Cut Nyak Dien Pejuang Dan Ibu Bagi Rakyat Aceh

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Cut Nyak Dien, lahir pada tahun 1850 di Lampadang, Aceh. Cut Nyak Dien, lahir dari keluarga bangsawan yang taat beragama. Cut Nyat Dien kecil tumbuh sebagai anak yang teguh pendirian dan pantang menyerah. Pada masa itu hubungan antara Kerajaan Aceh dan Belanda sedang tidak harmonis.

Pada usia 12 tahun, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga, seorang pejuang Aceh. Beliau wafat pada bulan Juni 1878 saat berperang melawan Belanda di Gletarum, Aceh. Setelah Teuku Ibrahim Lamnga wafat, Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan suaminya tersebut dalam memerangi Belanda. Pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah untuk yang kedua kalinya dengan Teuku Umar.

Sejak menikah dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dien semakin bersemangat untuk mengusir penjajah Belanda dari tanah Aceh. Perjuangan Cut Nyak Dien bersama-sama dengan Teuku Umar berlangsung dari September 1893 sampai dengan Pebruari 1899. Dalam perjuangannya melawan Belanda, cara yang digunakan Teuku Umar berbeda dengan isterinya. Teuku Umar pernah menggunakan taktik bekerja sama dengan Belanda, dengan maksud untuk memperoleh senjata dan mempelajari siasat perang yang digunakan oleh Belanda. Setelah mengetahui taktik perang yang digunakan oleh Belanda, Teuku Umar kembali bergabung dengan pasukan Cut Nyak Dien untuk melawan penjajah Belanda. Pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh, Aceh. Hal itu tidak membuat Cut Nyak Dien terus larut dalam kesedihan, beliau tetap terus melanjutkan perjuangan dengan tidak mengenal menyerah. Cut Nyak Dien tidak pernah mau berdamai dengan penjajah Belanda.

Sepeninggalan Teuku Umar, Cut Nyak Dien mengkoordinasi serangan besar-besaran terhadap beberapa daerah kekuasaan Belanda di Aceh. Dalam perjuangannya itu Cut Nyak Dien menggunakan taktik perang gerilya, dengan terus berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu hutan ke hutan yang lain. Semua itu berlangsung selama enam tahun. Perlawanan Cut Nyak Dien dengan taktik gerilyanya ini sangat mengganggu dan merepotkan Belanda.

Perjuangan berat yang dilakukan Cut Nyak Dien menyebabkan kondisi pasukan dan dirinya semakin lama semakin melemah dan mulai mudah terserang penyakit. Kondisi Cut Nyak Dien dan pasukannya semakin memburuk karena selalu hidup di hutan dengan makanan seadanya. Usianya yang semakin tua membuatnya terserang penyakit rabun, penglihatannya menjadi berkurang.

Kondisi Cut Nyak Dien yang kian melemah, hal ini membuat rasa iba para pengawalnya, akhirnya para pengawal Cut Nyak Dien membuat kesepakatan dengan Belanda. Kesepakatan tersebut menyatakan bahwa Cut Nyat Dien boleh ditangkap asal beliau diperlakukan sebagai orang terhormat, bukan sebagai musuh perang. Belanda menyetujui perjanjian tersebut. Selama dalam tahanan Cut Nyak Dien masih banyak dikunjungi tamu, hal ini membuat Belanda curiga. Akhirnya pada tanggal 11 Desember 1905, Belanda membuang Cut Nyak Dien ke Sumedang, Jawa Barat. 

Pada tanggal 6 Nopember 1908, Cut Nyak Dien meninggal dunia di pengasingannya di Sumedang. Beliau meninggal sebagai pejuang wanita berhati baja dan ibu bagi rakyat Aceh.

Atas perjuangannya yang gigih melawan penjajah Belanda, Pemerintah Republik Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden, tanggal 2 Mei 1964, Nomor : 106 Tahun 1964, menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Cut Nyak Dien.

Semoga bermanfaat.