Pasal 4 KUH Pidana berbunyi : Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia melakukan :
- salah satu kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 104, 106,107, 108, 110, 111 bis ke-1, 127, dan 131.
- suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
- pemalsuan surat hutang atau sertipikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah, termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertipikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah tulen dan tidak dipalsukan.
- salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal 438, 444 sampai dengan pasal 446, tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Pasal 4 angka 4 KUH Pidana tersebut merupakan perubahan dari pasal 4 angka 4 KUH Pidana lama, yang semula berbunyi : "salah satu kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 - 446 mengenai pembajakan laut dan tersebut pasal 447 mengenai penyerahan kapal dalam kekuasaan bajak laut". Perubahan tersebut dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 1976.
Ketentuan dalam pasal 4 KUH Pidana tersebut terkandung dua asas hukum pidana, yaitu asas perlindungan (asas nasional pasif) dan asas universal.
1. Asas Perlindungan (Asas Nasional Pasif).
Asas perlindungan muncul beralaskan pemikiran bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Yang diutamakan bukan kepentingan individu, melainkan kepentingan bersama atau kolektif. Kepntingan nasional yang harus dilindungi, sebagaimana tersurat dalam pasal 4 KUH Pidana tersebut adalah :
- Keselamatan kepala dan wakil kepala negara Republik Indonesia, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintahan yang sah Republik Indonesia.
- Keamanan ideologi dan haluan negara Republik Indonesia.
- Keamanan perekonomian negara Republik Indonesia.
- Keamanan uang negara dan nilai surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
- Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan.
Subyek pelaku yang ditentukan dalam pasal 4 KUH Pidana tersebut adalah setiap orang, sedangkan locus delicti-nya ditentukan di luar wilayah Indonesia, yang artinya siapa saja di luar negeri melakukan kejahatan seperti yang ditentukan secara terbatas pada angka 1 sampai dengan 4, kepada pelaku tersebut diberlakukan ketentuan pidana Indonesia.
Perbedaan pokok antara asas pernonalitas dan asas perlindungan :
- Asas personalitas, subyeknya warga negara Indonesia pada umumnya, dan tidak tergantung pada tempat ( di dalam maupun di luar negara Indonesia), Hanya saja diutamakan yang berada di luar negara Indonesia.
- Asas perlindungan, subyeknya setiap orang, tidak terbatas pada warga negara Indonesia saja, dan tergantung pada tempat (luar negeri), yang merupakan tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional Indonesia.
2. Asas Universalitas.
Asas universalitas terkandung dalam ketentuan pasal 4 angka 2 KUH Pidana tersebut, yang tidak memberikan predikat kepada kata uang atau uang kertas, di mana dalam pasal 4 angka 2 KUH Pidana tersebut hanya menyebutkan : "suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank,..." tanpa diikuti kata negara Indonesia (sebagai predikat). Apabila dalam ketentuan tersebut diikuti dengan predikat negara Indonesia, maka asas yang terkandung adalah asas perlindungan bukan asas universalitas.
Asas universalitas ini timbul beralaskan bahwa dunia yang semakin berkembang, kemajuan teknologi yang semakin pesat sehingga membuat jarak antar negara semakin dekat, bahkan karena kemajuan teknologi jarak tersebut sudah bukan merupakan halangan lagi. Oleh karenanya di antara negara-negara tersebut merasa perlu untuk melindungi dan menanggulangi bersama beberapa kepentingan tertentu yang berhubungan di antara negara-negara tersebut.
Guna melindungi kepentingan tertentu tersebut, seolah-olah tidak ada lagi batas teritorial, personal atau kepentingan sendiri. Untuk itulah maka di antara negara-negara tersebut mengadakan perjanjian-perjanjian kerja sama dalam rangka menanggulangi kejahatan antar negara. Sebagai contoh pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4 angka 2 KUH Pidana : jika ada seorang warga negara Malaysia, mencetak mata uang Amerika secara tidak sah di Thailand, kemudian ia tertangkap di Indonesia, maka pemerintah Indonesia dapat menyelidiki perkara tersebut.
Semoga bermanfaat.