Teori Atribusi Dalam Psikologi Sosial

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Secara singkat atribusi dapat diartikan sebagai upaya untuk memahami penyebab dibalik perilaku seseorang, dalam beberapa kasus juga penyebab perilaku kita sendiri. Pengertian tentang atribusi juga dikemukakan oleh banyak ahli psikologi, diantaranya adalah Robert A. Baron dan Donn Byrne yang menyebutkan bahwa atribusi adalah proses penyimpulan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak.

Dari berbagai pengertian tentang atribusi tersebut, pada akhirnya berkembang menjadi sebuah teori tentang atribusi. Teori atribusi memberikan sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk memahami bagaimana setiap individu menafsirkan perilaku mereka sendiri dan perilaku orang lain. Teori atribusi menekankan pada bagaimana seseorang menafsirkan  berbagai peristiwa dan bagaimana peristiwa tersebut berkaitan dengan pemikiran dan perilaku mereka.

Teori Atribusi. Beberapa teori atribusi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut :

1. Teori Atribusi Fritz Heider.
Fritz Heider, seorang ahli psikologi berkewarga-negaraan Jerman merupakan orang pertama yang mengadakan kajian sekaligus pencetus teori atribusi. Dalam bukunya yang berjudul "Psychology of Personal Relation", Fritz Heider mengemukakan pendapatnya mengenai apa yang disebutnya dengan "naive theory of action", yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku seseorang. Dalam kerangka kerja tersebut, konsep intensional seperti keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba, serta tujuan memainkan peran yang sangat penting.
Dengan teori atribusi,  Fritz Heider mencoba menjelaskan pentingnya mempelajari dan mengkaji proses atribusi, terutama dalam hal bagaimana seseorang membangun sebuah impresi atau kesan bagi orang lain. Fritz Heider berpendapat bahwa impresi atau kesan dibangun berdasarkan tiga tahapan proses yaitu :
  • pengamatan perilaku.
  • menentukan apakah perilaku tersebut disengaja atau tidak.
  • mengelompokkan perilaku ke dalam perilaku yang termotivasi secara internal atau eksternal. 
Bahwa dasar untuk  menjelaskan atribusi menurut Fritz Heider adalah akal sehat (common sense), hal tersebut dikarenakan sifat dari atribusi adalah :
  • Abstrakmaksudnya adalah atribusi merupakan abstraksi mental yang berusaha mengubah sesuatu yang sifatnya konkret konstektual menjadi sesuatu yang sifatnya abstrak dan umum.
  • Ambigu, maksudnya adalah atribusi merupakan proses pereduksian informasi yang sifatnya tidak pasti. 
  • Normatif, maksudnya adalah atribusi melibatkan proses penilaian yang kemudian akan dipakai dalam memahami, memprediksi, dan mengendalikan lingkungan.
Fritz Heider membagi  atribusi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Atribusi Sebagai Proses Persepsi
Dalam pengertian  ini atribusi dipandang sebagai inti dari proses persepsi manusia. Manusia terikat dalam proses psikologis yang menghubungkan pengalaman subyektif mereka dengan berbagai obyek yang ada, yang kemudian direkonstruksi secara kognitif agar menjadi sumber-sumber akibat dari pengalaman perseptual. Dan sebaliknya, ketika orang mencoba untuk membayangkan sebuah obyek, maka ia akan menghubungkan pengalaman tersebut ke dalam alam pikiran mereka.
b. Atribusi Sebagai Penilaian Kausalitas (Sebab Akibat)
Atribusi sebagai proses kausalitas menekankan pada penyebab orang berperilaku tertentu, yang muncul sebagai akibat dari adanya kognisi sosial, yaitu proses di mana orang merasakan dan membuat penilaian tentang orang lain.  Atribusi sebagai penilaian kausalitas ini terbagi dalam dua pengertian yaitu : 
  • atribusi personal (atribusi internal/disposisional), maksudnya adalah suatu penyebab dari dalam personal atau pribadi yang merujuk pada kepercayaan, hasrat, dan intensi yang mengarahkan pada perilaku manusia yang mempunyai tujuan. 
  • atribusi impersonal (atribusi eksternal/lingkungan), maksudnya adalah suatu penyebab dari luar personal atau pribadi yang bersangkutan yang merujuk pada kekuatan yang tidak melibatkan intensi atau tujuan.

