Model Komunikasi Politik, Distorsi Yang Terjadi Dalam Komunikasi Politik, Serta Faktor Yang Mempengaruhi Pola Komunikasi Politik

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Michael Rush dan Phillip Althoff menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan suatu proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Proses tersebut terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompok pada semua tingkatan. 

Model Komunikasi Politik. Proses penyampaian informasi dalam komunikasi politik terjadi dalam berbagai model komunikasi politik. Beberapa model komunikasi politik diantaranya adalah :

1. Model Aristoteles.
Model komunikasi Aristoteles merupakan model yang paling klasik. Aristoteles hidup pada saat di Yunani berkembang komunikasi retorika. Komunikasi retorika merupakan keterampilan seseorang dalam berpidato di muka pengadilan maupun rapat-rapat yang dihadiri oleh rakyat. Sehingga model komunikasi politik Aristoteles ini lebih berorientasi pada pidato, terutama pidato untuk mempengaruhi orang lain, yang kemudian berkembang dan dikenal sebagai komunikasi publik. Model komunikasi Aristoteles mempunyai tiga bagian dasar dari komunikasi, yaitu :
  • pembicara atau speaker.
  • pesan atau message.
  • pendengar atau listener.

Proses komunikasi terjadi pada saat pembicara menyampaikan pesannya kepada khalayak umum dengan tujuan mengubah perilaku mereka. Inti dari komunikasi menurut Aristoteles adalah persuasi dan pengaruh dapat dicapai seseorang yang dipercaya oleh publik. 

Kelemahan model komunikasi Aristoteles adalah :
  • komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis, terfokus pada komunikasi yang bertujuan atau disengaja terjadi ketika seseorang membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya.
  • model ini tidak memperhitungkan komunikasi non verbal dalam mempengaruhi orang lain. 

2. Model Harold Lasswell.
Model komunikasi Harold Lasswell disebut juga model linier. Dalam model ini, komunikasi politik dianggap sebagai proses yang lurus satu arah, sehingga model ini cocok dikaitkan dengan komunikasi politik yang bersifat monologis atau komunikasi satu arah. Dalam model ini, Harold Laswell menyatakan bahwa komunikasi terjadi karena lima elemen yang berhubungan secara linear. Lima elemen tersebut adalah komunikator, pesan, saluran, penerima, dan efek atau pengaruh. 

Model komunikasi Harold Lasswell berupa ungkapan verbal, yaitu : who (siapa), say what (mengatakan apa), in which channels (melalui saluran apa), to whom (kepada siapa), dan with what effect (dengan akibat apa). Selanjutnya Harold Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu :
  • pengawasan lingkungan.
  • koreksi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespon lingkungan.
  • transmisi warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. 

Ia berpendapat bahwa terdapat tiga kelompok spesialis sesuai dengan fungsi tersebut, yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi komunikasi di atas. Harold Lasswell memandang bahwa suatu proses komunikasi selalu mempunyai efek atau pengaruh, sehingga model ini menstimuli riset komunikasi di bidang komunikasi politik. 

Model komunikasi ini menunjukkan bahwa komunikator mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima. Komunikasi dipandang sebagai upaya persuasi. Upaya penyampaian pesan akan menghasilkan akibat baik positif atau negatif, yang ditentukan oleh bentuk dan cara penyampaiannya. Menurut pendapatnya, tidak semua komunikasi bersifat dua arah. Dalam masyarakat banyak informasi yang disaring oleh pengendali rasa, yang menerima informasi dan menyampaikannya kepada publik dengan beberapa perubahan atau penyimpangan. Kelemahan model komunikasi Harold Lasswell adalah tidak menggambarkan unsur feedback atau umpan balik sehingga proses komunikasi yang dijelaskan bersifat linier atau searah.

3. Model Interaksional.
Model komunikasi interaksional merujuk pada model komunikasi yang dikembangkan oleh para ahli ilmu sosial yang menggunakan  perspektif interaksi simbolik. Model ini dikembangkan oleh George Herbert Mead dan Herbert Blumer. Perspektif interaksi simbolik sebetulnya lebih dikenal dalam sosiologi, meskipun pengaruhnya juga menembus disiplin ilmu yang lain seperti ilmu komunikasi, politik, bahkan antropologi.

Dalam model komunikasi politik interaksional, terjadi interaksi timbal balik. Penerima pesan akan memberikan respon terhadap pengirim, dan pengirim pesan akan mendengar respon dari penerima pesan. Respon yang diberikan oleh penerima pesan disebut dengan feedback. Feedback dapat berbentuk verbal, non verbal, atau bahkan dalam bentuk keduanya. Feedback dapat juga disengaja atau tidak disengaja. Model interaktif menunjukkan bahwa pengirim pesan menciptakan dan menginterpretasikan pesan dengan pengalaman personal. Kelemahan model komunikasi interaksional adalah model ini tidak mengakui bahwa setiap orang terlibat dalam komunikasi, baik mengirim dan menerima pesan secara bersamaan. Model interaktif juga gagal untuk menangkap dinamika komunikasi. 

