Menurut Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Republik Indonesia adalah suatu negara hukum (rechtsstaat). Ada beberapa asas pokok yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai negara hukum. Asas-asas pokok negara hukum tersebut adalah :
- Asas Monopoli Paksa (Zwangmonopol).
- Asas Persetujuan Rakyat.
- Asas Persekutuan Hukum (Rechtsgemeenschap).
Penjelasan dari asas-asas pokok negara hukum tersebut adalah sebagai berikut :
1. Asas Monopoli Paksa (Zwangmonopol).
Asa monopoli paksa rrtinya bahwa monopoli penggunaan kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang mentaati apa yang menjadi keputusan penguasa negara, yang hanya berada di tangan pejabat penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Jadi barang siapa melakukan penggunaan kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang sebagaimana diatur oleh peraturan yang berlaku disebut main hakim sendiri.
2. Asas Persetujuan Rakyat.
Asas persetujuan rakyat artinya bahwa orang (warga masyarakat) hanya wajib tunduk, dan dapat dipaksa untuk tunduk kepada peraturan yang diadakan secara sah dengan persetujuan langsung langsung (undang-undang formal) atau tidak langsung (legislasi delegatif : peraturan atas kuasa undang-undang) dari Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga, apabila ada peraturan (misalnya : mengadakan pungutan pembayaran atau sumbangan wajib) yang tidak diperintahkan atau dikuasakan oleh undang-undang, maka peraturan itu tidak sah, dan hakim pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh karena tidak mau mentaatinya, dan apabila pejabat penguasa memaksakan peraturan tersebut, maka dia dapat dituntut sebagai penyalahgunaan kekuasaan negara, minimal digugat sebagai perkara "perbuatan penguasa yang melawan hukum".
3. Asas Persekutuan Hukum (Rechtsgemeenschap).
Asas persekutuan hukum artinya bahwa rakyat dan penguasa negara bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenschap), sehingga para pejabat penguasa negara di dalam menjalankan tugas dan fungsi berserta menggunakan kekuasaan negara, mereka tunduk kepada hukum (undang-undang) yang sama dengan rakyat (warga masyarakat), hal inilah yang dimaksud dengan Equality before the Law, yaitu setiap warga negara, baik itu pejabat negara ataupun warga masyarakat biasa, berkedudukan sama dihadapan hukum. Para pejabat penguasa negara di dalam dan pada waktu menjalankan tugas kewajiban untuk negara tidak kebal hukum, tidak boleh melanggar hukum, tidak boleh melanggar tata kesopanan, oleh karena melanggar tata kesopanan pun sudah sama dengan melanggar hukum, dan tidak boleh melanggar kode etik. (dari buku Hukum Administrasi Negara, Prof. Dr. Mr. Prajudi Admosudirdjo)
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.