Secara umum tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak-hak asasi manusia dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat dan negara dengan perimbangan yang serasi dari kejahatan/tindakan tercela di satu pihak dan dari tindakan pengasa yang sewenang-wenang di lain pihak. Namun perwujudan tujuan hukum pidana tersebut dalam sejarahnya telah mengalami proses yang lama.
Pada jaman sebelum revolusi Prancis, ketika hukum pidana pada umumnya belum tertulis , dalam banyak hal, baik atau buruk, benar atau salah, atau dapat tidaknya dipidana suatu tindakan tergantung kepada kebijaksanaan hakim, sebagai alat dari raja. Dalam banyak peristiwa, terjadi kesewenang-wenangandari penguasa mengenai penentuan suatu tindakan yang dapat dipidana. Bahkan kesewenang-wenangan tersebut seringkali berubah menjadi kekejaman. Dapatlah dikatakan bahwa tujuan hukum pidana pada waktu itu adalah untuk menakut-nakuiti (menimbulkan rasa takut) masyarakat agar tidak melakukan tindakan yang merugikan pihak lain.
Di Indonesia, sebelum kedatangan penjajah Belanda, pada umumnya yang berlaku adalah hukum tidak tertulis yang disebut dengan hukum adat. Hukum adat tidak mengenal sistem praeextintete regels. Setiap perbuatan atau setiap situasi yang tidak selaras dengan norma-norma yang ada di masyarakat, dan lain sebagainya yang merugikan masyarakat dapat merupakan pelanggaran hukum. Konsekuensi akibat pelanggaran terhadap hukum adat biasanya berupa penggantian kerugian immaterial, pembayaran uang adat, permintaan maaf, diasingkan, dan lain-lain. Tujuan hukum pidana di Indonesia saat itu adalah untuk menjamin keselamatan orang dan masyarakat.
Perkembangan tujuan hukum pidana dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
- Mashab Klasik. Gerakan yang timbul di negara-negara Barat sebagai akibat dari kesewenang-wenangan penguasa mempercepat diadakannya suatu aturan tertulis untuk mengetahui tindakan mana yang dilarang dan tindakan mana yang tidak dan apa ancaman hukumannya. Gerakan tersebut dipelopori oleh Beccaria melalui tulisan-tulisannya, dan Voltaire yang memprotes pemidanaan dalam kasus Jean Calas. Selain itu mulai munculnya banyak tokoh pemikir seperti Montesquieu dengan ajarannya yang terkenal Trias Politica, dan Jean Jacques Rousseau dengan karyanya yang berjudul Du Contrat Social, turut pula mempercepat peniadaan kesewenang-wenangan dari penguasa. Dengan adanya aturan tertulis akan menjamin hak-hak manusia dan kepentingan hukum perseorangan. Peraturan tertulis itu akan menjadi pedoman bagi masyarakat dan menjamin kepastian hukum bagi mereka. Tujuan hukum pidana menurut mashab klasik adalah untuk menjamin kepentingan hukum individu atau perseorangan.
- Mashab Modern. Perkembangan ilmu sosial dalam masyarakat turut mempengaruhi perkembangan ilmu hukum pidana. Kriminologi yang obyek penelitiannya adalah tingkah laku orang perseorangan dan/atau masyarakat merupakan salah satu ilmu yang memperkaya ilmu hukum pidana. Pengaruh kriminologi sebagai bagian dari social science menimbulkan suatu ajaran baru yang disebut sebagai mashab modern. Menurut mashab modern, tujuan dari hukum pidana adalah untuk memberantas kejahatan agar terlindungi kepentingan hukum masyarakat.
Di Indonesia, yang semula hukum adat, yang didalamnya terdapat delik adat, berkembang menuju pemenuhan perasaan keadilan masyarakat, seolah-olah terhenti karena adanya penjajahan Belanda yang memaksakan suatu aturan hukum pidana yang mengutamakan kepentingan mereka. Kini setelah Indonesia merdeka, sudah seharusnya, para pemangku kebijakan (eksekutif dan legislatif) mulai memikirkan untuk mengadakan suatu peraturan hukum pidana Indonesia sendiri, sehingga semua kepentingan negara, masyarakat, dan individu warga negara dan/atau penduduk Indonesia dapat terayomi dalam keseimbangan berdasarkan Pancasila.
Demikian penjelasan berkaitan dengan perkembangan tujuan hukum pidana.
Semoga bermanfaat.