnya. Hukum adat bukan hukum adat karena bentuknya tidak tertulis, melainkan hukum adat adalah hukum adat karena tersusun dengan dasar pemikiran tertentu yang prinsipiil berbeda dari dasar pikiran hukum barat.
  • Hukum nasional harus berlandaskan hukum adat, yaitu berlandaskan asas-asas hukum adat, atau lebih tepat lagi asas-asas pemikiran hukum adat.

6. Prof. Kusumadi Pudjosewojo, SH.
Dalam bukunya yang berjudul Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, mengenai hukum adat mengemukakan pendapatnya antara lain :
  • Hukum Adat di dalam UUDS 1950. Dalam pasal 104 ayat 1 UUDS 1950 istilah hukum adat hendaknya diartikan sebagai hukum yang tak tertulis. Hukum adat itu bukan merupakan lapangan tersendiri, melainkan meliputi semua lapangan hukum yang tidak tertulis. Dengan demikian tata hukum Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu hukum perundang-undangan dan hukum adat sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis.
  • Adatrecht di dalam tata hukum Hindia Belanda. Istilah adatrecht dalam tata hukum Hindia Belanda tidak sama dengan istilah hukum adat sebagai hukum tidak tertulis. Oleh karena istilah adatrecht dalam dogmatik hukum Hindia Belanda ialah hukum yang terdiri dari hukum asli dari jaman Melayu Polinesia dan hukum rakyat Timur Asing, termasuk unsur-unsur agama yang telah mempengaruhi hukum asli di daerah-daerah. Hukum asli itu ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.
  • Persamaan adatrecht dan hukum adat. Antara adtrecht dan hukum adat ada kesamaannya, karena adatrecht pada pokoknya merupakan unsur yang tidak tertulis dan hukum adat yang dimaksud adalah semua hukum yang tidak tertulis. Jadi kesemuanya ditekankan pada hukum yang tidak tertulis.
  • Istilah adatrecht tidak perlu diterjemahkan. Biarlah istilah adatrecht tidak diterjemahkan, biarlah ia tetap merupakan pengertian teknis juridis yang tempatnya di dalam hukum Hindia Belanda. Biarlah ia tetap merupakan tanda penghormatan bagi sarjana pengukirnya, yang namanya tidak pernah akan dapat dihapus dari sejarah Indonesia.

Demikian penjelasan berkaitan dengan hukum adat menurut pendapat para sarjana Indonesia. Tulisan tersebut bersumber dari buku Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, karangan  Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH.

Semoga bermanfaat.