Hadits Nabi riwayat Ahmad dan Addarauthni menerangkan : "Pelajarilah faraidl dan ajarkan kepada banyak orang, karena faraidl adalah separuh ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku". Sedemikian penting kedudukan hukum waris dalam hukum Islam, sampai Al Quran secara khusus membahasnya (QS An-Nisa : 1, 7 - 13, dan 176) dan Nabi memerintah langsung kepada umatnya untuk mempelajari faraidl.
Sebelum bisa dinyatakan sebagai warisan, haruslah memenuhi kriteria-kriteria sebagai warisan. Berikut syarat-syarat warisan dalam Islam, yaitu :
- Pewaris benar-benar telah meninggal dunia, atau dengan keputusan hakim dinyatakan telah meninggal dunia. Misalnya orang yang tertawan dalam peperangan dan orang hilang (mafqud) yang telah lama meninggalkan tempat tanpa diketahui hal ihwalnya. Menurut ulama-ulama Malikiyah dan Hanbaliyah, apabila seseorang meninggalkan tempat tanpa kabar berita selama lebih dari 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Sedangkan menurut ulama-ulama madzab lain, diserahkan pada ijtihad hakim dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan dari berbagai macam segi kemungkinannya.
- Waris benar-benar masih hidup saat pewaris meninggal dunia, atau dengan keputusan hakim dinyatakan masih hidup disaat pewaris meninggal dunia. Dengan demikian apabila dua orang yang saling mempunyai hak waris satu sama lain meninggal dunia bersama-sama atau berturut-turut, tetapi tidak dapat diketahui siapa yang mati lebih dulu, maka diantara mereka tidak terjadi waris mewaris. Misalnya, orang-orang yang meninggal dunia dalam suatu kecelakaan penerbangan, kapal tenggelam, kebakaran, dan lain sebagainya.
- Benar-benar dapat diketahui adanya sebab warisan pada ahli waris, atau dengan kata lain benar-benar dapat diketahui bahwa ahli waris bersangkutan berhak waris. Syarat ini disebutkan sebagai suatu penegasan yang diperlukan, terutama dalam pengadilan, meskipun secara umum telah disebutkan dalam sebab-sebab warisan.
Adanya sebab-sebab dan syarat-syarat warisan belum cukup menjadi alasan adanya hak waris bagi ahli waris, kecuali apabila tidak terdapat salah satu dari tiga macam penghalang warisan, yaitu sebagai berikut :
- Berbeda agama antara pewaris dan waris. Alasan penghalang ini adalah hadits nabi yang mengajarkan bahwa orang muslim tidak berhak waris atas harta orang kafir dan sebaliknya orang kafir tidak berhak waris atas harta orang muslim. Adapun suami isteri yang berlainan agama, misalnya suami beragama islam dan isteri beragama non islam, apabila salah satunya menginginkan agar suami atau isteri dapat ikut menikmati harta peninggalannya, dapat dilakukan dengan jalan wasiat.
- Membunuh. Hadits nabi mengajarkan bahwa pembunuh tidak berhak waris atas harta peninggalan orang yang dibunuh. Yang dimaksud dengan membunuh adalah pembunuhan dengan sengaja yang mengandung unsur pidana, bukan karena membela diri dan sebagainya. Percobaan membunuh belum dipandang sebagai penghalang warisan.
- Menjadi budak orang lain. Budak tidak berhak memiliki sesuatu, oleh karenanya tidak berhak waris (praktis penghalang warisan ini tidak perlu mendapat perhatian karena perbudakan sudah lama hilang).
Selain dari 3 penghalang warisan tersebut diatas, ada penghalang lain yang sering disebutkan dalam kitab-kitab Faraidl, yang sebenarnya tidak dipandang sebagai penghalang, karena tidak mempunyai alasan dari hadits-hadits nabi, dan sudah tercakup dalam salah satu penghalang tersebut diatas serta tidak memenuhi syarat-syarat yang diperlukan atau tidak mempunyai sebab terjadinya warisan. Misalnya, perbedaan kewarganegaraan, li'an, tidak diketahui bahwa waris meninggal dunia ssetelah pewaris, anak zina, utang yang menghabiskan harta peningggalan, dan lain sebagainya.
Demikian penjelasan berkaitan dengan syarat-syarat dan penghalang warisan dalam Islam.
Semoga bemanfaat.
Demikian penjelasan berkaitan dengan syarat-syarat dan penghalang warisan dalam Islam.
Semoga bemanfaat.