Etika adalah ilmu tentang tindakan tepat dalam bidang khas manusia, jadi dalam bidang yang berubah dan dari objeknya itu ilmu etika mendapat kekhasan-nya. Objek etika adalah alam yang berubah, terutama alam manusia. Oleh karena itu, etika bukanlah episteme, bukanlah ilmu pengetahuan. Tujuan etika buka pengetahuan, melainkan praxis, bukan mengetahui apa itu hidup yang baik, melainkan membuat orang hidup dengan baik.
Bagaimana manusia bisa mengetahui praxis mana yang betul dan bagaimana mengetahui ia harus bertindak ? Menurut Plato, manusia akan hidup dengan betul semakin ia mengarahkan jiwanya kepada Idea Yang Baik, kepada nilai mutlak yang merupakan contoh dan pergerakan segala apa yang baik. Jawaban dari Plato tersebut ditolak oleh Aristoteles. Ia tidak menerima adanya suatu nilai tertinggi pada dirinya sendiri. Kalaupun Idea Yang Baik itu ada, idea itu tidak membantu untuk mengetahui bagaimana kita harus bertindak karena tindakan kita bergerak dalam alam yang berubah, padahal alam idea adalah alam yang tidak berubah. Idea Yang Baik tidak dapat mengetahui bagaimana harus mengatur kota. Merenungkan hal-hal yang abadi tidak membantu untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan komunitas secara etis.
Sedangkan Sokrates menganggap tindakan yang baik sebagai masalah pengetahuan yang tepat. Namun bagi Aristoteles tindakan itu bukan sesuatu yang dapat diketahui dengan tepat. Pengetahuan yang tepat hanya mungkin dalam bidang yang ada kepastiannya. Pengetahuan itu disebut episteme. Episteme hanya mungkin di mana objek pengetahuan tidak berubah. Namun, manusia itu mahkluk yang bebas, ia berakal budi dan mampu untuk memilih dengan bebas sikap mana yang mau diambil. Ia tidak pernah dapat dipastikan. Oleh karena itu, pengetahuan ilmiah atau episteme bukan macam pengetahuan yang cocok untuk etika.
Tugas etika bukan menyediakan daftar peraturan yang dapat dilaksanakan, melainkan menyediakan semacam visi atau perspektif. Orang yang memiliki perspektif itu akan menemukan bagaimana ia harus bertindak dalam situasi konkret. Perspektif itu disebut pengertian yang tepat atau orthos logos. Bertindak secara etis berarti bertindak menurut pengertian yang tepat itu. Pengertian yang tepat merupakan lebih berupa sikap batin atau ketajaman akal etis untuk memahami tindakan mana yang dalam situasi tertentu paling tepat.
Bagaimana manusia menjadi mampu untuk bertindak menurut pengertian yang tepat ? Menurut Aristoteles dalam ajarannya tentang Keutamaan (arete), keutamaan adalah sikap batin yang dimiliki manusia (hexis prohairetike). Aristoteles membedakan dua macam keutamaan, yaitu keutamaan intelektual merupakan sikap akal budi dan keutamaan etis merupakan sikap kehendak.
Keutamaan untuk selalu bertindak menurut pengertian yang tepat adalah kebijaksanaan atau Phronesis. Dalam bahasa Yunani kebijaksanaan disebut sophia dan phronesis. Sophia adalah kebijaksanaan yang hatinya terangkat ke tingkat alam adiduniawi, jadi kebijaksanaan orang bertheoria. Sedangkan phronesis adalah kemampuan orang untuk mengambil sikap dan keputusan bijaksana dalam memecahkan belbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut ristoteles, phronesis adalah kebiasaan bertindak berdasarkan pertimbangan yang tepat dalam bidang masalah baik dan buruk bagi manusia. Orang yang mempunyai phronesis tahu bagaimana bertindak dengan tepat.
Sebagaimana etika, phronesis tidak dapat diajarkan. Menurut Aristoteles, orang hanya dapat diajari etika apabila ia sudah memahami sikap etis. Phronesis tumbuh dari pengalaman dan kebiasaan untuk bertindak etis.
Aristoteles menyatakan bahwa etika tidak memberikan pengetahuan yang pasti dan jadi. Etika tidak dapat menentukan dengan tepat bagaimana manusia dalam situasi tertentu harus bertindak. Ia hanya dapat mendukung perkembangan phronesis sehingga orang yang bersangkutan dalam situasi yang konkret mampu mengambil keputusan yang tepat. (dari buku : 13 Tokoh Etis, Franz Magnis Suseno)