Hukum pidana bersifat hukum publik. Hukum publik adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan bangunan negara atau lembaga-lembaga negara, yaitu bagaimana lembaga-lembaga negara tersebut melaksanakan tugasnya, bagaimana hubungan kekuasaan yang satu dengan yang lainnya, dan perbandingan atau hubungannya dengan masyarakat atau perseorangan dan sebaliknya. Yang dimaksud dengan lembaga-lembaga negara adalah bentuk pemerintahan, susunan dan kewenangan-kewenangan lembaga tersebut. Atau dengan kalimat yang lebih sederhana, hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan publik atau masyarakat umum.
Ciri-ciri hukum publik. Apabila lebih diperinci sifat dari hukum publik dalam kaitannya dengan hukum pidana, maka dapat ditemukan ciri-ciri dari hukum publik, yaitu :
- Mengatur hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat dengan orang perseorangan.
- Kedudukan penguasa negara adalah lebih tinggi dari orang perseorangan.
- Penuntutan seseorang yang telah melakukan tindakan yang dilarang tidak tergantung pada perseorangan yang dirugikan, melainkan pada umumnya, dan negara atau penguasa wajib menuntut seseorang tersebut.
- Hak subyektif penguasa ditimbulkan oleh peraturan-peraturan hukum pidana obyektif atau hukum pidana positif.
Pertanyaan selanjutnya, apakah pada hukum pidana terdapat ciri-ciri seperti yang terdapat pada ciri-ciri hukum publik ? Atau apakah hukum pidana bersifat hukum publik ? Untuk menjawab hal tersebut, harus ditelusuri sejarahnya, di mana ternyata telah terjadi pergeseran sifat.
Pada awalnya, hukum pidana belumlah bersifat hukum publik, karena ketika itu suatu sengketa yang terjadi atau suatu kerugian seseorang atau masyarakat tertentu yang ditimbulkan oleh seseorang atau masyarakat lainnya, diselesaikan sendiri atau dibalas sendiri oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan dengan cara yang sama atau bahkan dengan cara yang berlebihan. Pada waktu itu berlaku istilah : "Tiada suatu pembalasan yang lebih rendah atau pembalasan itu selalu lebih kecam".
Penyelesaian seperti itu dapat dipahami, karena pada waktu itu belum ada penguasa yang diberi hak untuk menyelesaikan suatu perselisihan. Jadi dasar penuntutannya bersifat balas dendam (door wraak) yang dipandang sebagai aturan hukum pada waktu itu. Kedudukan masing-masing pihak adalah sama, dan penuntutannya tergantung kepada pihak yang dirugikan.
Seiring dengan kemajuan jaman dan peradaban, berakibat juga pada tumbuhnya kesadaran hukum masyarakat. timul kebutuhan untuk mengatur persengketaan-persengketaan yang terjadi di antara para pihak. Untuk menyelesaikan suatu pertikaian secara wajar, seimbang dan berkelanjutan, diberikanlah hak kepada penguasa, bahkan penguasa diwajibkan untuk menyelesaikan suatu perkara yang timbul atas dasar kepentingan bersama (umum). Sehingga pada akhirnya dapatlah dikatakan bahwa hukum pidana bersifat hukum publik, maksudnya pada hukum pidana juga terdapat ciri-ciri yang terdapat pada hukum publik. Dalam penegakan aturan pidana, yang harus diutamakan adalah kepentingan umum.
- Misalkan dalam kasus : A membunuh B karena atas permintaan suka rela dari B sendiri. Meskipun pembunuhan tersebut tidak dipersoalkan oleh keluarga B, tapi dalam kasus tersebut penguasa tetap berkewajiban untuk menuntut A. Karena bagaimanapun juga, pembunuhan adalah perbuatan yang tercela dan harus dicegah dan layak dipidanakan pelakunya.
Tetapi dalam beberapa hal, tidak selalu penuntutan wajib dilakukan penguasa tanpa memperhatikan kehendak dari pihak-pihak yang dirugikan, hal ini sesuai dengan asas "tiada suatu peraturan tanpa kekecualian". Dalam praktek hal tersebut disebut "delik aduan". Di mana penuntutan oleh penguasa dapat dilakukan dengan syarat setelah adanya kehendak (pengaduan) dari pihak-pihak yang dirugikan yaitu berupa pengaduan agar penguasa menuntut perkara tersebut. Pertimbangannya adalah supaya pihak yang dirugikan tidak lebih dirugikan lagi, karena penuntutan dan proses persidangannya dilakukan secara terbuka dan untuk umum.
Meskipun demikian, diantara para sarjana masih terdapat perbedaan pendapat mengenai sifat dari hukum pidana ini. Ada beberapa sarjana yang tidak sependapat bahwa hukum pidana bersifat hukum publik. Mereka beralasan bahwa :
- Hukum pada pokoknya tidak mengadakan kaedah-kaedah (norma) baru, melainkan norma hukum pidana itu telah ada sebelumnya pada bagian hukum lainnya dan juga sudah ada sanksinya. Hanya pada satu tingkat tertentu, sanksi tersebut sudah tidak seimbang atau relevan lagi, sehingga dibutuhkan sanksi yang lebih tegas dan lebih berat yang disebut sebagai sanksi atau hukuman pidana.
- Justru tidak selalu penguasa wajib menuntut suatu tindak pidana tertentu karena dipersyaratkan adanya pengaduan dari yang dirugikan atau yang terkena tindak pidana, menunjukkan bahwa hukum pidana tidak bersifat hukum publik.
Para sarjana yang tidak sependapat bahwa hukum pidana bersifat hukum publik diantaranya adalah Van Kan, Paul Scholten , Logeman, Lemaire, dan Utrecht.
Demikian penjelasan berkaitan dengan sifat hukum pidana.
Semoga bermanfaat.