Kewenangan Dan Wewenang Badan/Pejabat Pemerintahan Dalam Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintah di dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai upaya untuk mencegah praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pengaturan terhadap administrasi pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya, dan pola tindak administrasi yang demokratis, obyektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum.  Oleh karenanya undang-undang tentang administrasi pemerintahan tersebut harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan dan efisien.

Salah satu hal yang penting yang diatur dalam undang-undang tentang administrasi pemerintahan tersebut adalah berkaitan dengan  kewenangan pemerintah dan wewenang yang diperoleh oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan ;
  • Kewenangan pemerintah (kewenangan) adalah kekuasaan badan dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
  • Wewenang adalah hak yang dimiliki badan dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam menyelenggaraan pemerintahan.

Bentuk Kewenangan. Pada umumnya terdapat dua bentuk kewenangan yang dimiliki oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan, yaitu sebagai berikut :
  1. Kewenangan atributif (orisinal), yaitu kewenangan yang diberikan langsung oleh peraturan perundang-undangan.
  2. Kewenangan non atributif (non orisinal), yaitu kewenangan yang diberikan karena adanya pelimpahan atau peralihan wewenang. Kewenangan non atributif terdiri dari delegasi dan mandat. 

Sumber Kewenangan Pemerintah. Terdapat tiga sumber kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2014, yaitu :

1. Atribusi.
Atribusi adalah pemberian kewenangan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang berasal dari :
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang. 
  • wewenang baru atau sebelumnya tidak ada.
  • pemberian, maksudnya atribusi diberikan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui atribusi, tanggung jawab kewenangan berada pada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang bersangkutan. Selain itu,  kewenangan atribusi tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang.

2. Delegasi.
Delegasi adalah pelimpahan kewenangan yang :
  • diberikan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan lainnya, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi. 
  • ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah.
  • merupakan wewenang pelimpahan atau sebelumnya tidak ada.
Kewenangan yang telah didelegasikan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan dengan ketentuan sebagai berikut :
  • dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum wewenang dilaksanakan.
  • dilakukan dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri.
  • paling banyak diberikan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan satu tingkat di bawahnya.
Apabila dirasakan pelaksanaan wewenang berdasarkan delegasi tersebut menimbulkan ketidak-efektifan penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memberikan pendelegasian kewenangan dapat menarik kembali wewenang yang telah didelegasikan. 

Syarat Delegasi.  Dari apa yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu delegasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • Delegasi harus definitif, maksudnya pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan tersebut.
  • Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, maksudnya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undanga.
  • Delegasi tidak kepada bawahan, maksudnya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.
  • Kewajiban memberi keterangan atau penjelasan, maksudnya delegasi berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.
  • Peraturan kebijakan (beleidsregel), maksudnya delegasi memberikan petunjuk tentang penggunaan wewenang tersebut. 

3. Mandat.
Mandat adalah pelimpahan kewenangan yang :
  • yang ditugaskan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.  
  • merupakan pelaksanaan tugas rutin.
Pejabat yang melaksanakan tugas rutin, terdiri atas :
  • pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara.
  • pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menerima wewenang melalui mandat :
  • dalam menjalankan wewenangnya harus menyebutkan atas nama badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memberikan mandat. 
  • tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memberikan mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang telah diberikannya melalui mandat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, apabila pelaksanaan wewenang berdasarkan mandat menimbulkan ketidak-efektifan penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memberikan mandat dapat menarik kembali wewenang yang telah dimandatkan.

Pembatasan Kewenangan. Wewenang badan dan/atau pejabat pemerintahan dibatasi oleh :
  • masa atau tenggang waktu wewenang.
  • wilayah atau daerah berlakunya wewenang.
  • cakupan bidang atau materi wewenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang telah berakhir masa atau tenggang waktu wewenang-nya tidak dibenarkan mengambil keputusan dan/atau tindakan. 

Sengketa Kewenangan. Badan dan/atau pejabat pemerintahan mesti mencegah terjadinya sengketa dalam penggunaan kewenangan. Namun demikian, apabila terjadi sengketa kewenangan di lingkungan pemerintahan, kewenangan penyelesaian sengketa kewenangan berada pada antar atasan pejabat pemerintahan yang bersengketa melalui koordinasi untuk mendapatkan kesepakatan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun apabila tidak tercapai kesepakatan maka penyelesaian sengketa kewenangan di lingkungan pemerintahan pada tingkat akhir diputuskan oleh presiden. Sedangkan penyelesaian sengketa kewenangan yang :
  • melibatkan lembaga negara, diselesaikan oleh Mahkamah Agung.
  • menimbulkan kerugian keuangan negara, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Larangan Penyalah-gunaan Wewenang. Pada prinsipnya badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalah-gunakan wewenang. Larangan penyalah-gunaan wewenang meliputi :

1. Larangan Melampaui Wewenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan :
  • melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang.
  • melampaui batas wilayah berlakunya wewenang.
  • bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Larangan Mencampur-adukkan Wewenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan mencampur-adukkan wewenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan :
  • di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan.
  • bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan.
Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan mencampur-adukkan wewenang dapat dibatalkan apabila telah diuji dan ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

3. Larangan Bertindak Sewenang-wenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan :
  • tanpa dasar kewenangan.
  • bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Semoga bermanfaat.