Aristoteles : Praxis

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Praxis merupakan wilayah tindakan etis yang sebenarnya. Praxis tidak sama dengan praktek atau kesibukan praktis yang membutuhkan keterampilan, dengan sikap cekatan, dengan segala macam kegiatan. Dalam filsafat Yunani dan khususnya Aristoteles, kata praxis mempunyai arti yang persis dan khas.

gambar : matthopkins.com
Aristoteles membedakan antara praxis, tindakan dan poiesis, perbuatan. Menurut Aristoteles, bertindak tidak sama dengan 'membuat'. Poiesis adalah perbuatan demi suatu hasil di luar perbuatan itu sendiri, misalnya membangun untuk memperoleh rumah. Dalam poiesis yang penting adalah hasilnya dan bukan pekerjaan yang menghasilkannya, outputnya dan bukan prosesnya. Perbuatan merupakan jenis tindakan yang bernilai secara instrumental, bukan pada dirinya sendiri, sebagai sarana untuk mencapai apa yang diharapkan. Sedangkan pada praxis atau tindakan, masalah dampak atau output adalah sekunder. Seperti halnya theoria, begitu pula praxis membawa nilainya pada dirinya sendiri.

Praxis memang segala tindakan yang dilakukan demi dirinya sendiri. Namun, praxis yang terpenting adalah partisipasi dalam kehidupan bersama komunitas. Dalam praxis manusia merealisasikan diri sebagai mahkluk sosial. Kekhasan manusia adalah bahwa ia merupakan mahkluk campur, dalam dirinya kerohanian dan kejasmanian bercampur. Oleh karenanya, wilayah khas penemuan diri manusia adalah dunia manusia, masyarakat. Manusia secara hakiki adalah mahkluk sosial. Yang membahagiakan manusia adalah komunikasi aktif atau pergaulan dengan sesama manusia, itupun melalui struktur-struktur kesosialan yang khas bagi manusia. Manusia adalah manusia sepenuhnya apabila ia mengembangkan diri dalam kehidupan berkeluarga, dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya, dan berpartisipasi aktif dalam urusan bersama komunitas dalam polis, negara kota.

Praxis berarti kesibukan dalam kerangka pelbagai struktur komunitas demi kehidupan bersama yang baik. Menurut Aristoteles, tujuan tiap-tiap orang dan seluruh komunitas itu sama, yaitu eudaimonia, kebahagiaan. Struktur-struktur yang dimaksud adalah keluarga dan kampung, tetapi mencapai kebulatannya dalam polis, dalam negara kota. Manusia adalah zoon politikon atau mahkluk sosial. Maksud Aristoteles dengan kata 'politikon' adalah kesosialan manusia yang mencapai realisasi utuh melalui partisipasi dalam kehidupan negara. Negara yang dimaksud adalah polis, negara kota.

Dalam bahasa Aristoteles, Etis hampir sama dengan 'politis' dan 'praktis'. Manusia bertindak etis melalui segala tindakan dalam rangka kesosialannya, terutama berpartisipasi dalam pemajuan polis, negara kota. Ada hubungan sangat erat antara etika dan politik. Melalui tindakan etis manusia merealisasikan diri dan dapat mencapai suatu kebahagiaan yang optimum. 

Perbandingan antara ajaran Plato dan ajaran Aristoteles :
  • Bagi keduanya, theoria merupakan tindakan tertinggi manusia dan kegiatan berpolitik adalah profesi tertinggi. Namun, bagi Plato dua-duanya menyatu. Berpolitik dengan baik berarti bahwa sang filsuf merenungkan (theoria) idea-idea abadi yang merupakan hakikat nyata dan sesungguhnya dari apa yang terjadi dalam alam fana di dunia, khususnya idea keadilan, lalu menerjemahkannya ke dalam praktek politik. Sedangkan bagi Aristoteles, tidak ada hubungan antara theoria dan praxis. Keduanya tidak berkaitan. Aristoteles tidak mengakui adanya idea-idea abadi. Menurutnya, theoria diarahkan kepada bagian realitas yang tidak berubah. Praxis bergerak di alam manusia, dan manusia termasuk alam yang berubah. Alam berubah tidak dapat dijalani dengan mengacu kepada alam tak berubah.
  • Antara etika, praxis, dan politik menurut Aristoteles berkaitan erat. Hidup yang etis terlaksana dalam praxis, yaitu dalam tindakan-tindakan yang merealisasikan hakikat dan potensi-potensi manusia sebagai mahkluk sosial, dan hal tersebut terlaksana melalui partisipasi dalam kehidupan negara, yaitu polis atau negara kota. (dari buku : 13 Tokoh Etika, Franz Magnis Suseno)