2. Teori Atribusi Harold Kelley.
Teori atribusi Harold Kelley dikenal juga dengan teori atribusi kausal atau teori atribusi internal dan eksternal atau model ko-variasi Kelley, yang bersumber pada tiga asumsi dasar yang merupakan faktor internal dan eksternal, yaitu :
  • Konsensus. Menggambarkan bagaimana seseorang dalam keadaan yang sama akan berperilaku. Dalam hal ini dilihat apakah suatu perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada situasi yang sama ? Makin banyak yang melakukannya, akan semakin tinggi konsensus dan sebaliknya makin sedikit yang melakukannya, maka akan semakin sedikit konsensus.
  • Konsistensi. Merupakan sesuatu yang menunjukkan sejauh mana perilaku seseorang konsisten dari satu situasi ke situasi yang lain, yang merujuk pada apakah seseorang yang diamati akan berperilaku dengan cara yang sama dalam situasi yang sama setiap waktu. Dalam hal ini dilihat apakah perilaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa lalu dalam situasi yang sama ? Jika jawabnya "ya", maka konsistensinya tinggi dan jika jawabnya "tidak", maka konsistensinya rendah.
  • Distingsi atau Kekhususan. Merujuk pada berbagai variasi dalam mengamati perilaku orang lain dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini dilihat apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa lalu dalam situasi yang berbeda ? Jika jawabnya "ya", maka distingsi atau kekhususannya tinggi dan jika jawabnya "tidak", maka distingsi atau kekhususannya rendah.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi suatu perilaku menetap atau tidak, dapat dikendalikan atau tidak, yaitu :
  • Augmenting, yaitu suatu kecenderungan untuk menganggap suatu faktor penyebab bertambah pentingnya karena perilaku tersebut tetap terjadi meskipun ada faktor yang menghambat (inhibisi) perilaku tersebut.
  • Discounting, yaitu suatu kecenderungan untuk menganggap suatu faktor penyebab  berkurang pentingnya karena ada faktor penyebab lainnya.
Model ko-variasi Kelley merupakan teori atribusi di mana orang membuat kesimpulan sebab akibat untuk menjelaskan mengapa orang lain dan diri kita berperilaku dengan cara tertentu. Atribusi yang dibuat oleh pengamat sangat tergantung pada keadaan kognisi si pengamat tersebut, bukan semata-mata tergantung pada perilaku pelaku. Teori atribusi Harold Kelley berkaitan erat dengan persepsi sosial dan persepsi diri.

3. Teori Atribusi Edward E. Jones dan Keith Davis.
Teori atribusi Edward Jones dan Keith Davis dikenal sebagai "correspondent inference theory" atau teori inferensi koresponden. Teori ini menjelaskan kecenderungan manusia dalam menggunakan informasi tentang perilaku orang lain dan  efeknya untuk menggambarkan sebuah inferensi koresponden, di mana perilaku tersebut dikaitkan dengan karakteristik disposisi atau kepribadian, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  • mengidentifikasi maksud dari efek perilaku seseorang.
  • memutuskan ada tidaknya korespondensi jika dampak dari perilaku seseorang tersebut tidak diinginkan secara sosial.
Teori inferensi koresponden mengaitkan beberapa faktor yang dapat dijadikan faktor untuk menarik suatu kesimpilan tentang apakah suatu perbuatan disebabkan oleh sifat kepribadian atau disebabkan oleh faktor tekanan situasi. Beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut :
  • Non Common Effect, yaitu situasi di mana penyebab dari tindakan yang dilakukan seseorang adalah sesuatu yang tidak disukai oleh orang pada umumnya.
  • Freely Choosen Act, yaitu ada tidaknya paksaan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan.
  • Low Social Desirability, yaitu ada tidaknya suatu penyimpangan (dari kebiasaan) dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang.  
Jika di antara ketiga faktor tersebut diatas ada disaat seseorang melakukan suatu perbuatan, maka tindakan orang tersebut disebabkan oleh sifat kepribadian orang tersebut.
Inferensi korespondensi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah :
  • Efek-efek tidak umum, yaitu berbagai elemen pola tindakan yang tidak dibagi dengan pola tindakan alternatif.
  • Keinginan sosial, yaitu perilaku yang tidak diinginkan secara sosial yang dapat menuntun pada inferensi korespondensi dibandingkan dengan perilaku yang diinginkan secara sosial.
  • Kebebasan memilih, yaitu semakin besar kebebasan memilih maka akan semakin besar pula inferensi korespondensi.
Kelemahan teori inferensi korespondensi adalah sebagai berikut :
  • teori inferensi korespondensi mengasumsikan bahwa pengamat memutuskan kesamaan efek dengan membandingkan perilaku aktual aktor dengan beberapa tindakan yang tidak dipilih.
  • kesimpulan yang dihasilkan sering kali berupa penggambaran, bahkan terhadap penilaian atas perilaku seseorang tidak disengaja.
  • proses yang terlibat dalam pengambilan kesimpulan sangat kompleks, bahkan melebihi apa yang disaranan dalam teori inferensi korespondensi itu sendiri.

4. Teori Atribusi Bernard Weiner.
Bernard Weiner mengembangkan teori atribusi yang didasarkan pada sebuah kerangka kerja teoritis dengan penekanan lebih pada pencapain atau hasil. Menurut Bernard Weiner terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi atribusi, yaitu :
  • kemampuan.
  • usaha atau upaya.
  • tingkat kesulitan tugas.
  • keberuntungan.
Atribusi sendiri oleh Bernard Weiner dikelompokkan dalam tiga dimensi kausalitas, yaitu :
  • locus of control, yang meliputi faktor internal dan eksternal.
  • stability, yaitu berubah atau tidaknya suatu faktor penyebab. 
  • controllability, yaitu faktor penyebab seseorang dapat mengendalikan keterampilan dan penyebab seseorang tidak dapat mengendalikan tindakan orang lain.
Teori atribusi Bernard Weiner ini sangat berpengaruh dalam psikologi sosial sampai saat ini.

Distorsi Kognitif. Dalam versi ini, teori atribusi akan menguraikan proses yang sangat rasional dan logis. Pada bentuk ini, teori atribusi mengasumsikan bahwa orang kebanyakan akan memproses  informasi secara rasional, sehingga menilai informasi secara cukup obyektif dan akan mengkombinasikannya untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Semoga bermanfaat.