Penggunaan kata "Wali" untuk menyebut para penyebar agama Islam di tanah Jawa, mengindikasikan keterkaitan yang erat dalam dunia tasawauf. Sebab kata wali, yang sering diartikan sebagai "kekasih Allah", merupakan istilah dalam khasanah spriritualitas atau sufisme.
Wacana tentang kewalian dan kharomah itu muncul di kalangan kaum muslimin setelah Rasulullah SAW wafat. Menurut Syaikh As-Sulami, istilah wali atau waliyullah muncul pada abad ketiga Hijriyyah, dan mulai berkembang seabad kemudian. Namun, menurutnya, syarat-syarat kewalian sudah ada sejak awal abad pertama dan kedua Hijriyyah. Wali atau Waliy berasal dari akar kata waliya-yawla, yang berarti "dekat dengan sesuatu". Al-waliyyu mengandung arti orang yang memiliki kedekatan dengan Allah atau orang yang disayang Allah. Dalam bahasa Arab, terkadang ada satu kata yang memiliki arti fa'il (subyek) dan maf'ul (obyek) sekaligus. Demikian juga dengan kata 'waliy', yang sekaligus memiliki dua pengertian tersebut. Ia bisa berarti 'orang yang mencintai Allah' atau 'orang yang dicintai Allah', atau bahkan 'orang yang mencintai dan dicintai Allah sekaligus'.
Sedangkan istilah Walisongo diambil dari dua kata, yaitu "wali" dan "songo". Kata "wali" berasal dari bahasa Arab, wala atau waliya yang berarti qaraba, yaitu dekat. Wali bisa diartikan sebagai orang yang dekat dengan Allah, bisa pula berarti kekasih Allah. Lalu kata "songo" merupakan angka hitungan Jawa, yang berarti sembilan. Jadi Walisongo mengandung arti sembilan orang yang dekat dengan Allah.
- Menurut Prof. KH. R. Moh. Adnan, bahwa kata "songo" berasal dari kata "sana" yang diambil dari bahasa Arab yaitu "tsana", yang berarti mulia, yang sepadan dengan kata "mahmud" (terpuji). Menurutnya, "songo" merupakan perubahan atau kerancuan dari pengucapan kata "tsana". Masih menurut Prof. KH. R. Moh. Adnan, pengucapan yang benar bukan 'Walisongo' tetapi 'Walisana', yang mempunyai arti wali-wali yang terpuji atau kekasih Allah yang terpuji.
- Menurut R. Tanoyo, bahwa kata 'sana' bukan dari kata 'tsana', tetapi berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu 'sana' yang artinya tempat.
Dari semua perbedaan pandangan tersebut, yang terpenting adalah bahwa Walisongo merupakan orang istimewa yang mempunyai banyak kelebihan. Di antaranya adalah ilmu dan perjuangannya dalam berdakwah.
Menurut Imam Al Qusyairi, istilah wali atau waliy mempunyai dua pengertian, yaitu :
- Pertama : yaitu orang yang dengan sekuat tenaga berusa menjaga hati agar tetap hanya bergantung kepada Allah dan terus menerus melakukan ketaatan tanpa diselingi kedurhakaan. Mereka ini sering disebut waliy salik.
- Kedua : yaitu orang yang hatinya secara penuh dan terus-menerus berada dalam penjagaan dan pemeliharaan Allah. Dalam dunia sufi, wali-wali kelompok kedua ini dipercaya kerap mengalami ke fanaan kesadaran (jadzab). Mereka ini sering disebut Waliy Majdzub.
Ibnu Arabi, seorang filsuf, dalam bukunya kitab Futuhat Makiyyah menjelaskan bahwa kriteria kewalian ada delapan hal, yaitu :
- Orang yang hanya mengambil Allah sebagai pelindungnya.
- Orang yang mencintai Allah dan berusaha meniru sifat-sifat-Nya, orang yang sangat penyabar, pengasih, penyayang, pemaaf, dan sebagainya.
- Orang yang senantiasa kembali kepada Allah, bertobat.
- Orang yag selalu berusaha menyucikan diri, lahir dan batin.
- Orang yang selalu bersabar atas takdir yang ditetapkan oleh Allah.
- Orang yang selalu bersyukur atas nikmat Allah.
- Orag yang selalu berbuat baik dan memperbaiki atau mukhsin.
- Orang yang selalu menghadirkan Allah dalam hatinya, dalam setiap detak jantung dan hembusan nafasnya.
Semoga bermanfaat.