Sebagaimana diketahui bahwa kaum rasionalis menganggap bahwa pengetahuan manusia bersumber dari akal budi manusia, sedangkan kaum empirisis beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah pengalaman manusia. Bertolak dari kedua anggapan yang berbeda tersebut, dapat dikatakan bahwa pemikiran dari paham rasionalisme maupun paham empirisme tersebut bersifat ekstrem, karena pengetahuan manusia tidak hanya bersumber pada salah satu hal saja.
Berbeda dengan paham rasionalisme yang hanya menempatkan akal budi sebagai sumber pengetahuan manusia dan tidak menganggap penting peran pengalaman sebagai sumber pengetahuan, paham empirisme dengan tokohnya seperti Locke dan Hume, masih memberikan tempat yang cukup penting bagi akal budi manusia, hanya saja menurut kaum empirisis akal budi bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan manusia, karena pada akhirnya akal budi hanya mengolah hal-hal yang diberikan oleh panca indra untuk bisa sampai pada pengetahuan yang lebih pasti dan benar. Akal budi berperan penting dalam melahirkan ide-ide kompleks yang merupakan refleksi lebih lanjut atas ide-ide sederhananya. Tetapi akal budi tetaplah bukan satu-satunya sumber pengetahuan manusia. Menurut Hume, hukum sebab akibat hanya bisa ditemukan oleh pengalaman. Masih menurut Hume, hukum sebab akibat jangan dijadikan prinsip akal budi, yang akan membenarkan secara apriori hubungan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain sebagai hubungan sebab akibat.
Penyatuan (sintesis) antara paham rasionalisme dan paham empirisme pada tingkatan tertentu sebenarnya dapat dilihat dari pandangan Aristoteles. Aristoteles menolak pandangan Plato yang menyatakan bahwa pengetahuan hanyalah ingatan akan ide-ide abadi. Aristoteles mengungkapkan sebuah prinsip yang dianggap sebagai dasar paham empirisme, yaitu bahwa tidak ada sesuatu pun dalam akal budi yang tidak ada terlebih dahulu dalam indra. Menurut Aristoteles, pengetahuan manusia tercapai sebagai hasil dari kegiatan manusia yang mengamati segala macam hal, lalu mengambil kesimpulan dari unsur-unsur yang khusus ke unsur-unsur yang umum. Dengan kata lain, pengetahuan diperoleh dengan jalan abstraksi yang dilakukan atas bantuan akal budi terhadap kenyataan yang bisa diamati. Bagi Aristoteles, untuk mencapai suatu pengetahuan dibutuhkan pengamatan maupun akal budi.
Selain Aristoteles, tokoh yang dianggap paling berjasa dalam menyatukan kedua paham rasionalisme dan empirisme adalah Immanuel Kant. Menurut Kant, baik panca indra dan proses pengindraan maupun akal budi dan proses penalaran sama-sama ikut berperan bagi lahirnya pengetahuan manusia. Keduanya sama-sama berperan bagi konsepsi manusia mengenai dunia disekitar kita. Kant berpendapat bahwa kekeliruan paham rasionalisme dan paha empirisme adalah bahwa kedua-duanya terlalu ekstrem beranggapan, terutama kaum rasionalis, bahwa hanya salah satu dari keduanya yang berperan dalam melahirkan pengetahuan manusia. Masih menurut Kant, hanya ada satu dunia dan bukan dua dunia sebagaimana yang dipahami Plato, dan itu tidak lain adalah dunia yang kita alami. Oleh karena itu, mengalami dunia dan berpikir tentang dunia sesungguhnya berkaitan satu sama lain. Ketika manusia melihat dunia, manusia akan sekaligus berpikir tentang dunia yang sama. Kant sependapat dengan kaum empirisis bahwa semua pengetahuan manusia tentang dunia ini bersumber dari pengalaman indrawi manusia, tetapi Kant juga sependapat dengan kaum rasionalis bahwa dalam akal budi manusia sudah ada faktor-faktor penting tertentu yang menentukan bagaimana manusia menangkap dunia di sekitarnya. Jadi kendati pengetahuan berasal dari pengalaman panca indra, dalam diri manusia sesungguhnya sudah ada kategori-kategori, bentuk-bentuk, atau forma sebagaimana dikatakan oleh Plato, yang memungkinkan manusia menangkap benda-benda tersebut sebagaimana adanya.
Ketegori-kategori yang ada pada diri manusia sebagaimana dimaksud oleh Plato yang disetujui oleh Kant adalah sebagai berikut :
- Menyangkut ruang dan waktu. Bahwa benda-benda di alam semesta ini selalu ditangkap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu tertentu dan tidak pernah berada di luar ruang dan waktu. Kant menyebut ruang dan waktu sebagai bentuk-bentuk intuisi manusia. Kedua bentuk ini mendahului segala macam pengalaman manusia dengan benda apa saja di dunia ini. Ruang dan waktu adalah kategori bawaan dan sesuatu yang ada dalam diri manusia.
- Menyangkut hukum sebab akibat. Kant beranggapan bahwa hukum sebab akibat adalah suatu bentuk yang sudah ada dalam benak manusia sejak lahir. Hukum sebab akibat bersifat abadi dan mutlak karena akal budi manusia menangkap segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sebagai terjadi dalam hubungan sebab dan akibat.
Atas dasar hal tersebut, Kant berpendapat ada dua unsur yang ikut melahirkan pengetahuan manusia, yaitu :
- Kondisi eksternal manusia yang menyangkut benda-benda yang tidak bisa diketahui sebelum manusia menangkapnya dengan panca indra, yang disebut sebagai obyek material dari pengetahuan.
- Kondisi internal yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Hal ini menyangkut kategori ruang dan waktu serta hukum sebab akibat, yang disebut sebagai obyek formal pengetahuan.
Ada dua cara menurut Kant yang saling terkait dan menunjang satu sama lain untuk bisa sampai pada suatu pengetahuan, yaitu :
- Secara empiris, yaitu dengan mengacu pada pengalaman dan pengamatan indrawi, pada bagaimana benda atau obyek tertentu tampak pada manusia melalui panca indra.
- Suatu obyek hanya bisa ditangkap oleh panca indra kalau manusia sudah mempunyai kategori-kategori tertentu. Pengetahuan memang didasarkan pada pengalaman indrawi, tetapi pengalaman indrawi hanya mungkin terjadi dalam bentuk-bentuk bawaan tertentu yang ada dalam diri manusia, yaitu berupa ruang dan waktu serta hukum sebab akibat.
Dengan kedua cara tersebut, di satu pihak dalam fungsi empirisnya akal budi menarik hukum-hukum tertentu dari fenomena alam, di pihak lain dalam fungsi transendentalnya akal budi menjelaskan fenomena-fenomena tertentu dari alam sebagai fenomena hukum alam. Dengan kata lain akal budi akan menangkap benda tertentu sesuai dengan bentuk benda itu, di pihak lain benda itu akan menyesuaikan diri dengan bentuk-bentuk yang telah ada dalam akal budi manusia. Hal itu yang oleh Kant disebut sebagai Revolusi ala Kopernikus.
Semoga bermanfaat.