Mahkamah Konstitusi : Pengangkatan Dan Pemberhentian Hakim Konstitusi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, yang mempunyai peranan penting dalam penegakan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya sebagai mana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Untuk mendapatkan hakim konstitusi yang memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang menguasai konstitusi dan ketata-negaraan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 tersebut, Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, berikut perubahannya yaitu Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, mengatur mengenai syarat calon hakim konstitusi secara jelas. Selain itu, dalam undang-undang tersebut juga diatur ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian, cara pencalonan secara transparan dan partisipatif, dan pemilihan hakim konstitusi secara obyektif dan akuntabel.

Pengangkatan Hakim Konstitusi. Hakim konstitusi diangkat  untk masa jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Untuk dapat diangkat sebagai hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
  • memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
  • adil.
  • negaprawan yang menguasai konstitusi dan ketata-negaraan.

Syarat Calon Hakim Konstitusi. Selain harus memenuhi syarat sebagaimana tersebut di atas, seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
  • warga negara Indonesia.
  • berijazah doktor dan magister dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.
  • bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
  • berusia paling rendah 47 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan.
  • mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban.
  • tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  • tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan.
  • mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 tahun dan/atau pernah menjadi pejabat negara.
  
Selain harus memenuhi persyaratan tersebut di atas, calon hakim konstitusi harus pula memenuhi kelengkapan administrasi, yaitu dengan menyerahkan :
  • surat pernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi.
  • daftar riwayat hidup.
  • menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi dengan menunjukkan ijazah asli.
  • laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon yang disertai dengan dokumen pendukung yang sah dan telah mendapat pengesahan dari lembaga yang berwenang.
  • nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Larangan Selama Menjabat Sebagai Hakim Konstitusi. Selama menjabat atau menjalankan tugasnya sebagai sebagai hakim konstitusi, seorang hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi :
  • pejabat negara lainnya, misalnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hakim atau hakim agung, menteri, dan pejabat lain sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
  • anggota partai politik.
  • pengusaha, yaitu direksi atau komisaris perusahaan.
  • advokat. Selama menjadi hakim konstitusi, advokat tidak boleh menjalankan profesinya.
  • pegawai negeri. Selama menjadi hakim konstitusi, status pegawai negeri yang bersangkutan diberhentikan sementara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme Pengangkatan Hakim Konstitusi.  Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif, dan pemilihan hakim konstitusi dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel. Hakim konstitusi diajukan masing-masing :
  • 3 orang oleh Mahkamah Agung. 
  • 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
  • 3 orang oleh Presiden. 
untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden. Penerbitan Keputusan Presiden tersebut bersifat administratif.

Pemberhentian Hakim Konstitusi. Hakim Konstitusi dapat diberhentikan dengan hormat atau dapat juga diberhentikan tidak dengan hormat.

* Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat dengan alasan :
  • meninggal dunia.
  • mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi.
  • telah berusia 70 tahun.
  • telah berakhir masa jabatannya.
  • sakit jasmani atau rohani secara terus menerus selama 3 bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya dengan dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

* Hakim konstitusi diberhentikan tidak dengan hormat apabila :
  • dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara.
  • melakukan perbuatan tercela.
  • tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selam 5 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah.
  • melanggar sumpah dan janji jabatan.
  • dengan sengaja menghambat Mahkamah Konstitusi memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • melanggar larangan rangkap jabatan.
  • tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.
  • melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi.

Permintaan pemberhentian tidak dengan hormat tersebut dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal Presiden menerima permintaan pemberhentian.

Pemberhentian Sementara Hakim Konstitusi. Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat, hakim konstitusi akan diberhentikan sementara dari jabatannya dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, kecuali pemberhentian dengan alasan melakukan perbuatan tercela.
  • pemberhentian sementara tersebut paling lama 60 hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 hari kerja. 
  • dalam hal perpanjangan waktu tersebut telah berakhir tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian, yang bersangkutan direhabilitasi dengan Keputusan Presiden. 
  • Keputusan Presiden tersebut dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari kerja sejak diterimanya permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Terhitung sejak dimintakan pemberitahuan sementara tersebut, hakim konstitusi yang bersangkutan dilarang menangani perkara.

Selain itu, seorang hakim konstitusi juga dapat diberhentikan sementara dari jabatannya apabila :
  • ada perintah penahan terhadap hakim konstitusi yang bersangkutan.
  • dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, meskipun tidak ditahan. Yang dimaksud dengan "dituntut di muka pengadilan" adalah pelimpahan berkas perkara yang bersangkutan ke pengadilan.
Pemberhentian tersebut paling lama 60 hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari kerja. 

Dalam hal perpanjangan waktu selama 30 hari kerja tersebuttelah berakhir, dan belum ada putusan pengadilan, maka  hakim konstitusi yang bersangkutan diberhentikan sebagai hakim konstitusi. Dan apabila dikemudian hari putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, maka yang bersangkutan direhabilitasi. Rehabilitasi yang dimaksud di sini adalah pengembalian hak-hak pribadi dan nama baik yang bersangkutan tanpa mengembalikan kedudukannya sebagai hakim konstitusi.

Semoga bermanfaat.