Asas-Asas Perjanjian Internasional Dan Bentuk Perjanjian Internasional

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa perjanjian internasional merupakan perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat dari hukum-hukum tertentu. Subyek hukum dari perjanjian internasional adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk juga negara-negara serta lembaga-lembaga internasional.

Asas-Asas Perjanjian Internasional. Asas perjanjian internasional merupakan prinsip atau dasar-dasar yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang terlibat dalam berbagai macam perjanjian internasional. Asas dimaksud digunakan dalam penyusunan norma-norma dalam pengesahan perjanjian internasional, sehingga perjanjian internasional yang disepakati dijalankan dengan baik dan tidak merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian internasional. Adapun asas-asas perjanjian internasional tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pacta Sunt Servanda (Asas Konsensualisme).
Pacta sunt servanda disebut juga sebagai asas kepastian hukum, yang merupakan prinsip pertama yang harus diterima dan dilaksanakan oleh negara-negara yang tunduk pada kesepakatan internasional. Dengan kata lain, asas pacta sunt servanda mengisyaratkan negara anggota dalam perjanjian internasional untuk selalu mematuhi ketentuan, keputusan, dan kesepakatan yang tercantum dalam dokumen perjanjian. 
Pacta sunt servanda merupakan doktrin yang diambil dari hukum Romawi dan diadaptasi dalam hukum perjanjian internasional, yaitu bahwa suatu janji itu mengikat pihak-pihak yang bersangkutan sehingga harus dilaksanakan dengan itikad baik. Apabila kesepakatan tersebut dilanggar, maka akan menimbulkan ketidak-harmonisan dan pertentangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian. Terdapat dua perspektif terkait dengan terikatnya negara dalam perjanjian internasional, yaitu :
  • tindakan yang dilakukan sendiri dalam perjanjian internasional. Setiap bentuk negara dikatakan terikat dengan ketentuan dalam perjanjian internasional apabila menandatangani perjanjian, saling bertukar instrumen, serta mengikuti ratifikasi.
  • substansi atau norma yang diatur dalam perjanjian itu sendiri. Perjanjian internasional mengikat pada negara-negara yang terlibat dalam pembuatan perjanjian internasional. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa perjanjian internasional tersebut juga memberikan hak kepada negara lain yang tidak terlibat dalam pembuatan perjanjian internasional tersebut.  

2. Egality Rights (Asas Kesetaraan).
Egality rights merupakan asas kesamaan atau kesetaraan hak. Asas ini mengisyaratkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam perjanjian internasional memiliki kesetaraan yang sama, tidak ada perbedaan tingkat yang dapat menyebabkan kesenjangan dalam perjanjian internasional. Kewajiban dan hak yang diberikan sama dan tidak menguntungkan salah satu pihak. Sehingga ketika ada satu pihak yang dirugikan, maka pihak dimaksud dapat mengajukan pembatalan atau penghentian perjanjian.
Asas egality rights muncul sebagai bentuk trauma masa lalu yang berasal dari perang dunia pertama dan perang dunia kedua serta masa kolonial negara-negara barat jauh sebelum itu. Negara-negara jajahan merasa diperlakukan dengan tidak manusiawi, hal ini dikarenakan negara kolonial merasa martabatnya lebih tinggi dari penduduk asli,

3. Reciprocity (Asas Timbal Balik).
Reciprocity merupakan asas timbal balik, di mana para pihak yang terlibat dalam perjanjian internasional memiliki kepentingan atau keuntungan yang sama. Jika terdapat ketidak-seimbangan kepentingan atau keuntungan yang terjadi selama perencanaan, negara yang merasa kurang beruntung dapat memperjuangkan haknya untuk mendapatkan keuntungan yang sama, dan pihak lain harus mendukung negara yang dirugikan tersebut ntuk menemukan solusi terbaik yaitu penyelesaian yang adil.

4. Bonafides (Asas Itikad Baik).  
Bonafides merupakan asas itikad baik, di mana dalam melakukan suatu perjanjian internasional semua pihak yang terlibat harus mempunyai niatan atau itikad yang baik. Dengan itikad baik maka semua tahapan kesepakatan dalam perjanjian internasional akan dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak ada pihak yang akan dirugikan. Terdapat dua konsep bonafides, yaitu :
  • subyektif, yaitu suatu keadaan untuk menentukan apakah seseoang harus tahu atau tidak harus tahu mengenai fakta atau peristiwa tertentu.
  • obyektif, yaitu suatu asas yang diterapkan tanpa memandang orang lain tanpa harus tahu, dan mendorongnya agar dapat dilindungi secara hukum. 

5. Courtesy (Asas Kehormatan).
Courtesy merupakan asas saling menghormati. Asas ini mengharuskan negara-negara yang terlibat dalam perjanjian internasional untuk saling menghormati, maksudnya adalah menghormati segala hal dari negara lain selama hal tersebut tidak melanggar perjanjian internasional dan aspek turunannya. Ketika asas courtesy ini dilaksanakan dengan baik, maka dapat dimungkinkan terdapat kerja sama lebih lanjut di antara pihak-pihak yang terlibat. 

