Tinjauan Umum Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Tinjauan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bisa dilakukan dari luar dan dari dalam.
  • Tinjauan dari luar adalah mengenai riwayat sekitar Undang-Undang Pidana dan beberapa ilmu pengetahuan pembantu dari Hukum Pidana. 
  • Tinjauan dari dalam adalah mengenai bentuk dan isi Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang Undang Hukum Pidana adalah peraturan hidup (norma) yang ditetapkan oleh instansi kenegaraan yang berhak membuatnya, norma mana ditambah dengan ancaman hukuman yang merupakan penderitaan (sanksi) terhadap siapa saja yang melanggarnya. Lazim juga dikatakan bahwa Undang-Undang Hukum Pidana adalah "norma dan sanksi".

"Norma dan sanksi" pada umumnya terdapat dalam satu pasal, contohnya : pasal 338 KUH Pidana, berbunyi :
  • Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun. 

Tapi dapat juga "norma dan sanksi" terpisah dalam beberapa pasal, misalnya : dalam pasal I, II dan seterusnya. Dalam pasal-pasal tersebut, disebutkan dahulu norma-normanya dan baru kemudian dalam pasal terakhir diterangkan bahwa : "pelanggaran-pelanggaran terhadap pasal I, II dan seterusnya dihukum dengan hukuman penjara paling lama sekian tahun".

Ada juga Undang-Undang Hukum Pidana yang bentuknya mengancam dengan hukuman (sanksi) terlebih dahulu,  sedangkan norma-normanya belum ada seperti misalnya bunyi pasal 122 KUH Pidana, yang berbunyi :
  • Dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 15 tahuin, barang siapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar suatu peraturan yang diadakan oleh pemerintah untuk menjaga keselamatan negara.

Siapakah yang berhak membuat Undang-Undang Hukum Pidana ? Terhadap pertanyaan tersebut, dapat dijawab dengan dua tinjauan, yaitu :
  1. Kalau Undang-Undang Hukum Pidana itu diartikan secara sempit, yaitu sebagai undang-undang, maka yang berhak membuatnya adalah Badan Legislatif yang tertinggi (DPR) bersama dengan Pemerintah. 
  2. Kalau Undang-Undang Hukum Pidana diartikan secara luas sebagai peraturan, maka yang berhak membuat peraturan pidana adalah semua badan legislatif dan semua orang yang mempunyai kekuasaan Eksekutif (Presiden, Menteri, Kepala Daerah, dan lain-lain).

Syarat mutlak untuk berlakunya undang-undang adalah :
  • Sesudah diundangkan oleh pemerintah dalam Lembaran Negara dan  diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. 
Sedangkan tanggal mulai berlakunya undang-undang tersebut adalah :
  • Menurut tanggal yang ditetapkan dalam undang-undang itu sendiri. 
  • Kalau tanggal mulai berlakunya tidak disebutkan, maka undang-undang tersebut mulai berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura adalah 30 hari sesudah diundangkan dalam Lembaran Negara dan untuk daerah yang lain adalah 100 hari sesudah pengundangan itu. 
Sesudah syarat-syarat tersebut diatas terpenuhi, maka tiap-tiap orang telah dianggap mengetahui undang-undang tersebut. Tidak boleh orang yang melanggar undang-undang tersebut, membela diri atau membebaskan diri dengan alasan : "saya tidak tahu peraturan itu". Syarat dan ketentuan berlakunya undang-undang tersebut diatas berlaku juga untuk Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang dinyatakan tidak berlaku lagi (berakhir), apabila :
  1. Waktu yang telah ditentukan oleh peraturan itu sudah lampau.
  2. Dicabut oleh instansi pembuatnya atau instansi yang lebih tinggi
  3. Adanya peraturan yang baru yang isinya bertentangan dengan peraturan yang lama.
  4. Tujuan dari dibuatnya undang-undang tersebut telah tercapai.

Kekuasaan  berlakunya  undang-undang  hukum pidana Indonesia dapat dipandang dari dua sudut , yaitu :

1. Yang bersifat negatif.
Maksudnya adalah mengenai berlakunya undang-undang pidana berhubungan dengan waktu. Undang-undang pidana tidak berlaku terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan sebelum undang-undang pidana itu diadakan. Jadi suatu undang-undang pidana hanya berlaku untuk masa depan/yang akan datang, dan tidak bisa diberlakukan terhadap perbuatan sebelum diadakannya undang-undang pidana. Hal itu secara tegas dinyatakan dalam :
  • Pasal 1 ayat 1 KUH Pidana yang berbunyi : "Sesuatu perbuatan tidak dapat dihukum selain atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang, yang diadakan sebelum perbuatan itu terjadi".
  • Pasal 1 ayat 2 KUH Pidana yang berbunyi : "Apabila ada perubahan peraturan perundangan sesudah perbuatan itu dilakukan, maka haruslah dipakai aturan yang ringan bagi tersangka".

Ketentuan pasal 1 ayat 2 tersebut merupakan pengecualian terhadap pasal 1 ayat 1 KUH Pidana. Dapay dikatakan bahwa dalam pasal 1 ayat 1 KUH Pidana terdapat asas : undang-undang pidana tidak dapat berlaku surut (Strafrecht heeft geen terugwerkende kracht).

2. Yang bersifat positif.
Maksudnya adalah berlakunya undang-undang pidana berhubungan dengan tempat. Hal ini diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 9 KUH Pidana, yang memuat 4 asas yaitu :
  1. Asas territorial (daerah). 
  2. Asas nasional yang aktif. 
  3. Asas nasional yang pasif. 
  4. Asas universal. 

Undang-undang pidana Indonesia berlaku terhadap setiap orang yang melakukan suatu pelanggaran/kejahatan di dalam wilayah kedaulatan negara Republik Indonesia. Dengan demikian Undang-undang pidana Indonesia tidak hanya berlaku terhadap warga negara Indonesia saja, namun berlaku juga terhadap orang asing yang melakukan kejahatan di wilayah kekuasaan Indonesia.

Sedangkan maksud diadakannya undang-undang hukum pidana tersebut adalah :
  1. Hukum pidana mencegah adanya penjatuhan hukuman secara sewenang-wenang oleh pengadilan (hakim).
  2. Dengan adanya hukum pidana dapat dicapai suatu kepastian hukum.
  3. Hukum pidana bersumber pada hukum tertulis.

Demikian penjelasan berkaitan dengan tinjauan umum tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana).

Semoga bermanfaat.