Dasar Penilaian Persediaan (Konsep Persediaan) Dan Sistem Pencatatan Persediaan (Inventory)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Persediaan atau inventory merupakan sejumlah barang yang dimiliki oleh perusahaan, yang disimpan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode waktu tertentu, baik itu barang-barang yang masih dalam proses pengerjaan atau proses (work in progres) ataupun barang-barang yang merupakan bahan baku (raw material) yang masih menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Menurut Fess, persediaan digunakan untuk mengindikasikan :
  • barang dagangan yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan.
  • bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan tersebut.
  
Dasar Penilaian Persediaan (Inventory). Pada prinsipnya, terdapat dua dasar penilaian yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian atas persediaan yang dapat digunakan sesuai dengan siapa pemakainya dan tujuannya, yaitu :

1. Input Values.
Penilaian persediaan dengan metode input values merupakan suatu penilaian resources yang dipakai untuk memperoleh persediaan pada kondisi saat ini. Input values menggambarkan keadaan sebenarnya dari arus dari kas yang telah dikeluarkan.

2. Ouput Values.
Penilaian persediaan dengan metode output values digunakan dalam keadaan menentukan crucial event, yaitu menentukan persediaan pada saat diserahkan kepada pelanggan (penentuan nilai jual). Output values memperhitungkan nilai current persediaan jika dijual pada saat itu. Terdapat tiga jenis konsep output values yang digunakan yaitu :
  • Discounted Money Receipt. Konsep ini menekankan bahwa persedian dapat dinilai dengan mendskontokan arus kas di kemudian hari, dengan syarat : a. nilai atau tingkat harga stabil dan ada kepastian yang tinggi. b. waktu penerimaan kas yang diharapkan cukup memberikan kepastian.
  • Current Selling Price. Konsep ini menekankan pada nilai persediaan berdasarkan harga jual (pasar) sehingga diperlukan harga yang fixed, dengan syarat : a. adanya suatu  yang terkendali dengan harga yang stabil atau tetap. b. tidak ada komponen biaya tambahan yang besar (material).
  • Net Realizable Values. Konsep ini menekankan pada perhitungan biaya yang timbul dari penjualan seperti diskon penjualan harus diperhitungkan dalam nilai penjualan bersih (net realizable values).

Sedangkan menurut Baridwan, metode penilaian persediaan (inventory) meliputi :

1. Metode FIFO (First In First Out). 
Dalam metode FIFO :
  • barang-barang yang pertama kali dibeli atau diproduksi akan dianggap sebagai yang pertama kali dijual atau dipakai.
  • barang-barang yang akan dijual atau dipakai diperhitungkan harga pokoknya berdasarkan harga pokok per satuan yang terjadi paling awal, dengan memperhatikan jumlah kuantitas barangnya.
  • barang-barang yang masih dalam persediaan dinilai berdasarkan harga pokok per satuan yang terjadi paling akhir.

Tujuan dari metode FIFO adalah untuk menyamai arus fisik barang. Jika arus fisik barang secara actual adalah yang pertama masuk, barang itu juga yang pertama keluar. Metode FIFO tidak memungkinkan untuk memanipulasi laba karena perusahaan tidak bebas memilih item-item biaya tertentu untuk dimasukkan ke dalam beban.

2. Metode LIFO (Last In First Out).
Metode LIFO kebalikan dari metode FIFO, di mana :
  • harga pokok per satuan dari barang-barang yang terakhir dibeli atau diproduksi justru dibebankan kepada barang-barang yang pertama kali dijual atau dipakai. 
  • harga penjualan yang sekarang dipertemukan dengan harga pokok persatuan barang yang berlaku pada saat yang sama di dalam proses penentuan laba rugi periodiknya.
  • sebaliknya terhadap barang-barang yang ada dalam persediaan akhir akan dinilai berdasarkan harga pokok per satuan yang berbeda untuk berbagai jumlah barang yang ada dalam persediaan.

Jika LIFO telah digunakan dalam waktu yang lama, maka perbedaan antara nilai persediaan saat ini dengan biaya LIFO yang dilaporkan dapat menjadi semakin besar.

3. Metode Biaya Rata-Rata (Average Cost Method).
Dalam metode biaya rata-rata :
  • barang-barang yang baik yang telah dijual kembali maupun yang masih ada dalam persediaan, dinilai atas dasar harga pokok rata-rata yang berlaku dalam periode akuntansi yang bersangkutan.
  • pemakaian metode ini bergantung pada sistem pencatatan terhadap persediaan, dalam hal ini sistem pencatatan yang dipakai adalah sistem fisik, harga pokok rata-rata dihitung dari jumlah kuantitas dan harga pokok barang yang tersedia untuk dijual dalam tahun buku yang bersangkutan. 

dalam sistem perpetual, harga pokok rata-rata per satuan dihitung setiap kali terjadi pembelian barang dengan harga berbeda dari harga pokok rata-rata sebelumnya.