4. Model Gudykunst dan Kim.
Model komunikasi Gudykunst dan Kim dikenal juga sebagai model komunikasi antar budaya, yaitu komunikasi antar orang-orang yang berasal dar budaya yang berlainan, atau dengan kata lain komunikasi dengan orang asing. Meskipun begitu, model ini tetap berlaku pada setiap orang, karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang mempunyai kesamaan dalam latar budaya, sosiobudaya, dan psiko budaya. Asumsi dari model ini adalah dua orang sejajar. Dalam komunikasi, masing-masing dari mereka berperan sebagai pengirim sekaligus sebagai penerima atau keduanya bersama-sama berperan sebagai penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding). Sehingga dapat dilihat bahwa pesan dari seseorang merupakan feedback atau umpan balik untuk yang lainnya.

Faktor-faktor tersebut adalah filter yang membatasi prediksi yang dibuat mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi kita, sehingga akan mempengaruhi cara kita dalam mengirimkan pesan. 
  • Pengaruh budaya : menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, agama, bahasa, individualitas, kolektivitas, yang mempengaruhi nilai dan norma dalam berkomunikasi.
  • Pengaruh sosiobudaya : menyangkut proses penataan sosial, yaitu keanggotaan dalam kelompok, konsep diri, peran, dan definisi kita tentang hubungan antar pribadi.
  • Pengarug psiko budaya : menyangkut tentang penataan pribadi seperti stereotip dan sikap terhadap kelompok lain. 

Pengaruh-pengaruh budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya berfungs sebagai filter konseptual untuk menyampaikan maupun menyandi balik pesan.

5. Model Agenda Setting.
Model komunikasi agenda setting diperkenalkan oleh McCombs dan Donald L. Shaw. Asumsi dari model ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting oleh media, maka penting juga bagi masyarakat. Media massa diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap atau pendapat. Model agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. Menurut McCombs dan Donald L. Shaw, audiens tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari arti penting yang diberikan pada suatu isu  dari cara media massa memberikan penekanan pada topik tersebut. 

Distorsi dalam Komunikasi Politik. Menurut pandangan Mochtar Pabotinggi bahwa dalam praktek proses komunikasi politik sering mengalami apa yang disebut dengan distorsi. Distorsi yang terjadi dalam komunikasi politik adalah sebagai berikut :
  • distorsi bahasa sebagai "topeng". Ada euphemism atau penghalusan kata, yaitu adanya bahasa yang menampilkan sesuatu yang lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi yang sebenarnya, yang oleh Ben Anderson disebut sebagai "bahasa topeng".
  • distorsi bahasa sebagai "proyek lupa". Lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan, lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan atau banyak orang.
  • distorsi bahasa sebagai "representasi". Hal ini terjadi apabila kita menggambarkan sesuatu dengan tidak sebagaimana mestinya.
  • distorsi bahasa sebagai "ideologi". Terdapat dua perspektif yang cenderung menyebarkan distorsi ideologis, yaitu : 1. perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang atau monopoli politik kelompok tertentu. 2. perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Para penganut perspektif ini hanya menitik-beratkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh rakyat.

Faktor Yang Mempengaruhi Pola Komunikasi Politik. Proses komunisi politik yang terjadi tersusun atas pola-pola komunikasi politik. Pola komunikasi politik terdiri dari :
  • pola komunikasi vertikal (top down), yaitu suatu pola komunikasi dari pemimpin kepada yang dipimpin.
  • pola komunikasi horisontal, yaitu suatu pola komunikasi antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok.
  • pola komunikasi formal, yaitu suatu pola komunikasi yang dilakukan melalui jalur-jalur organisasi formal.
  • pola komunikasi informal, yaitu suatu pola komunikasi yang dilakukan melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi.

Sedangkan pola komunikasi politik yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi politik adalah sebagai berikut :
  • Faktor fisik atau alam. Alam dapat mempengaruhi faktor komunikasi politik, seperti perbedaan letak letak geografis akan mempengaruhi pola komunikasi politik. 
  • Faktor teknologi. Adanya perkembangan teknologi akan mengakibatkan perubahan pada pola komunikasi politik. Perkembangan teknologi akan semakin mempermudah dan meningkatkan komunikasi politik.
  • Faktor ekonomis. Tingkat pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi kehidupan masyarakat suatu negara, termasuk kehidupan politiknya. Hal tersebut juga dapat berpengaruh terhadap perubahan dan pergeseran komunikasi politik dalam masyarakat.
  • Faktor sosiokultural. Faktor ini meliputi pendidikan dan budaya. Perubahan pendidikan dan budaya di suatu daerah akan berpengaruh juga pada komunikasi politik di daerah tersebut.
  • Faktor politis. Faktor politis merupakan faktor yang paling mempengaruhi dalam komunikasi politik dibandingkan dengan empat faktor yang lain. Karena faktor politik inilah yang akan membawa dampak bagi komunikasi politik.

Demikian penjelasan berkaitan dengan model komunikasi politik, distorsi yang terjadi dalam komunikasi politik, serta faktor yang mempengaruhi pola komunikasi politik.

Semoga bermanfaat.