Pengertian Yurisprudensi, Unsur Dan Macam Yurisprudensi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Secara umum, yurisprudensi diartikan sebagai keputusan hakim terdahulu mengenai suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang sama. Istilah "yurisprudensi" sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu "Iuris Prudentia", yang berarti "pengetahuan hukum atau ilmu hukum". Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka, mengartikan yurisprudensi sebagai (i) ajaran hukum melalui peradilan, dan (ii) himpunan putusan hakim.

Dalam sistem pengetahuan hukum, yurisprudensi diartikan sebagai suatu pengetahuan hukum positif dan hubungannya dengan hukum yang lain. Sedangkan dalam sistem hukum Anglo Saxon ataupun dalam sistem hukum Eropa Kontinental, yurisprudensi diartikan sebagai  keputusan-keputusan hakim terdahulu yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan diikuti oleh hakim atau lembaga peradilan lain dalam memutuskan suatu kasus atau perkara yang sama.

Dari pengertian yurisprudensi tersebut dapat dikatakan bahwa adanya yurisprudensi mempunyai manfaat diantaranya adalah sebagai berikut :
  • sebagai pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan perkara yang sama.
  • membantu membentuk hukum tertulis.

Dasar Hukum Yurisprudensi. Yurisprudensi lahir karena adanya peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya, sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Dasar hukum yurisprudensi adalah Undang-Undang Nomor : 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ; 
  • Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 48 Tahun 2009 menyebutkan bahwa : "Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat".
  • Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 48 Tahun 2009 menyebutkan bahwa :  "Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara, dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya". 

Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum formal yang penting, baik dalam sistem hukum Anglo Saxon maupun sistem hukum Eropa Kontinental. Hanya saja dalam sistem hukum Eropa Kontinental, yurisprudensi tidak mempunyai kekuatan yang mengikat (the binding force of precedent), sebagai mana yurisprudensi dalam sistem hukum Anglo Saxon.

Yurisprudensi Menurut Pendapat Para Ahli. Para ahli telah mengutarakan pendapatnya tentang apa yang dimaksud dengan yurisprudensi, beberapa pendapat dari para ahli tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Prof. Subekti.
Menurut Prof. Subekti, yurisprudensi diartikan sebagai putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap.

2. Sudikno Mertokusumo.
Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa yurisprudensi adalah pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa dan siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.

3. Yan Paramadya Puspa.
Menurut Yan Paramadya Puspa, yurisprudensi diartikan sebagai kumpulan atau seri keputusan Mahkamah Agung berbagai vonis beberapa daru berbagai macam jenis kasus perkara yang berdasarkan dari pemutusan kebijaksanaan di setiap hakim sendiri yang kemudian dianut oleh para hakim lainnya untuk memutuskan kasus-kasus perkara yang hampir atau sama. 

4. Kansil.
Kancil mengartikan yurisprudensi sebagai keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.

5. Muladi.
Muladi mengartikan yurisprudensi dalam beberapa hal, yaitu :
  • ajaran hukum khusus yang terbentuk dari putusan-putusan pengadilan, khususnya Mahkamah Agung (the science of law the forma principles upon which are law are based).
  • himpunan putusan yang dianggap sebagai sumber hukum yang dapat dipakai sebagai rujukan oleh hakim dalam memutus perkara yang serupa (a body of a court decision as a judicial precedent considered by the judge in it's verdict).
  • salah satu sumber hukum, di samping undang-undang, traktat, doktrin, dan hukum kebiasaan.

6. Soehino.
Soehino berpendapat bahwa suatu keputusan Mahkamah Agung dapat disebut sebagai yurisprudensi, apabila putusan Mahkamah Agung tersebut mengenai suatu materi yang telah dirunut, dipakai sebagai acuan dalam keputusan Mahkamah Agung mengenai materi yang sama, sedikitnya lima keputusan Mahkamah Agung.

7. Denny Indrayana.
Denny Indrayana berpendapat bahwa yurisprudensi tidak sama dengan undang-undang, baik dari  segi ketentuan hukum positif maupun dari segi doktrin.

8. Topo Santoso.
Menurut Topo Santoso, yurisprudensi tidak sama dan tidak setara dengan undang-undang. Hal ini dikarenakan :
  • yurisprudensi memiliki kandungan norma khusus yang memiliki sifat individual dalam kasus tertentu, sedangkan dalam undang-undang sifatnya umum 

9. Rachmat Trijono.
Rachmat Trijono mengartikan yurisprudensi sebagai putusan hakim yang diikuti oleh hakim-hakim dalam memberikan putusannya dalam kasus yang serupa.

