Dari sudut pandang hukum, suatu perkawinan (pernikahan) mempunyai arti sebagai akad atau perjanjian yang menjadikan halal hubungan suami isteri antara seorang pria dan seorang wanita. Sedangkan menurut beberapa ahli dan literatur, yang dimaksud dengan perkawinan (pernikahan) adalah :
- Sajuti Thalib, menyatakan bahwa perkawinan (pernikahan) adalah suatu perjanjian yang suci, kuat, dan kokoh untuk hidup bersama serta sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tenteram, dan bahagia.
- Imam Syafi'i, menyatakan bahwa pengertian nikah adalah suatu akad yang dengannya menjadi halal hubungan suami isteri antara pria dengan wanita.
- Prof. Dr. Hazairin, SH dalam bukunya yang berjudul Hukum Kekeluargaan Nasional, mengatakan bahwa inti dari perkawinan (pernikahan) adalah hubungan suami isteri. Bila tidak ada hubungan suami isteri, maka tidak perlu ada tenggang waktu menunggu (iddah) untuk menikahi lagi wanita yang sudah tidak terikat suami isteri dengan laki-laki lain.
- Prof. Ibrahim Hosen, menyatakan bahwa nikah menurut arti asli dapat juga berarti aqad dengannya menjadi halal hubungan suami isteri.
- Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974, menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Menurut Kompilasi Hukum Islam, yang dimaksud dengan perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Jadi, secara umum, yang dimaksud dengan perkawinan (pernikahan) adalah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Demikian itu sebagaimana ditentukan dalam ketentuan pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974, yang berbunyi :
- Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
- Pengadilan dapat memberikan ijin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pada dasarnya suatu perkawinan (pernikahan) dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
1. Dari Sudut Pandang Hukum
Dipandang dari segi hukum, perkawinan merupakan suatu perjanjian. Perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat. Disebutkan dengan kata-kata "miitsaaghan ghaliizhan" (Q. IV : 21).
Juga dapat dijadikan sebagai alasan, untuk mengadakan perkawinan itu merupakan suatu perjanjian ialah karena adanya :
- Cara mengadakan ikatan perkawinan telah diatur terlebih dahulu yaitu dengan akad nikah dan rukun atau syarat tertentu.
- Cara menguraikan atau memutuskan ikatan perkawinan juga telah diatur sebelumnya yaitu dengan prosedur talak, kemungkinan fassakh, syiqaq, dan lain sebagainya.
Perjanjian dalam perkawinan mengandung tiga karakter yang khusus, yaitu :
- Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa adanya unsur sukarela dari kedua belah pihak.
- Kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) yag mengikat persetujuan perkawinan itu saling mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian tersebut berdasarkan ketentuan yang sudah ada hukum-hukumnya.
- Persetujuan perkawinan itu mengatur batas-batas hukum mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, perbedaan antara persetujuan perkawinan dan persetujuan-persetujuan yang lainnya (jual beli, sewa menyewa, dll) adalah dalam persetujuan biasa para pihak pada pokoknya bebas menentukan sendiri isi dari persetujuannya sesuka hatinya, asal saja persetujuan itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Sebaliknya dalam suatu persetujuan perkawinan sudah sejak semula ditentukan oleh hukum, isi dari persetujuan antara suami dan isteri tersebut.
2. Dari Sudut Pandang Sosial
Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum, bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang lajang. Sebelum adanya peraturan tentang perkawinan, wanita bisa dimadu tanpa batas dan tanpa bisa berbuat apa-apa, tetapi menurut ajaran Islam, dalam perkawinan, poligami hanya dibatasi paling banyak empat orang, itupun dengan syarat-syarat yang tertentu pula.
3. Dari Sudut Pandang Agama
Pandangan suatu perkawinan dari segi agama adalah yang sangat penting. Dalam agama, perkawinan itu dianggap suatu lembaga yang suci. Upacara perkawinan adalah upacara yang suci, yang kedua pihak dihubungkan menjadi suami isteri atau saling meminta menjadi pasangan hidupnya dengan mempergunakan nama Allah.
Semoga bermanfaat.