Terkadang seseorang yang telah berkeluarga dan memiliki anak belumlah menjadi jaminan akan menjadi dewasa, terutama terhadap pasangan muda. Di usia yang relatif masih muda emosinyapun belum bisa terkontrol dengan baik. Sedikit aja ada masalah, baik masalah ekonomi atau masalah keluarga lainnya, bisa memicu pertikaian, minimal adu mulut. Tak sedikit kasus percekcokan terjadi dihadapan anaknya atau bahkan bayinya. Hal inilah yang dinilai oleh sebagian kalangan mempengaruhi perkembangan otak si anak.
Pasca persalinan, bayi masih sangat rentan terhadap berbagai pengaruh fisik dan mental dari luar. Bahkan sebuah studi baru mengungkap bahwa saat orang tua yang bertengkar di depan bayinya maka hal ini akan mempengaruhi kinerja otak si bayi untuk memproses emosi dan stresnya. Otak bayi sebenarnya bersifat plastik, artinya ia dapat berkembang sesuai lingkungan dan pengalaman yang dihadapinya atau beradaptasi sesuai dengan kebutuhan fungsionalnya. Tapi plastisitas ini juga dibarengi dengan sejumlah kerentanan.
Sejumlah riset yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sters parah seperti penganiayaan atau institusionalisasi dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Dari hasil penilitian yang dilakukan oleh Alice Graham dari University of Oregon, yang telah dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science, menemukan jawaban bahwa dari hasil scanning FMRI yang dilakukan terhadap 20 bayi yang berusia 6 bulan - 12 bulan yang diletakkan dalam laboratorium pada jam-jam tidur rutin mereka, saat mereka terlelap dan peneliti memapari mereka dengan suara orang dewasa yang berbicara dengan beberapa intonasi suara, dari nada sangat marah, tidak begitu marah, bahagia, dan netral, ternyata hasilnya meskipun tertidur, bayi-bayi itu memperlihatkan pola aktivitas otak yang berbeda-beda, tergantung pada nada suara emosional yang diberikan.
Dari situ peneliti menemukan bahwa bayi-bayi yang berasal dari keluarga yang tingkat konfliknya tinggi atau yang orang tuanya sering bertengkar memperlihatkan reaksi yang lebih besar pada nada suara yang sangat marah di dalam otaknya, terutama di bagian otak yang berkaitan dengan stes dan pengaturan emosi seperti anterior cingulate cortex, caudate, thalamus, dan hypothalamus.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bayipun tau jika orang tuanya tengah berkonflik, bahkan paparan konflik ini dapat mempengaruhi cara otak si bayi untuk memproses emosi dan stersnya sendiri. Dikuatirkan kondisi ini akan mempengaruhi kondisi psikologis anak hingga menjelang dewasa.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.