Sam Poo Kong, kompleks bangunan klenteng yang berada di Semarang, Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, tepatnya di jalan Simongan, Kelurahan Bongsari, Semarang. Melalui klenteng Sam Poo Kong, bisa dilihat adanya akulturasi budaya dan kerukunan umat beragama di Semarang.
Adalah Laksamana Cheng Ho atau Zheng He atau dikenal juga dengan nama Haji Mahmud Shams adalah seorang pelaut dan penjelajah dari Tiongkok yang hidup pada tahun 1405 sampai 1433. Di samping sebagai seorang Laksamana, Cheng Ho juga merupakan seorang penyebar agama Islam di tempat-tempat yang ia singgahi. Termasuk di Semarang, dan klenteng Sam Poo Kong adalah salah satu peninggalannya.
Klenteng Sam Poo Kong atau juga dikenal dengan Gedung Batu dibangun oleh anak buah Laksamana Cheng Ho yang menetap di Semarang untuk memperingati pendaratan Cheng Ho di Semarang. Di depan pendopo yang berbentuk rumah joglo berwarna merah, terletak sepasang Dwarapala yang merupakan patung raksasa penjaga gerbang yang banyak terdapat di candi dan bangunan lain di Jawa, yang merupakan simbol kebaikan dan kejahatan, dengan makna bahwa manusia harus dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat.
Keberadaan rumah joglo dan patung Dwarapala di kompleks Klenteng Sam Poo Kong merupakan bukti adanya akulturasi budaya Jawa di dalam kompleks bangunan klenteng. Di sebelah selatan halaman klenteng terdapat gerbang besar dengan gaya China. Di plaza depan bangunan klenteng, terdapat patung-patung panglima perang kekaisaran China, sedangkan di halaman klenteng terdapat patung raksasa Laksamana Cheng Ho yang menjulang tinggi. Di sebelah barat halaman klenteng dengan dibatasi oleh taman dan kolam air mancur, berjajar tiga bangunan tempat ibadah.
Bangunan-bangunan di klenteng Sam Poo Kong memiliki arsitektur China dan didominasi warna merah. Hanya yang membedakannya dengan klenteng pada umumnya yang dapat ditemui di daerah Pecinan, anjungan di Klenteng Sam Poo Kong tidak memiliki serambi karena merupakan bangunan terbuka, sehingga lebih menyerupai pendopo gaya Jawa. Setiap bangunan memiliki 10 tiang utama dari batu berukir khas China. Di bagian depan masing-masing anjungan terdapat sepasang shisi, yaitu patung singa penjaga gerbang. Di sisi kanan anjungan terdapat patung singa jantan yang menggenggam bola dunia, hal ini melambangkan kekuasaan atau kesuksesan. Sedangkan si sisi kiri terdapat patung singa betina yang mengasuh anak singa, yang melambangkan kesuburan atau keluarga. Uniknya, patung shisi di masing-masing anjungan memiliki bentuk dan gayanya masing-masing.
Di sisi selatan area ibadah terdapat bangunan Anjungan Kyai Juru Mudi, di mana di balik altar pada anjungan tersebut terdapat makam Kyai Juru Mudi Dampu Awang yang dimakamkan secara Islam. Makam tersebut dipercaya sebagai makam Wang Jing Hong, salah seorang kepercayaan Cheng Ho. Di dekat makam terdapat Dwarapala. Keberadaan makam Islam dan Dwarapala membuktikan adanya akulturasi budaya Jawa dan Islam di Klenteng Sam Poo Kong. Di sisi kanan bangunan makam tumbuh pohon kekacil yang menjadi penanda makam Juru Mudi Dampu Awang.
Di sisi selatan Anjungan Kyai Juru Mudi, terdapat Klenteng Besar, yang merupakan bangunan terbesar di kompleks Klenteng Sam Poo Kong. Kalau diperhatikan bangunan Klenteng Besar ini letaknya tidak sejajar dengan Anjungan Kyai Juru Mudi dan Anjungan Tho Tee Kong. Hal ini karena bangunan Klenteng Besar dibuat mengarah ke kiblat, sebagai bentuk penghormatan masyarakat Tionghoa kepada Cheng Ho yang menganut agama Islam.
Klenteng yang berada di kompleks Sam Poo Kong, bukanlah merupakan bangunan utama. Bangunan utama dari kompleks ini adalah gua batu besar yang terletak di balik Klenteng Besar. Goa batu ini diyakini merupakan tempat pendaratan ekspedisi Cheng Ho ke Jawa. Sebagian orang percaya bahwa gua batu ini ditata sedemikian rupa sehingga menjadi duplikat tempat yang pernah ditinggali Cheng Ho. Dari bentuk gua inilah muncul nama 'Gedung Batu'. Namun, beberapa ahli meyakini bahwa nama Gedung Batu berasal dari kata Kedung Batu yang artinya tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai.
Di dalam gua ini terdapat patung Kimsin Kongcou Sam Poo Tay Djien dan empat anak buahnya yang didatangkan dari China. Gua ini memiliki mata air yang tidak pernah kering. Gedung Batu hanya dibuka pada hari-hari tertentu untuk keperluan ziarah, salah satunya pada saat Tahun baru Imlek. Di dinding luar Gedung Batu terpasang relief yang menceritakan tentang kisah perjalanan Laksamana Cheng Ho di berbagai belahan dunia. Terdapat sepuluh kisah perjalanan Laksamana Cheng Ho, di antaranya adalah kunjungan Cheng Ho ke Malaka, penumpasan bajak laut Tan Tjo Gie, penumpasan pemberontakan Sun Gan La atau Iskandar di Samudra Pasai, pendaratan Cheng Ho di semarang, mengawal putri Han Li Bao yag dipersunting Sultan Mansyur Syah dari Malaysa, serta menyelamatkan Duta Besar China di Nusantara dengan sejumlah uang. Terdapat penjelasan di masing-masing relief yang ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin.
Di sebelah selatan, terdapat Anjungan Kyai Djangkar, yang merupakan tempat meletakkan jangkar. Anjungan ini mempunyai tiga altar, yaitu :
- Altar Hoo Ping untuk mengenang para pelaut dan para pembantu Cheng Ho yang gugur dalam menunaikan tugasnya.
- Altar Nabi Khong Cu.
- Altar pemujaan Mbah Kyai Djangkar.
Di depan anjungan ini terdapat prasasti yang berada di landasan kura-kura yang disebut shigui tuo bei. Konon, binatang yang terdapat di landasan prasasti ini bukan kura-kura biasa, melainkan Bixi, salah satu dari 9 anak naga dalam mitologi China. Dalam kepercayaan China, kura-kura merupakan perlambang umur panjang.
Klenteng Sam Poo Kong bukan semata-mata milik etnis Tionghoa, namun sudah menjadi milik warga Semarang, sekaligus menunjukkan keberadaan kerukunan hidup antar umat beragama di masa itu.
Semoga bermanfaat.