6. Rebus sic Stantibus.
Rebus sic stantibus dapat dimaknai sebagai asas yang mengijinkan penangguhan atau perubahan pada perjanjian internasional dengan alasan yang fundamental atau mendasar. Asas rebus sic stantibus ini diatur dalam konvensi Wina, yaitu pada seksi 3 tentang pengakhiran atau pengakhiran perjanjian internasional. Alasan fundamental tersebut diataranya kesepakatan semua pihak, tujuan perjanjian telah tercapai, terjadi pelanggaran perjanjian, dan lain sebagainya.
Berdasarkan asas rebus sic stantibus ini, setiap pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian internasional dan memiliki keinginan untuk melakukan perubahan perjanjian atau karena kondisi di luar dugaan sehingga menghendaki adanya perubahan perjanjian dapat melakukan kesepakatan untuk merubah atau menambah isi perjanjian. Kesepakatan tersebut dapat diamandemenkan melalui persetujuan tertulis oleh pihak yang bersangkutan. 

Selain asas-asas tersebut di atas, dikenal juga beberapa asas perjanjian isternasional, diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Lex Loci Contractus, yaitu asas mengenai di mana suatu perjanjian internasional dibuat dan disepakati oleh para pihak.
  • Lex Situs, yaitu asas mengenai tempat di mana suatu gugatan terhadap obyek benda tidak bergerak harus diajukan (gugatan diajukan di tempat di mana benda tidak bergerak tersebut berada).
  • Lex Fori, yaitu asas mengenai tempat di mana harus mengajukan gugatan apabila obyek gugatan berupa benda bergerak (gugatan diajukan di tempat di mana benda bergerak tersebut berada.
  • Lex Loci Solutionis, yaitu asas di mana perjanjian dibuat dan para pihak bebas dalam hal menentukan pilihan hukum apabila terjadi wanprestasi atau sengketa di kemudian hari.
  • Lex Causae, yaitu asas yang digunakan dalam penentuan bagaimana suatu perbuatan hukum dibatas oleh sistem hukum yang akan diberlakukan.

Bentuk Perjanjian Internasional. Perjanjian internasional yang dibuat oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia memiliki berbagai macam bentuk sebagaimana yang telah disepakati bersama. Berbagai bentuk perjanjian internasional tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Traktat (Treaty), yaitu suatu bentuk perjanjian internasional yang dibuat oleh da negara atau lebih yang mengatur hal-hal yang penting dan mengikat negara secara menyeluruh. Istilah traktat biasanya digunakan dalam perjanjian internasional yang bersifat politis dengan masing-masing pihak yang terlibat mempunyai hak dan kewajiban yang mengkat dan mutlak. Traktat harus diratifikasi dan disahkan. 
  • Persetujuan (Agreement), yaitu suatu bentuk perjanjian internasional yang dibuat oleh dua negara atau lebih  yang mempunyai dampak hukum seperti traktat. Persetujuan sifatnya lebih eksekutif, non politis, dan tidak secara mutlak harus diratifikasi sehingga tidak harus diundangkan dan disahkan kepala negara. 
  • Konvensi (Convention), yaitu suatu bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal penting dan resmi yang bersifat multilateral, yang ketetapan di dalamnya berlaku untuk masyarakat internasional secara menyeluruh. Oleh karena itu, konvensi biasanya bersifat "law making treaty" dengan pengertian peletakan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional. 
  • Piagam (Statuta), yaitu himpunan peraturan yang ditentukan sebagai perjanjian internasional, yang biasanya berisikan perintah atau pelarangan sesuatu, atau menyatakan kebijakan.
  • Pengaturan (Arrangement), yaitu suatu bentuk perjanjian internasional yang dibuat sebagai pelaksana teknis dari suatu perjanjian yang telah ada. Pengaturan sering disebut juga dengan Implementing/Specific Arrangement
  • Pakta (Pacta), yaitu suatu bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal yang sifatnya lebih khusus, dan membutuhkan ratifikasi.
  • Deklarasi (Declaration), yaitu pernyataan formal atau pengumuman yang mengacu pada ketentuan dalam perjanjian yang disepakati. Deklarasi merupakan pernyataan sepihak suatu negara yang mempengaruhi hak dan kewajiban negara lain. 
  • Pertukaran Nota (Exchange of Note), yaitu suatu pertukaran penyampaian atau pemberitahuan resmi posisi pemerintah masing-masing negara yang telah disetujui bersama mengenai suatu masalah tertentu.
  • Protokol (Protocol), yaitu suatu bentuk perjanjian internasional yang mengatur mengenai masalah tambahan, seperti persyaratan perjanjian tertentu. Oleh karenanya, protokol sifatnya tidak resmi.
  • Memorandum of Understanding, yaitu suatu bentuk perjanjian internasional yang mengatur pelaksanaan teknik operasional suatu perjanjian induk.

Berbagai bentuk perjanjian internasional tersebut, secara yuridis terminologi tidak ada perbedaannya. Semuanya mempunyai arti perjanjian internasional. Akan tetapi dalam pratek, terkadang orang membedakannya, misalnya dalam hal perjanjian yang berkaitan dengan politik digunakan bentuk (istilah) traktat, sedangkan dalam hal perjanjian yang berkaitan dengan perdagangan digunakan bentuk (istilah) agreement.

Semoga bermanfaat.