4. Metode Harga Eceran (Retail Inventory Method).
Metode ini banyak digunakan dalam toko-toko yang menjual bermacam-macam barang secara eceran. Metode harga eceran memungkinkan dihitungnya jumlah persediaan akhir tanpa mengadakan perhitungan fisik. Metode ini bisa digunakan untuk :
  • menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan laporan keuangan jangka pendek.
  • mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang dihitung dicantumkan dengan harga jual, maka untuk mengubahnya ke harga pokok adalah dengan mengalihkannya dengan persentase harga pokok tanpa perlu memperhatikan masing-masing fakturnya.
  • mutasi barang dapat diawasi dengan membandingkan hasil perhitungan fisik yang dinilai dengan harga jual dengan hasil perhitungan dari metode harga eceran.

5. Metode Nilai Penjualan Relatif.
Dalam metode nilai penjualan relatif :
  • dipakai untuk mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk yang diproduksi atau dibeli.
  • pembagian biaya bersama dilakukan berdasarkan nilai penjualan relatif dari masing-masing barang tersebut.

6. Metode Biaya Variabel.
Dalam metode biaya variabel :
  • harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan hanya dibebani dengan biaya produksi yang variabel yaitu bahan baku, upah langsung, dan biaya produksi tidak langsung variabel.
  • biaya produksi tidak langsung yang tetap akan dibebankan sebagai biaya dalam periode yang bersangkutan dan tidak ditunda dalam persediaan.

7. Metode Laba Kotor.
Menentukan jumlah persediaan dengan metode laba kotor (bruto), biasanya dilakukan dalam keadaan sebagai berikut :
  • untuk menaksir jumlah persediaan barang yang diperlukan untuk menyusun laporan-laporan jangka pendek, di mana perhitungan fisik tidak mungkin dijalankan.
  • untuk menaksir jumlah persediaan barang yang rusak karena terbakar dan menentukan jumlah barang sebelum terjadinya kebakaran.
  • untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan cara-cara lain, disebut test laba bruto.
  • untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan, persediaan akhir dan laba bruto. Taksiran ini dihitung sesudah dibuat budget penjualan.
Dalam laba kotor, pertama kali harus ditentukan besarnya persentase laba kotor. Persentase ini bisa didasarkan pada penjualan atau harga pokok penjualan. Setelah persentase laba kotor diketahui, kemudian dikalikan pada penjualan dan hasilnya dikurangkan pada penjualan, sehingga dapat ditentukan jumlah harga pokok penjualan, selisih antara harga pokok penjualan dengan barang-barang yang tersedia untuk dijual merupakan persediaan akhir.

8. Identifikasi Khusus.
Dalam metode identifikasi khusus :
  • didasarkan pada anggapan bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya. 
  • perlu dipisahkan tiap-tiap jenis barang berdasarkan harga pokok dan untuk masing-masing kelompok dibuatkan kartu persediaan sendiri, sehingga masing-masing harga pokok barang yang dijual dan sisanya merupakan persediaan akhir.
Metode identifikasi khusus dapat digunakan dalam perusahaan yang menggunakan prosedur pencatatan persediaan dengan cara fisik ataupun cara buku.

9. Persediaan Minimum (Besi).
Dalam metode persediaan minimum :
  • dipakai suatu anggapan bahwa perusahaan memerlukan suatu jumlah persediaan minimum untuk menjaga kontinuitas usahanya. 
  • persediaan ini dianggap sebagai suatu elemen yang harus selalu tetap, sehingga dinilai dengan harga pokok yang tetap.

10. Biaya Standar (Standard Cost).
Dalam metode biaya standar :
  • persediaan barang dinilai dengan biaya standar, yaitu biaya-biaya yang seharusnya terjadi.
  • biaya standar ditentukan di muka sebelum proses dimulai, seperti biaya untuk bahan baku, upah langsung, dan biaya produksi tidak langsung. 
  • apabila terdapat perbedaan antara biaya yang sesungguhnya terjadi dengan biaya standarnya, maka perbedaan itu dicatat sebagai selisih.

11. Harga Beli Terakhir.
Dalam metode harga beli terakhir :
  • persediaan barang yang ada pada akhir periode dinilai dengan harga pokok pembelian terakhir tanpa mempertimbangkan apakah jumlah persediaan yang ada melebihi jumlah yang dibeli terakhir.

