Arbitrase dalam Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, diartikan sebagai cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan, alternatif penyelesaian sengketa diartikan sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yaitu penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
- Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum tibul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa.
- Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengeneai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
- Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal timbul sengketa.
- Putusan arbitrase internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun.
Putusan Arbitrase. Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, maka arbiter atau majelis arbitrase akan segera menutup sidang pemeriksaan sengketa sekaligus menetapkan hari sidang untuk mengucapkan putusan arbitrase. Putusan arbitrase diucapkan paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup. Dalam putusan arbitrase memuat :
- kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
- nama lengkap dan alamat para pihak.
- uraian singkat sengketa.
- pendirian para pihak.
- nama lengkap dan alamat arbiter.
- pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa.
- pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam mejelis arbitrase.
- amar putusan.
- tempat dan tanggal putusan.
- tanda tangan arbiter atau majelis hakim.
Dalam putusan arbitrase harus ditetapkan suatu jangka waktu putusan tersebut harus dilaksanakan. Dengan tidak ditandatanganinya putusan arbitrase oleh salah seorang arbiter dengan alasan sakit atau meninggal dunia tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya putusan. Alasan tidak adanya tanda tangan salah seorang arbiter harus dicantumkan dalam putusan arbitrase.
Dalam waktu paling lama 14 hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan/atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan.
Pelaksanaan Putusan Arbitrase. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Pelaksanaan putusan arbitrase dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu :
1. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional.
Pelaksanaan putusan arbitrase nasional ditandai dengan :
- diserahkan dan didaftarkannya lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase tersebut oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan tersebut diucapkan.
- diserahkannya putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Dalam hal tidak dipenuhinya ketentuan tersebut di atas, maka akan berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan.
Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan arbitrase dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Perintah dilaksanakannya putusan arbitrase tersebut diberikan dalam waktu paling lama 30 hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri. Putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri, dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Pelaksaan Putusan Arbitrase Internasional.
Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
- Putusan arbitrase internasional tersebut terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
- Putusan arbitrase internasional tersebut hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
- Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
- Putusan arbitrase internasional tersebut yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarakan oleh arbiter atau kuasnya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan disertai :
- lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.
- lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.
- keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat putusan arbitrase internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya. Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi, yang dilakukan dengan tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam Hukum Acara Perdata.
Pembatalan Putusan Arbitrase. Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu.
- setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan.
- putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri. Terhadap pembatalan putusan arbitrase tersebut dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, yang dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari setelah permohonan banding tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.
Semoga bermanfaat.