10. M. Mirwan dan Jimmy P.
Menurut M. Mirwan dan Jimmy P, yurisprudensi adalah :
  • ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan, yang kemudian digunakan sebagai landasan negara.
  • suatu putusan hakim yang terdahulu yang diikuti oleh hakim-hakim lainnya dalam perkara yang sama, atau kumpulan putusan Mahkamah Agung tentang berbagai vonis dari beberapa macam jenis kasus perkara berdasarkan pemutusan kebijakan para hakim sendiri yang diikuti hakim lainnya dalam perkara yang sama.

11. A. Ridwan Halim.
A. Ridwan Halim mendefinisikan yurisprudensi sebagai suatu putusan hakim atas suatu kasus yang belum ada pengelolaannya dalam undang-undang, yang untuk seterusnya menjadi petunjuk bagi hakim-hakim lainnya yang mengadili perkara-perkara yang sama.

12. Philipus M. Hadjin.  
Dalam merumuskan pengertian tentang yurisprudensi, Philipus M. Hadjin menggunakan pendekatan konseptual, bahwa yurisprudensi adalah produk kewenangan legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan karakter yuridis yang bersifat abstrak umum, sedangkan dalam putusan Mahkamah Agung yang berada dalam ranah "yudicial decision" yang memiliki sifat yang konkrit individual, maka dalam undang-undang tidak dapat disamakan dengan putusan Mahkamah Agung.

Proses Yurisprudensi. Ahmad Kamil dan M. Fauzan dalam bukunya yang berjudul "Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi" menyebutkan bahwa untuk dapat dikategorikan yurisprudensi, putusan hakim harus melalui proses :  
  • Eksaminasi, yaitu meneliti dan memeriksa suatu keputusan.
  • Notasi, yaitu penjelasan sementara atau tetap yang dicatat berdasarkan suatu perkara. 
dari Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi.

Selain itu, hakim dalam mengambil  suatu putusan dari suatu perkara yang ditanganinya sehingga dapat bersifat sebagai yurisprudensi, harus melakukan berbagai penafsiran sebagai berikut :
  • Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata, logis, dan mempunyai penjelasan yang dapat diterapkan sehari-hari.
  • Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-undang.
  • Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang.
  • Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan jaman.
  • Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang itu sendiri.

Unsur Yurisprudensi. Suatu putusan hakim dapat disebut sebagai yurisprudensi, apabila keputusan hakim tersebut memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
  • putusan tersebut telah memenuhi rasa keadilan.
  • putusan atas suatu peristiwa hukum yang tidak jelas pengaturan perundang-undangannya.
  • telah berulang kali dijadikan dasar untuk memutuskan perkara yang sama.
  • putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
  • putusan tersebut dibenarkan oleh Mahkamah Agung.

Macam Yurisprudensi. Terdapat beberapa macam yurisprudensi, yaitu sebagai berikut :
  • Yurisprudensi tetap, yaitu suatu putusan dari hakim tingkat pertama, banding, dan putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap, atas perkara atau kasus yang belum jelas aturan hukumnya yang memiliki muatan keadilan dan kebenaran, telah diikuti berulang kali oleh hakim berikutnya dalam memutus perkara yang sama, putusan mana telah diuji secara akademis oleh majelis yurisprudensi di Mahkamah Agung dan telah direkomendasikan sebagai yurisprudensi tetap yang berlaku mengikat dan wajib diikuti hakim-hakim di kemudian hari. 
  • Yurisprudensi tidak tetap, yaitu suatu putusan dari hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, tapi belum melalui uji eksaminasi dan notasi tim Mahkamah Agung dan belum ada rekomendasi untuk menjadi yurisprudensi tetap, sehingga tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.
  • Yurisprudensi semi yuridis, yaitu semua penetapan pengadilan yang didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon. Misalnya pada kasus penetapan status anak.
  • Yurisprudensi administrasi, yaitu suatu putusan hakim yang berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup pengadilan. Misalnya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung).

Fungsi Yurisprudensi. Sebagi salah satu landasan penegakan hukum, yurisprudensi mempunyai fungsi diataranya adalah sebagai berikut :
  • menegakkan kepastian hukum.
  • mewujudkan keseragaman pandangan hukum yang sama.
  • landasan hukum.
  • menciptakan standar hukum.

Dalam membuat suatu putusan terhadap perkara yang ditanganinya, hakim akan mempertimbangkan alat-alat bukti, fakta yang terungkap, dan keyakinan batinnya. Majelis hakim memutuskan perkara dengan menggunakan irah-irah (title executorial) : "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Jika substansi perkaranya relatif sama dan norma undang-undang positif tidak memberikan pengaturan atau masih bersifat samar-samar, maka hakim dapat berpegang atau menggunakan  putusan terdahulu (yurisprudensi) sebagai rujukan.

Berdasarkan teori ilmu hukum, yurisprudensi merupakan sumber hukum, tetapi bukanlah norma hukum tertulis. Itulah sebabnya dalam Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yurisprudensi tidak dicantumkan sebagai dalam aturan hukum.

Semoga bermanfaat.