Sindrom Stevens-Johnson merupakan bentuk alergi yang disebabkan karena obat. Penyakit ini ditemukan dan dinamai dari dua orang peneliti, yaitu Albert Mason Stevens dan Frank Chambliss Johnson. Sindrom Stevens-Johnson adalah kumpulan gejala reaksi alergi terhadap obat.
Reaksi alergi yang muncul biasanya bersifat berat dan bisa mengakibatkan kematian karena terjadi komplikasi karena pasien terlambat mendapatkan penanganan. Gejala klinis alergi obat biasanya tampak pada kulit, yaitu bisa berupa :
- Eritema yakni kemerahan pada kulit karena pelebaran pembuluh darah.
- Vesicle atau bulla yakni gelembung pada kulit yang berisi cairan.
- Purpura yakni bercak-bercak pendarahan pada kulit atau selaput lendir.
- Diare.
- Gangguan saluran pernafasan yang menyebabkan sesak nafas.
- Pelebaran pembuluh darah perifer, yang mengakibatkan tekanan darah menurun menjadi sangat rendah (hipotensi). Hal ini akan mengakibatkan aliran darah ke organ-organ penting seperti otak dan jantung sangat menurun. Jika tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan kematian.
Pada kasus yang berat biasanya penderita mengalami penurunan kesadaran sampai koma. Reaksi penyakit sindrom Stevens-Johnson biasanya berlangsung dengan cepat. Apabila tidak segera ditangani, penyakit ini bisa berakibat fatal hanya dalam waktu dua minggu penderita bisa mengalami kematian.
Alergi terhadap obat bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Bahkan obat yang biasa kita konsumsipun bisa menimbulkan alergi. Reaksi alergi bisa muncul kapan saja, tidak harus saat pertama kali minum obat. Alergi obat timbul karena tubuh terlalu sensitif terhadap obat. Ada pertentangan antara antibodi dengan obat yang dikonsumsi dalam tubuh. Apabila reaksi yang muncul akibat pertentangan itu sangat berlebihan, maka bisa memunculkan alergi yang membahayakan si pengguna obat tersebut.
Akibat alergi obat bisa berbeda-beda pada setiap orang, yang paling ringan adalah munculnya warna kemerahan (rash) pada bagian kulit tertentu, dan yang paling berat adalah kematian. Karena reaksi tubuh masing-masing individu terhadap obat berbeda-beda, maka akan memunculkan gejala dan keluhan yang berbeda-beda pula. Dan yang paling fatal adalah apa yang disebut sebagai shock anafilatik yang dapat mengakibatkan kematian.
Alergi obat tidak dapat dicegah dan sulit untuk diantisipasi, hal ini karena alergi obat baru diketahui dan terdeteksi setelah kita mengkonsumsi obat tersebut, ditambah lagi obat-obatan yang sudah biasa diminumpun ternyata juga bisa menimbulkan alergi. Hal ini semakin menambah sulitnya mengantisipasi terjadinya alergi terhadap obat-obatan.
Walaupun alergi obat sulit untuk diantisipasi sebelumnya, tetapi kita dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi alergi tersebut, di antaranya adalah :
- Konsumsi obat berulang. Pada konsumsi pertama kali, tubuh mungkin tidak langsung bereaksi. Reaksi alergi baru terjadi setelah konsumsi berikutnya atau yang kesekian kalinya.
- Cara pemberian obat. Semua cara pemberian obat dapat menyebabkan terjadinya alergi. Namun reaksi anafilatik lebih jarang terjadi akibat konsumsi obat melalui mulut, dibandingkan dengan cara lain, misalnya suntik.
- Adanya atopy pada individu, yaitu kecenderungan mengidap alergi karena keturunan dalam keluarga.
- Adanya riwayat alergi sebelumnya yang belum tentu sama dengan reaksi alergi selanjutnya.
Sedangkan untuk mengetahui apakah kita mempunyai alergi terhadap suatu obat tertentu, biasanya dokter akan menanyakan riwayat obat-obatan yang pernah memunculkan gejal alergi pada tubuh kita. Jika tidak ada riwayatnya, sebelum memberikan obat tertentu, dokter akan menyuruh kita untuk menjalani tes pada kulit (skin test). Tes ini dilakukan untuk obat yang diberikan lewat suntikan, bukan melalui saluran pencernakan atau mulut. Selain tes pada kulit, ada beberapa hal lain yang bisa dilakukan untuk meminimalisir alergi akibat obat, yaitu :
- Memahami nama dan dosis obat.
- Mengingat atau mencatat reaksi alergi yang pernah terjadi.
- Menghindari minum obat sembarangan.
- Apabila setelah minum obat mengalami gejal-gejala alergi segeralah hentikan konsumsi obat tersebut. Dan segera datang ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Sekedar untuk diketahui, bahwa semua obat bisa menimbulkan reaksi alergi, namun ada beberapa obat yang dianggap sering menimbulkan alergi. Obat-obat tersebut di antaranya adalah antibiotik golongan pinisilin, antinyeri (analgesik opioid), anti peradangan nonsteroid, anti kejang, obat anestesi, dan zat kontras untuk pemeriksaan radiologi. Oleh karenanya, kita mesti lebih bijaksana dalam mengkonsumsinya.
Demikian penjelasan berkaitan dengan sindrom stevens-johnson, alergi karena obat.
Semoga bermanfaat.