Asas personalitas adalah mengenai orang. Hukum pidana dikaitkan dengan orangnya, tanpa mempersoalkan di mana orang itu berada, dalam arti di dalam maupun di luar wilayah negara Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) Indonesia menganut asas personalitas terbatas.
Dasar pemikiran dari adanya asas personalitas ini adalah bahwa setiap negara yang berdaulat, berkewajiban untuk mengatur sendiri sendiri warga negaranya. Dengan demikian, jika ada seorang warga negara Indonesia melakukan suatu tindak pidana di luar negeri, pemerintah Indonesia tidak harus menyerahkan warga negara Indonesia tersebut seandainya ia dapat melarikan diri ke Indonesia, meskipun tindak pidana dari warga negara Indonesia tersebut telah merugikan kepentingan hukum dari negara lain tersebut.
Kenapa asas personalitas dalam KUH Pidana Indonesia sifatnya terbatas ? Karena asas personalitas dalam KUH Pidana Indonesia digunakan dalam batas-batas tertentu, yang berhubungan dengan :
- Kesetiaan yang diharapkan dari seorang warga negara Indonesia terhadap negara dan pemerintahannya.
- Kesadaran dari seorang warga negara untuk tiak melakukan suatu tindak pidana di luar negeri di mana itu merupakan kejahatan di tanah air.
- Pejabat-pejabat yang pada umumnya adalah warga negara Indonesia, yang di samping kesetiaannya sebagai warga negara, juga diharapkan kesetiaannya kepada tugas dan jabatan yang dipercayakan kepadanya.
Selainnya itu, jika di Indonesia menganut asas personalitas secara murni, maka berarti hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia di manapun mereka berada. Hal tersebut tentunya akan melanggar kedaulatan negara lain.
Asas personalitas terbatas dalam KUH Pidana dapat dilihat, diantaranya pada :
1. Pasal 5 KUH Pidana, yang berbunyi :
(1) Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan :
- salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal : 160, 161, 240, 279, 450, dan 451 ;
- salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, diancam dengan pidana.
(2) Penuntutan perkara sebagai dimaksud dalam ke-2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.
2. Pasal 6 KUH Pidana, yang berbunyi :
- Berlakunya pasal 5 ayat (1) ke-2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancam dengan pidana mati.
Asas personalitas terbatas dalam pasal 5 dan pasal 6 KUH Pidana tersebut menentukan secara tegas bahwa subyeknya adalah warga negara Indonesia. Perbedaan prinsip dari pasal 5 ayat (1) sub 1 dan sub 2 adalah bahwa tersebut dalam sub 1 tidak mempersoalkan apakah tindakan yang dilakukan di negara lain itu merupakan tindak pidana atau tidak, sedangkan sub 2 dipersyaratkan harus merupakan tindak pidana.
Asas personalitas dalam KUH Pidana Indonesia diperluas berlakunya bagi pejabat negara Indonesia di luar negeri, sebagaimana ketentuan pasal 7 KUH Pidana, yang berbunyi :
- Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu perbuatan pidana tersebut dalam Bab XXVIII Buku Kedua.
Maksud perluasan asas personalitas ini adalah untuk diberlakukan kepada warga negara asing yang terutama bekerja pada kantor Kedutaan-Kedutaan Republik Indonesia atau Konsulat Republik Indonesia atau yang ditunjuk mewakili kepentingan Negara Republik Indonesia dalam perserikatan-perserikatan internasional.
Semoga bermanfaat.