Miranda Rule atau dikenal juga dengan sebutan "Miranda Principle", secara umum merupakan suatu hak konstitusional dari tersangka/terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan dari pejabat yang bersangkutan dalam proses peradilan pidana serta hak untuk didampingi oleh penasehat hukum dalam semua tingkat proses peradilan, termasuk pada saat proses penyidikan.
Istilah miranda rule muncul sebagai prinsip hukum acara pidana di Amerika Serikat berawal dari putusan kasus Ernesto Miranda (Miranda) vs Negara Bagian Arizona (Arizona) pada tahun 1966 yang selanjutnya mengakibatkan Amandemen Kelima Bill of Rights, yang terjemahan bebasnya lebih kurang sebagai berikut :
- Tiada seorangpun diharuskan menjawab untuk suatu tindak pidana umum atau tindak pidana yang belum dikenal, tanpa penjelasan atau penggambaran dakwaan dari Juri, kecuali untuk kasus yang timbul di Angkatan Darat atau Angkatan Laut, atau di dalam Milisi, ketika sedang bertugas dalam perang atau bahaya umum; juga tidak seorangpun menjadi terdakwa dan didakwa dua kali untuk kasus yang sama sehingga membahayakan hidupnya, juga tidak akan dipaksa dalam setiap dalam setiap kasus pidana untuk menjadi saksi melawan dirinya sendiri, juga tidak akan dikurangi kehidupan, kebebasan, atau harta bendanya, tanpa proses hukum; juga kepemilikan pribadi tidak akan diambil untuk kepentingan umum, tanpa kompensasi yang adil.
Dalam praktek, miranda rule (miranda principle) dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut :
- Miranda Rule, yaitu suatu aturan yang mengatur hak-hak tersangka yang dituduhkan atau disangkakan melakukan tindak pidana sebelum diperiksa oleh penyidik (polisi), yaitu : a. hak untuk diam karena segala yang dikatakan oleh tersangka dapat digunakan untuk melawan atau memberatkannya di pengadilan, b. hak untuk menghubungi dan mendapatkan penasehat hukum untuk membela hak-hak hukumnya, dan apabila ia tidak mampu maka negara berkewajiban menyediakan penasehat hukum bagi tersangka.
- Miranda Right mirip dengan miranda rule, yaitu suatu aturan yang menekankan pada hak-hak tersangka yaitu : a. hak untuk diam atau menolak untuk menjawab pertanyaan dari pihak penyidik (polisi) atau pihak yang menangkap sebelum diperiksa oleh penyidik, b. hak untuk menghubungi penasehat hukum dan mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum yang bersangkutan, c. hak untuk memilih sendiri penasehat hukum yang akan mendampingi selama berperkara, d. hak untuk disediakan penasehat hukum jika tersangka tidak mampu menyediakan penasehat hukum.
- Miranda Warning, yaitu suatu peringatan yang harus diberikan oleh penyidik kepada tersangka. Sebelum tersangka diinterogasi oleh pihak penyidik harus diberikan informasi jelas, yang dalam prakteknya di Amerika Serikat dikenal dengan "the four miranda warning" yaitu bahwa : a. tersangka berhak diam, b. segala apa yang dikatakannya bisa digunakan untuk melawannya di pengadilan, c. tersangka berhak mendapatkan bantuan dari penasehat hukum, d. jika tersangka tidak mampu maka akan disediakan penasehat hukum cuma-cuma oleh negara.
Miranda Rule dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak dikenal istilah miranda rule. Hanya saja, prinsip-prinsip yang serupa dengan miranda rule (miranda principle) dapat ditemukan dalam beberapa pasal dalam KUHAP, diantaranya terdapat di dalam :
1. Ketentuan Pasal 52 KUHAP yang berbunyi :
- Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka/terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
2. Ketentuan Pasal 54 KUHAP yang berbunyi :
- Guna kepentingan pembelaan, tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
3. Ketentuan Pasal 55 KUHAP yang berbunyi :
- Untuk mendapatkan penasehat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka/terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya.
4. Ketentuan Pasal 56 KUHAP yang berbunyi :
- (1) Dalam hal tersangka/terdakwa atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana limabelas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.
- (2) Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantguannya denpgan cuma-cuma.
5. Ketentuan Pasal 57 KUHAP yang berbunyi :
- (1) Tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
- (2) Tersangka/terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahan berhak menghubungu dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.
Sedangkan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh tersangka/terdakwa apabila terjadi pelanggaran terdapat pasal-pasal tersebut adalah dengan :
- melakukan permohonan praperadilan, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP.
- mengadukan atau melaporkan petugas penyidik yang bertindak sewenang-wenang pada saat penangkapan dan penahan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena telah terjadia pelanggaran Kode Etik Polri, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 Perkapolri Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika penyidik yang bersangkutan terbukti bersalah dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Perkapolri Nomor : 14 Tahun 2011, atau dapat juga diproses secara hukum apabila terbukti penyidik tersebut melakukan penganiayaan terhadap tersangka/terdakwa.
Jadi, meskipun miranda rule tidak dikenal di dalam tata hukum Indonesia, tetapi prinsip-prinsip dari miranda rule dapat ditemukan di dalam ketentuan pasal-pasal KUHAP atau Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Semoga bermanfaat.