La Maddukelleng (1700 - 1765), lahir di Wajo, Sulawesi Selatan, pada tahun 1700, Beliau adalah putra dari Raja Peneki La Mataesso To Madettia dan We Tenriangka. Pada tahun 1713, karena berselisih dengan kerajaan Bone, La Maddukelleng dan pengikutnya pergi berlayar meninggalkan Wajo dan menetap di tanah Malaka (Malaysia Barat), kemudian pindah lagi dan menetap di Kerajaan Pasir, Kalimantan Timur.
Di Kerajaan Pasir ini La Maddukelleng menikah dengan putri Raja Pasir dan mendapat kepercayaan untuk memerintah Kerajaan Pasir sebagai Sultan Pasir. Setelah selama 10 tahun memerintah Kerajaan Pasir, La Maddukelleng akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Wajo. Beliaupun mengumpulkan kekuatan persenjataan dan armada yang berkekuatan perahu yang dilengkapi dengan meriam-meriam baru yang dibelinya dari Inggris.
Dalam perjalanan menuju Makasar, sempat terjadi pertempuran laut antara armada La Maddukelleng dengan armada Belanda. Dalam pertempuran laut yang terjadi 2 kali yaitu pada tanggal 8 Maret 1734 dan 12 Maret 1734, armada La Maddukelleng selalu keluar sebagai pemenang. Namun Belanda tidak mau menyerahh begitu saja, ketika armada La Maddukelleng berlayar diantara pulau Lae-Lae dan Rotterdam, pasukan Belanda yang berada di benteng menembaki armada La Maddukelleng dengan meriam. Karena tidak bisa mengalahkan armada La Maddukelleng, akhirnya armada Belanda berlayar menuju Bone dengan tujuan menemui dan meminta bantuan dari sekutunya yaitu Ratu Bone We Batari Toja di Ujung Palette. Karena La Maddukelleng masih menghormati Hukum Adat Tellumpoccoe (Persekutuan antara Wajo, Soppeng, dan Bone), maka La Maddukelleng menyetujui permintaan Ratu Bone Wa Batari Toja, yaitu tidak akan melalui sungai Cenrana, tetapi melalui Doping (wilayah Wajo) ke Singkang.
Sesampainya di Paneki wilayah Kerajaan Wajo, La Maddukelleng diangkat sebagai raja sebagai penerus dari ayahnya. Beliau diangkat sebagai Raja Matowa Wajo XXXIV pada tanggal 8 Nopember 1736. Selama dipimpin oleh La Maddukelleng, kerajaan Wajo mencapai puncak kejayaannya. Beliau berusaha membebaskan rakyat Wajo dan wilayah Sulawesi Selatan lainnya dari penjajahan pemerintah Belanda dan Kerajaan Bone. La Maddukelleng dijuluki Petta Pamaradekangi Wajona To Wajoe, yang artinya tuan yang memerdekakan tanah Wajo dan rakyatnya. La Maddukelleng wafat pada tahun 1765 di Wajo, Sulawesi Selatan
Atas jasa-jasa dan perjuangannya dalam melawan pemerintahan Belanda saat itu, Pemerintah Republik Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor : 109/TK/1998, pada tanggal 6 Nopember 1998, memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada La Maddukelleng.