Pertanggungjawaban Pidana

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pertanggungjawaban pidana atau criminal responsibility adalah segala akibat yang harus ditanggung oleh seorang tersangka atau terdakwa dari perbuatan pidana yang telah dilakukannya. Pertanggung jawaban tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dan menjurus kepada pemidanaan petindak. 

Seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana dan dapat diminta pertanggungjawaban pidana, apabila telah memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. Ada dua sudut pandang, seseorang akan dipertanggungjawab pidanakan atas tindakan-tindakan yang dilakukannya tersebut, yaitu :
  • Dari terjadinya suatu tindakan yang dilakukan (dilarang atau diharuskan). Apabila tindakan yang dilakukannya tersebut bersifat melawan hukum dan tidak ada alasan pembenar untuk tindakannya tersebut.
  • Dari kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam hal demikian maka  hanya orang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjwab-pidanakan. Kemampuan bertanggung jawab tersebut didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa atau mental, dan bukan didasarkan kepada keadaan dan kemampuan berpikir dari seorang pelaku. 

Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab, apabila :
1. Keadaan jiwanya :
  • tidak terganggu oleh suatu penyakit, baik terus menurus ataupun sementara.
  • tidak cacat dalam pertumbuhan mentalnya, seperti idiot, lemah mental, dan lain-lain.
  • sadar dalam melakukan tindakannya.
2. Kemampuan jiwanya :
  • mengetahui dan menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan tercela.
  • menyesali hakekak dari tindakan yang dilakukannya.
  • dapat menentukan kehendaknya atas tindakan yang dilakukannya, apakah akan dilakukan atau tidak.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjwabkan pidana atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Sehingga, seorang tersangka atau terdakwa akan dijatuhi pidana, jika :
  • tindakan yang dilakukannya tersebut bersifat melawan hukum dan tersangka atau terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan dari tersangka atau terdakwa tersebut yag berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Dalam arti bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang tercela dan tersangka atau terdakwa menyadari tindakan yang dilakukannya tersebut.
  • tiada ketentuan hukum yang meniadakan sifat melawan hukum atau tidak ada alasan pembenar dari tindakan yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa tersebut. Tidak juga ada ketentuan yang meniadakan kesalahan tersangka atau terdakwa serta tidak ada alasan pemaaf. 

Berkaitan antara hubungan petindak dengan tindakan yang dilakukannya tersebut, Pompe mengatakan bahwa hubungan petindak dengan tindakannya ditinjau dari sudut kehendak, maka : 
  • kesalahan petindak adalah merupakan bagian dalam dari kehendak tersebut. Sehingga berlaku asas "tiada pidana, tanpa kesalahan". 
  • sifat melawan hukum merupakan bagian luar dari kehendak tersebut. Hal ini dapat dilihat dari jika seseorang melakukan suatu tindakan yang tidak bersifat melawan hukum, atau melakukan suatu tindakan yang bersifat melawan hukum akan tertapi sifat melawan hukum tersebut dihapus oleh suatu keadaan yang diatur dalam hukum, maka petindak tidak dipertanggungjawabkan pidana. Atau dapat dikatakan bahwa "tiada pemidanaan tanpa unsur bersifat melawan hukum dari tindakan tersebut.

Sehingga suatu tindakan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, harus dapat dibuktikan bahwa :
  • subyek harus sesuai dengan perumusan undang-undang.
  • terdapat kesalahan pada petindak atau pelaku.
  • tindaklan yang dilakukan bersifat melawan hukum.
  • tindakan yang dilakukan dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
  • dilakukannya tindakan tersebut sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan-keadaan lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.

Semoga bermanfaat.