Masalah Primat Hukum (Norma Fundamental Tertinggi)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pertanyaan yang sering muncul berkaitan dengan masalah primat hukum adalah dimanakah letak primat atau primacy ? Apakah pada hukum internasional atau pada hukum nasional ? Terhadap masalah tersebut masing-masing teori, baik teori monisme ataupun teori dualisme mempunyai pendapatnya sendiri-sendiri.

Dari sudut pandang teori dualisme yang menekankan pada kedaulatan kehendak negara maka primat tersebut berada pada hukum nasional. Sedangkan dari sudut pandang teori monisme berbeda. Primat hukum bisa berada pada hukum internasional maupun pada hukum nasional. Kelsen salah satu pendukung teori monisme membuat suatu analisis struktural hukum internasional dan hukum nasional, yang disebut sebagai doktrin hierarkis yang menyatakan bahwa kaidah-kaidah hukum ditentukan oleh kaidah atau prinsip-prinsip lain yang dengan mana kaidah-kaidah tersebut mendapat validitas dan kekuatan mengikatnya. Atau dengan kata lain kaidah yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan perundang-undangan ditentukan oleh kaidah yang lebih tinggi yang ada dalam undang-undang, dan undang-undang tersebut ditentukan oleh kaidah yang terdapat dalam konstitusi dan seterusnya.

Kelsen menyatakan bahwa primat atau dalil fundamental ini mungkin terdapat dalam hukum internasional ataupun hukum nasional. Primat hukum nasional sepenuhnya sah, dengan alasan bahwa pemilihan diantara masing-masing sistem tidak dapat ditententukan seperti dalam ilmu pasti, dengan cara ilmiah. Dikatakan oleh Kelsen bahwa tidak dapat dinyatakan, sebagaimana dalam ilmu-ilmu pasti, bahwa hipotesis-hipotesis yang baik merupakan satu hipotesis yang menyangkut sejumlah besar fakta. Karena di sini kita tidak berhadapan dengan benda-benda, dengan realitas yang dapat dilihat secara konkret, melainkan dengan kaidah-kaidah hukum yang sifatnya bukan merupakan data pasti.

Hukum mempunyai  kekhasan dalam mengatur produk-produknya, kaidah hukum menentukan bagaimana kaidah lain ditetapkan. Dalam kaitan ini hukum yang disebut terakhir bergantung kepada yang disebut pertama. Kaitan saling ketergantungan inilah yang bersama-sama menghubungkan unsur-unsur yang berbeda dari peraturan hukum, yang merupakan prinsip yang menyatukan. Dari kaidah ke kaidah tersebut, analisis hukum pada akhirnya menjangkau satu norma fundamental tertinggi yang merupakan sumber dari segala sumber hukum.  

Sebagai pendukung dari pandangan-pandangan tersebut di atas, maka perlu kiranya menyinggung beberapa teori yang berkenaan dengan hukum internasional di dalam lingkungan hukum nasional.
  • Menurut teori kaum pasitivits, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem yang sama sekali terpisah dan berbeda secara struktural. Sistem hukum internasional tidak dapat menyinggung sistem hukum nasional kecuali sistem hukum nasional tersebut sepenuhnya logis, memperkenankan perangkat konstitusinya digunakan untuk tujuan tersebut. Kaum positivis berpandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional tidak dapat secara langsung dan ex proprio vigore diberlakukan di dalam lingkungan hukum nasional oleh pengadilan-pengadilan nasional atau oleh siapapun. Untuk memberlakukannya kaidah tersebut harus menjalani proses adopsi khusus oleh atau inkorporasi khusus ke dalam hukum nasional (Teori Adopsi Khusus).
  • Berkaitan dengan kaidah-kaidah traktat, dikatakan bahwa harus ada suatu transformasi traktat yang bersangkutan, dan transformasi traktat ke dalam hukum nasional, yang bukan hanya menjadi syarat formal melainkan merupakan syarat substantif, yang dengan sendirinya mensahkan perluasan berlakunya kaidah-kaidah yang dibuat dalam traktat-traktat terhadap individu-individu dalam negara (Teori Transformasi). 
Kedua teori tersebut, adopsi khusus ataupun transformasi bersandar pada sifat konsensual hukum internasional yang memiliki sifat janji-janji yang berbeda dengan sifat non konsensual dari hukum nasional yang mempunyai sifat perintah. Akibat dari perbedaan tersebut, maka diperlukan suatu transformasi dari satu tipe ke tipe yang lain baik secara formal maupun secara substansial.

Terhadap teori transformasi ini, ada sekolompok ahli hukum yang menentangnya. Para penentang teori transformasi ini mengemukakan teori delegasi, yang menyatakan bahwa ada suatu pendelegasian kepada setiap konstitusi negara oleh kaidah-kaidah konstitusional dari hukum internasional, yaitu hak untuk menentukan kapan ketentuan-ketentuan suatu traktat atau konvensi berlaku dan bagaimana cara ketentuan-ketentuan tersebut dimasukkan ke dalam hukum nasional. Dalam hal ini tidak ada transformasi, tidak ada penciptaan kaidah-kaidah atau hukum nasional baru, yang ada hanyalah suatu perpanjangan dari suatu pembentukan hukum. 

Semoga bermanfaat.