Perlawanan Terhadap Sita Jaminan Dan Sita Eksekutorial

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dalam praktek pengadilan, cukup banyak perkara gugatan mengenai perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan. Baik gugatan yang diajukan karena benar melakukan perlawanan ataupun karena maksud untuk menghambat proses atau menangguhkan eksekusi. 

Perlawanan terhadap sita eksekutorial, baik yang diajukan oleh yang terkena eksekusi/tersita maupun yang diajukan oleh pihak ketiga diatur dalam pasal 195 ayat 6 dan ayat 7 H.I.R serta pasal 207 dan pasal 208 H.I.R. Sedangkan perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, baik sita conservatoir maupun sita revindicatoir, tidak diatur dalam H.I.R. Namun begitu, dalam praktek banyak perkara perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan yang diajukan ke pengadilan. Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara perlawanan terhadap sita jaminan ini dilakukan menurut acara biasa, sedangkan dasar pengajuannya dilakukan dengan berpedoman kepada pasal-pasal R.V yang mengatur persoalan tersebut.

Hal-hal yang diatur dalam ketentuan pasal 195 ayat 6 dan ayat 7 H.I.R tersebut di atas adalah :
  • Perlawanan terhadap sita eksekutorial.
  • Yang diajukan oleh yang terkena eksekusi/tersita.
  • Yang diajukan oleh pihak pihak ketiga atas dasar hak milik.
  • Perlawanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melaksanakan eksekusi.
  • Adanya kewajiban dari Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa/memutus perlawanan itu untuk melaporkan atas pemeriksaan/putusan perkara perlawanan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memerintahkan eksekusi.
Hal-hal yang diatur dalam ketentuan pasal 207 dan pasal 208 H.I.R tersebut di atas adalah :
  • Cara mengajukan perlawanan tersebut dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
  • Kepada siapa atau Ketua Pengadilan Negeri di mana perkara perlawanan tersebut harus diajukan.
  • Adanya asas bahwa perlawanan tidak menangguhkan eksekusi.
  • Pengecualian terhadap asas tersebut di atas.
  • Kemungkinan untuk mengajukan permohonan banding.

Pasal-pasal tersebut di atas jelas memuat ketentuan tentang perlawanan yang diajukan terhadap sita eksekutorial, berarti bahwa barang yang bersangkutan merupakan barang penyitaan yang terhadapnya dimohonkan agar dapat diangkat atau masih dalam penyitaan. Atau dengan kata lain, bahwa atas barabf tersebut masih belum dilelang atau masih belum dilaksanakan penyerahannya kepada pihak yang menang.

Apabila perlawanan diajukan secara terlambat, yaitu di mana barang tersebut sudah dilelang atau sudah diserahkan kepada pihak yang menang, maka pelawan tidak akan mendapatkan apa-apa, walaupun pelawan merupakan pemilik sebenarnya dari benda yang disita tersebut. Hal ini dikarenakan ia terlambat mengajukan perlawanan, sehingga berakibat perlawanan yang diajukannya akan tidak berhasil dan dinyatakan tidak dapat diterima (putusan Mahkama Agung, tertanggal 24 Januari 1980 Nomor : 393 K/Sip/1975, yang dimuat dalam Yurisprudensi Indonesia 1979-1 halaman 224 dan putusan Mahkama Agung, tertanggal 15 April 1981 Nomor : 1281 K/Sip/1979, yang dimuat dalam Yurisprudensi Indonesia 1981-1 halaman 305). Barang yang telah dilelang tersebut akan tetap ada pada pembeli dari pelelangan tersebut, dan terhadap barang yang telah diserahkan kepada pihak yang menang akan tetap di tangan yang menerima barang tersebut.

Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang harus dilakukan jika pemilik barang terlambat melakukan perlawanan ? Hal yang dapat dilakukan oleh pemilik barang tersebut adalah mengajukan gugatan kepada tergugat yang dahulu/tergugat semula, yaitu orang yang merugikannya, untuk mendapatkan suatu ganti rugi ( putusan Mahkama Agung, tertanggal 24 Januari 1980 Nomor : 393 K/Sip/1975, yang dimuat dalam Yurisprudensi Indonesia 1979-1 halaman 224). Yang dimohonkan oleh pelawan dalam perlawanannya adalah :
  • Mohon kepada hakim agar dinyatakan bahwa perlawanan tersebutadalah tepat dan beralasan.
  • Mohon kepada hakim agar dinyatakan bahwa pelawan adalah pelawan yang benar.
  • Mohon kekapa hakim agar sita jaminan atau sita eksekutorial yang bersangkutan diperintahkan untuk diangkat.
  • Mohon kepada hakim agar para terlawan dihukum untuk membayar biaya perkara.  
Apabila pelawan berhasil membuktikan bahwa barang yang disita tersebut adalah miliknya, maka hal-hal yang dimohonkan kepada hakim tersebut akan dikabulkan, sebaliknya apabila pelawan tidak bisa membuktikan bahwa barang yang disita tersebut adalah miliknya maka pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar, dan penyitaan terhadap barang tersebut akan dipertahankan dan biaya perkara dibebankan kepada pelawan.

Perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, kepada pihak ketiga tersebut disebut pelawan sedang kepada pihak penggugat semula disebut terlawan penyita, dan bagi tergugat semula disebut terlawan tersita.

Semoga bermanfaat.