Sultan Hasanuddin, Si Ayam Jantan Dari Timur
Sultan Hasanuddin, dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan, pada tanggal 12 Januari 1631. Sultan Hasanuddin terlahir dengan nama asli I Mallambosi, adalah putra dari Raja Gowa ke-15, yaitu Sultan Malikussaid. Pada usianya yang ke duapuluh empat tahun, Sultan Hasanuddin diangkat menjadi Sultan ke-6 Kerajaan Gowa. setelah memeluk agama Islam, beliau mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana.
Sultan Hasanuddin adalah sosok pahlawan yang angguh dalam melawan penjajahan Belanda. beliau sangat berani dalam memimpin rakyatnya untuk mengusir penjajah Belanda, terutama dalam mempertahankan kawasan laut Sulawesi dan laut Maluku dari armada dagang Belanda.
Saat Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, Belanda sedang berusaha untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah timur Indonesia. Belanda mengeluarkan kebijakan monopoli dagang untuk mencapai tujuannya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Belanda tersebut sangat mengancam kehidupan ekonomi Kerajaan Gowa, sebagai kerajaan maritim yang sangat bergantung pada usaha perdagangan.
Penolakan Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin menimbulkan perang terhadap VOC. Pada tahun 1666, Belanda mengerahkan pasukan perangnya di bawah pimpinan Cornelis Speelman. Belanda terus berusaha untuk menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Makassar, tetapi belun juga berhasil menaklukkan Kerajaan Gowa. Sementara di lain pihak, Sultan Hasanuddin terus berusaha menyatukan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia Timur untuk terus melawan Belanda.
Pertempuran pun terus berlangsung, Belanda terus menambah pasukannya yang didatangkan dari Jawa lengkap dengan perlengkapan persenjataan yang modern.. Cornrlis Speelmaan menyiapkan berpuluh-puluh kapal perang dan beribu-ribu tentara untuk menyerang Kerajaan Gowa.
Karena gempuran pasukan Belanda yang tiada henti, membuat pasukan Kerajaan Gowa melemah. Pada tanggal 18 Nopember 1667, Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani perjanjian damai dengan Belanda, yang dikenal dengan nama Perjanjian Bongaya. Ternyata penandatanganan perjanjian itu hanyalah strategi dari Sultan Hasanuddin untuk kembali menghimpun kekuatan melawan Belanda. Selain itu, dengan menandatangani perjanjian tersebut, Sultan Hasanuddin dapat mencegah jatuhnya banyak korban di keduabelah pihak. Apalagi pasukan Kerajaan Gowa harus berhadapan dengan bangsanya sendiri, yaitu dari Kerajaan Tidore, Ternate, Buton, dan Bone yang membantu Belanda.
Semakin hari, semakin dirasakan kalau Belanda semakin semena-mena terhadap rakyat. Kerajaan Gowa pun merasa dirugikan. Akhirnya, Sultan Hasanuddin kembali mengadakan perlawanan. Pertempuran sengitpun terjadi di beberapa tempat antara pasukan Kerajaan Gowa dan pasukan Belanda. Akhirnya Belanda dapat menerobos benteng Somba Opu yang merupakan benteng terkuat di Kerajaan Gowa. Hal ini terjadi karena pasukan Belanda terus menerus mendapat bantuan dari luar, baik dari pasukan Belanda sendiri maupun dari kerajaan-kerajaan lain yang membantu Belanda.
Setelah peristiwa jatuhnya benteng Somba Opu tersebut, Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari raja Kerajaan Gowa. Namun begitu, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda hingga akhir hayatnya. Sultan Hasanuddin wafat pada tanggal 12 Juni 1670, di usianya yang ke-39 tahun, jenasahnya dimakamkan di Katangka Makassar
Selama berperang melawan Sultan Hasanuddin dan pasukannya, Belanda merasakan bahwa perlawanan yang diberikan oleh Sultan Hasanuddin adalah yang terdasyat dari perang-perang lain yang dijalani oleh Belanda. Karena keberaniannya itulah, Sultan Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantanh (Jago) dari Timur.
Atas jasa-jasanya dalam melawan pemerintah pendudukan Belanda, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi Sultan Hasanuddin gelar sebagai Pahlawan Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, tanggal 6 Nopember 1973, Nomor : 087/TK/1973. Nama Sultan Hasanuddin juga dipakai sebagai nama kapal perang TNI Angkatan Laut, yaitu KRI Sultan Hasanuddin-366. Selain itu, pemerintah juga menetapkan nama beliau sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia, dan nama bandara internasional di Makassar. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pemerintah melalui PT. Pos Indonesia menggunakan foto Sultan Hasanuddin dalam gambar prangko Indonesia tahun 2006.