12. Harga Pokok atau Harga Pasar yang Lebih Rendah.
Dalam metode harga pokok :
  • persediaan dicantumkan dengan nilai yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar.
  • agar mencapai tujuan maka dalam menghitung persentase harga pokok tidak diperhitungkan penurunan harga jual atau mengurangi persediaan seperti penurunan harga, potongan untuk pegawai, barang-barang rusak dan lain-lain.
Dasar harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah dapat ditetapkan dalam metode FIFO atau rata-rata.

Konsep Persediaan (Inventory). Selain dengan metode tersebut di atas, persediaan juga dapat dinilai dengan menggunakan beberapa konsep persediaan yang lain, yaitu :

1. Historical Cost.
Dalam konsep historical cost, persediaan dinilai berdasarkan pada pembayaran yang dilakukan di masa yang lalu atau harus dilakukan di masa yang akan datang untuk memperoleh barang atau jasa. Jika pembayaran dilakukan di masa yang akan datang maka harga persediaan harus didiskontokan untuk mendapatkan present cost. 

Keuntungan konsep historical cost :
  • inventory bahan baku dan barang dagangan mencerminkan harga yang sebenarnya.
  • dalam kondisi harga tidak pasti konsep ini merupakan alternatif yang layak dari pada net realizable values sebagai alat prediksi.
  • nilai persedian tidak dipengaruhi oleh bias kebijakan manajemen.
  • penilaian dengan cost memungkinkan pertanggung-jawaban mengenai kas dan sumber lain untuk memperoleh persediaan (cross evidence).

Kelemahan konsep historical cost :
  • untuk persediaan barang yang cepat usang, nilai tambah atas barang tidak dapat disesuaikan harganya. 
  • jika terdapat harga yang berbeda susah untuk diperbandingkan.
  • banyak unsur joint cost dan metode alokasi sehingga menyulitkan penilaian persediaan.
  • matching antara revenue dengan cost masa lalu kurang tepat.

2. Current Replacement Cost.
Konsep current replacement cost adalah untuk mengurangi kelemahan dari konsep historical cost. Banyak praktisi dan komite prinsip akuntansi menyarankan menggunakan konsep current replacement cost untuk menilai persediaan, dengan pertimbangan :
  • current replacement cost memungkinkan untuk matching antara current input value dengan current revenue atas hasil current operation.
  • current replacement cost memungkinkan identifikasi dari holding gains dan loss.
  • current replacement cost merupakan current value dari persediaan.
  • current replacement cost memungkinkan pelaporan current operation profit dapat digunakan sebagai prediksi arus kas dikemudian hari.

Sistem Pencatatan Persediaan (Inventory). Sistem pencatatan persediaan terdiri dari :

1. Sistem Pencatatan Persediaan Periodik.
Sistem pencatatan persediaan periodik adalah cara penentuan unit persediaan dengan menghitung secara fisik pada suatu titik waktu yang ditentukan. Sistem pencatatan periodik sangat sederhana, sehingga sistem ini :
  • lebih mudah dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sistem yang belum terpadau. 
  • cocok diterapkan pada perusahaan kecil yang memiliki sumber daya manusia terbatas dalam hal ketelitian.

Sistem pencatatan periodik hanya mewajibkan akuntan mencatat penjualan yang sama dengan bukti transaksi. Jadi setelah transaksi penjualan dan pembelian sudah dilaksanakan pada akhir bulan, akuntan wajib untuk opname persediaan yang masih di gudang untuk mengetahui sisa persediaan setelah adanya transaksi jual beli selama satu periode pencatatan.

2. Sistem Pencatatan Persediaan Perpetual.
Sistem pencatatan persediaan perpetual adalah cara penentuan unit persediaan dengan cara memelihara catatan administratif mengenai beberapa  unit atas kuantitas yang dibeli dan beberapa yang dipakai. Sistem pencatatan perpetual merupakan sistem pencatatan yang dicatat langsung saat transaksi tersebut berlangsung. Sistem pencatatan perpetual lebih rumit dibandingkan sistem pencatatan periodik, karena akuntan wajib memasukkan jurnal harga pokok. Jadi akuntan harus memiliki data harga pokok. Dengan pertimbangan tersebut, perusahaan retail sangat jarang memilih pencatatan persediaan dengan sistem perpetual.

Demikian penjelasan berkaitan dengan dasar penilaian persediaan (konsep persediaan) dan sistem pencatatan persediaan (inventory).

Semoga bermanfaat.